Oleh: Elly Delfia
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia Unand dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora UGM )
Musim semi menyisakan banyak cerita dan kenangan yang mengesankan dalam perjalanan hidup saya. Seperti halnya bagi orang-orang di negara-negara di belahan bumi utara, musim semi merupakan momen yang indah. Musim yang berlangsung dari awal Maret hingga awal Juni ini biasanya mendatangkan kebahagiaan tersendiri setelah melewati musim dingin yang sulit. Kebahagiaan tersebut dapat kita saksikan melalui foto-foto musim semi yang diunggah di media sosial. Foto bunga-bunga, seperti beot-kkot atau sakura, tulip, canola, dan lain-lain sering melintas-lintas di media sosial.
Salah satu negara yang melewati musim semi tersebut adalah Korea Selatan. Sebagai orang yang pernah tinggal dan menetap selama lebih kurang empat tahun di sana, melihat foto-foto bunga mekar pada musim semi sering mampir di beranda media sosial membangkit kenangan saya pada musim semi di sana. Empat kali musim semi pernah saya lalui di sana. Musim yang indah saat orang-orang dapat menyaksikan perubahan alam dengan menikmati keindahan bunga-bunga yang mekar dan pohon-pohon yang kembali hijau setelah menguning melewati musim dingin.
Salah satu bunga yang mekar secara bersamaan pada musim semi adalah beot-kkot atau sakura (cherry blossom). Selain itu, ada bunga-bunga lain yang mekar pada musim semi, seperti bunga yuchae (canola), tulip, azalea, gaenari (forsythia), dan bunga aprikot. Yang paling menarik hati di antara bunga-bunga tersebut adalah beot-kkot atau sakura. Bunga ini hanya mekar dua sampai tiga minggu secara bersamaan. Bunga berwarna merah muda nan lembut ini mekar di sepanjang tepian jalan yang ada di Korea Selatan, bahkan bunga-bunga ini juga tumbuh di bukit-bukit dan hutan yang membuat bukit dan hutan di sana menjadi merah muda. Bukan hanya itu, di beberapa tempat di Korea Selatan, diadakan festival sebagai ekspresi kegembiraan menyambut datangnya musim semi saat bunga-bunga tersebut mekar.
Salah satu festival yang terkenal adalah Festival Gunhangje Jinhae yang diadakan di Kota Changwon, Provinsi Gyeongsang Selatan. Festival ini mulanya adalah upacara peringatan untuk Laksmana Yi Sun-shin, seorang laksamana angkatan laut pemberani zaman Joseon yang berani melawan penjajahan Jepang. Kemudian festival ini terus berkembang dan diadakan hingga saat ini pada minggu kedua April tiap tahunnya. Pada waktu tersebut, beot-kott atau sakura sedang mekar dengan sempurna menghiasi jalan-jalan di Korea Selatan dan jalan-jalan di Jinhae khususnya. Sekitar 300 ribuan lebih beot-kkot mekar di Jinhae pada musim semi dengan kelopak bunganya yang merah muda keputih-putihan.
Festival Gunhangje Jinhae yang diadakan bertepatan dengan puncak mekarnya beot-kkot ini. Festival ini mendatangkan ribuan wisatawan dari dalam dan luar negeri Korea Selatan. Para wisatawan datang dengan dengan bus-bus pariwisata, dengan mobil pribadi, dan dengan kereta api, atau dengan angkutan umum lainnya dari berbagai penjuru Korea Selatan. Saya datang pertama kali ke festival ini pada musim semi April 2015 dengan bus pariwisata bersama teman-teman pengajar dari Kajian Asia Tenggara. Dengan tarif 15.000 won atau sekitar 170.000 rupiah, bus pariwisata yang saya tumpangi berangkat dari Terminal Nopo, Kota Busan ke daerah Jinhae yang dapat ditempuh selama lebih kurang 2 jam perjalanan.
