Puisi-puisi Daris Kandadestra
Bumi Melayu Berdaulat
Ini tanah kami tuan!
Bumi Melayu berdaulat
Tanah Orang Darat melaut
Milik Orang Laut menetap
Beranak pinak sejak semula
Tanah ini bumi melayu
Anugerah sultan!
Kami tak hidup menumpang
Kami tak ambil milik kalian
Mengapa usik damai kami?
Mengapa usir kenangan kami?
Ini tanah kami tuan!
Kami tak menyembah manusia
Melayu tak mengemis kasih
Kami tak tunduk pada upeti
Ini tanah kami tuan!
Bukan tanah tak bertuan
Ini tanah Zuriat kami tuan!
Zuriat orang Melayu!.
Daulat, daulat, daulat tuanku!
Tuah Madani, Beberapa bulan yang lalu
Biarkan Pena Menari
Simfoni kenangan kau dendangkan dalam goresan tinta
Seperti pelukis agung menggerakkan kuas pada kanvas menjadi lukisan yang kau sebut itu cinta
Saat pena menari menggoreskan jejak di dunia kertas yang sepi
Setiap sapuan tintanyamenoreh sebuah cerita
Kau kokohkan sayap rapuh ini
Mengajarku mengepak sayap terbang melangit kata
Jauh sejauh yang kuinginkan
Halaman demi halaman tertulis dalam bahasa isyarat dan gerak pena
Pada setiap lembarannya ada tawa dan tangis bersama menari dalam harmoni doa
Dalam pelukan eratmu
Kau berbisik pada langit
Biarkan pena menari
Seperti waktu yang mengalir dalam warna tak berbatas.
Tuah Madani, Satu tahun lalu
Empat Helai Daun Waru
Tiga helai daun waru
Aku si waru putih
Kau si waru marun dan dia si waru hijau.
Asyik bercengkrama bahagia penuh tawa di atas sana.
Tumbuh pada batang yang sama
Makan dari akar yang sama
Disinari matahari yang sama
Tapi mengapa kita berbeda?
Sementara satu helai waru coklat lusuh terbaring di atas tanah
Pakaiannya compang-camping terkoyak zaman.
Hei anak muda, serunya lirih
Aku dulu cantik putih
Indah marun memesona nya
Hijau bersinar penuh gelora
Ini hanya tentang waktu, Nak.
Dalam sekejap terbawa angin
Genggampun lepas
Terjerembab dalam kepiluan sendiri menunggu mati!
Tuah Madani, Sabtu, akhir tahun lalu.
Empat Helai Daun Waru
Tiga helai daun waru
Aku si waru putih
Kau si waru marun dan dia si waru hijau.
Asyik bercengkrama bahagia penuh tawa di atas sana.
Tumbuh pada batang yang sama
Makan dari akar yang sama
Disinari matahari yang sama
Tapi mengapa kita berbeda?
Sementara satu helai waru coklat lusuh terbaring di atas tanah
Pakaiannya compang-camping terkoyak zaman.
Hei anak muda, serunya lirih
Aku dulu cantik putih
Indah marun memesona nya
Hijau bersinar penuh gelora
Ini hanya tentang waktu, Nak.
Dalam sekejap terbawa angin
Genggampun lepas
Terjerembab dalam kepiluan sendiri menunggu mati!
Tuah Madani, Sabtu, akhir tahun lalu.
TENTANG PENGARANG
Daris Kandadestra adalah nama pena Dedi Saputra. Penulis lahir di Enok, Indragiri Hilir, Riau pada 4 September 1983. Penulis merupakan lulusan S1 Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Riau. Penulis senang mengikuti berbagai pelatihan menulis untuk terus memperbaiki tulisan-tulisannya. Bebebapa karyanya di muat dalam: Antologi Cerpen Wajah Berbalut Taman Surga (Media Guru, 2020), Antologi Cerpen Catatan Indah di Detak Hati, Beautiful Note in the Heart Beats (Media Guru, 2020), Antologi Cerpen Biarkan Pena Menari (Salmah Publishing, 2021), Antologi Cerpen INSIGHT: Inspiring stories in gaining the heart of teaching (Salmah Publishing, 2022), Kumpulan Pentigraf Lepas Letih Berangsur Pulih (Sip Publishing, 2022), Kumpulan Pentigraf Pernikahan (Sip Publishing, 2022), Antologi Puisi Cinta Negeri Lautan Aksara Pandemi (Mumtaz, Pelangi Media, 2022), dan Gama Gamadi Janaloka 1 Perjalanan Hidup Setiap Manusia (Mumtaz-Pelangi Media, 2022). Kado Paling Berkesan: Menghunjam Jejak di Relung Terdalam Komunitas Menulis Buku #33 (Litera Pustaka, 2022). Siluet Lebaran Antologi Cerpen (Salmah Publishing 2023), Antologi Puisi Kepada Tuhan Rindu di Langitkan brsama Komunitas Literasi SCW (Salmah Publishing, 2023). Kumpulan Puisi bersama Forum Lingkar Pena Wilayah Riau Sebaik-baik Manusia (Soega Publishing, 2023), Selain menulis dan membaca, penulis ini punya hobby berkebun dan menyanyi juga. Jejaknya bisa dilacak di Instagram @daris_kandadestra atau kicauannya terkadang bisa ditemui di akun facebook Daris Kandadestra.