Setelah lebih kurang 2 jam perjalanan, bus pariwisata sampai di daerah Jinhae. Bus itu singgah di beberapa tempat, seperti di Taman Bunga Tulip Jinhae Eco-Park di Yeomyeongro, Changwon dan juga di Pelabuhan Jinhae yang bersejarah karena di sana dulu merupakan pusat angkatan laut Jepang yang sekarang sudah menjadi tempat latihan militer angkatan laut Korea Selatan. Kita juga dapat melihat deretan bendera negara-negara anggota PBB di sana, termasuk bendera Indonesia yang berkibar gagah. Pelabuhan ini juga menyediakan penyewaan hanbok (baju tradisional) dan spot foto ala zaman kerajaan Joseon. Setelah itu, perjalanan bus dilanjutkan ke tujuan utama, yaitu ke pusat Festival Gunhangje Jinhae di gelar. Sesampai di sana saya cukup kaget dan heran melihat lautan manusia yang sangat banyak. Saya juga pernah melihat manusia sebanyak itu ketika Festival Tabuik diadakan di daerah saya di Kota Pariaman. Manusia memenuhi tempat-tempat beot-kkot yang mekar di sepanjang jalan, terutama di Stasiun Kereta Api Gyeonghwa yang tidak lagi beroperasi. Beot-kkot atau sakura yang tumbuh di sepanjang tepian rel kereta api Stasiun Gyeonghwa bisa untuk duduk-duduk santai sambil berfoto. Pohonnya yang rindang membuat pengunjung merasa nyaman. Selain di Stasiun Kereta Gyeonghwa, Yeojwacheon Stream juga merupakan tempat yang indah dan romantis yang penuh beot-kott. Di sana terdapat jembatan yang terkenal dengan sebutan Jembatan Cinta atau Romance Bridge. Jembatan itu merupakan spot menarik dan menjadi andalan para pengunjung untuk berfoto dan berswafoto. Saya juga tidak ketinggalan berfoto dengan teman-teman di tempat itu. Jika teman-teman pembaca mempunyai kesempatan untuk berkunjung ke sana, jangan lupa berfoto di Jembatan Cinta untuk kenang-kenangan. Semoga cinta dengan pasangan langgeng dan terjaga karena doa, bukan karena fotonya.
Selain di Festival Gunhangje Jinhae, festival bbeot-kkot juga dapat disaksikan di beberapa tempat lain di Korea Selatan, seperti di Seoul yang dikenal dengan Cherry Blossom Let’s Run Park Festival yang terletak di daerah Gyeongmagongwon daero, Gyoenggi-do dan E -World Starlight Cherry Blossom Festival di Daegu. Bunga merah muda ini juga dapat disaksikan di beberapa tempat selama bulan Maret-April, seperti di halaman kuil-kuil, di halaman universitas, di taman-taman kota, dan di komplek olahraga seperti di Jeju Sport Centre Pulau Jeju.
Setelah kunjungan pertama saya pada musim semi bulan April tahun 2015, pada bulan April 2018 sebelum pulang ke Indonesia, saya kembali melakukan kunjungan ke Festival Gunhangje Jinhae. Pada kunjungan kedua ini, saya pergi dengan kereta api bersama teman-teman yang lain lagi. Saya datang bersama teman dari Indonesia, Kamboja, dan Vietnam. Kunjungan kedua itu tak kalah serunya karena kami mencoba naik kereta api bawah tanah dengan berpindah dari satu line (jalur) ke line yang lain serta bersambung naik bus dalam kota juga untuk sampai di sana. Setelah tiga tahun, suasana festival itu tidak banyak berubah. Pengunjung masih ramai. Ribuan bahkan jutaan pengunjung masih tetap memadati sepanjang jalan di Stasiun Kereta Gyeonghwa dan Yeojwacheon Stream untuk berfoto-foto bersama keluarga dan teman-teman. Wajah-wajah mereka dihiasi dengan senyum sumringah dan keceriaan saat menyambut musim semi. Saya juga ikut dalam kebahagiaan tersebut sembari mengirim beberapa foto diri saya di antara beot-kkot kepada keluarga dan teman-teman di Indonesia ketika itu.
Musim semi selalu menyenangkan dan menyisakan banyak cerita bagi masyarakat Korea Selatan. Mereka tidak hanya bisa menikmati indahnya bunga-bunga yang mekar, tetapi juga pergi piknik bersama keluarga sembari menikmati keindahan bunga-bunga musim semi di tengah suhu yang mulai hangat.
Discussion about this post