Mengenal Unsur Batin Tema Melalui Puisi-Puisi Bernapas Kedaerahan
Oleh : Dara Layl
Karya sastra adalah sebuah karya tulis yang indah. Keindahan karya sastra yang paling mudah dilihat terdapat pada salah-satu jenis karya sastra yaitu puisi. Puisi adalah salah-satu bagian karya sastra yang memiliki keindahan tidak hanya dari susuanan kata-katanya, namun juga dari pesan yang ingin disampaikan oleh penyair yang terkandung di dalam unsur batin sebua puisi, unsur batin merupakan unsur yang menjadi roh atau jiwa bagi sebuah puisi. Puisi sebagai karya sastra banyak menampilkan makna tersirat. Dan unsur batin puisi dapat menghidupkan makna, maksud dan pesan tersirat dalam puisi.
Pada edisi kali ini Kreatika menghadirkan empat puisi yang begitu menggugah karya Dedi Saputra dengan nama pena Daris Kandadestra. Pria kelahiran Riau, tepatnya di Indragiri Hilir ini mengungkapkan rasa cinta dan kerinduan kepada tanah kelahirannya melalui puisi-puisi yang ditulisnya, salah satunya puisi dengan judul “Bumi Melayu Berdaulat” s
erta tiga puisi lainnya.
Karya sastra merupakan curahan pengalaman batin tentang fenomena kehidupan sosial dan budaya masyarakat pada masanya. Ia juga merupakan ungkapan peristiwa, ide, gagasan, serta nilai-nilai kehidupan yang diamanatkan di dalamnya. Sastra merupakan refleksi dari pengalaman hidup pengarangnya. Pengalaman hidup tersebut bisa berwujud pengalaman sendiri dan pengalaman orang lain yang telah mengalami perenungan, penghayatan dan penjiwaan, sehingga menjadi nilai-nilai yang bermakna bagi kehidupan manusia (Setyorini, 2007).
Puisi adalah bagian dari karya sastra. Puisi merupakan sebuah imajinasi yang dituangkan ke dalam sebuah tulisan yang memiliki makna tersendiri. Puisi selain memiliki makna yang ingin disampaikan oleh pengarang, puisi juga disusun dengan sedemikian rupa dengan mengepadankan bunyi. Puisi merupakan salah-satu dari bentuk fiksi yang mengandung makna tersirat. Puisi dapat menjadi motivasi bagi para pecinta tulisan, terutama para pembaca yang tertarik untuk mengetahui arti dan amanat yang tersirat dalam suatu puisi (Pradopo & Puisi, 2020).
Seperti sebuah tubuh puisi juga disusun oleh unsur-unsur yang membangunnya salah-satunya yaitu unsur batin puisi. Unsur batin puisi merupakan suatu cara mengungkapkan berdasarkan suasana hati, perasaan dan suasana jiwa yang dirasakan oleh seseorang. Ada empat membagi unsur batin puisi menjadi empat yaitu tema, perasaan (feeling), nada dan suasana serta amanat (Nuraeni, 2019).
Dari keempat unsur batin di atas untuk batin yang paling penting adalah tema. Tema sering disalahartikan sebagai judul namun tema dan judul adalah sesuatu yang berbeda, jika diibaratkan tubuh, tema adalah keseluruhan tubuh, maka judul bisa salah-satu bagiannya yang penting misalnya, mata yang digunakan untuk melihat.
Pada edisi kali ini, Deris Kandestra menyajikan empat puisi yang kuat akan unsur batin temanya dengan judul, “Bumi Melayu Berdaulat”, “Biarkan Pena Menari”, “Empat Helai Daun Waru” dan “Kampung-Kampung Di Tepian Sungai.”
Membaca keempat puisi yang berlatar di daerah perairan Indragiri Hilir, akan mengingatkan kita pada kecintaan kita dengan kampung laman kita sendiri melalui tema yang membangun puisi.
(Nuraini, 2019) menjelaskan bahwa tema adalah pokok persoalan yang akan diungkapkan oleh penyair. Persoalan-persoalan yang diungkapkan merupakan suasana batin, tema tersebut dapat pula berupa respon penyair terhadap kenyataan sosial budaya sekitarnya.
Pertama. pada puisi “Bumi Melayu Berdaulat” sesuai dengan judulnya tema ini tentang kedaulatan masyarakat Melayu yang hidup di perairan Indragiri Hilir yang dikenal sebagai “Negeri Nyiur Melambai” hal ini ditegaskan dalam larik sajak /Ini tanah kami tuan!/ /Beranak pinak sejak semula/ /Tanah ini bumi melayu/. /zuriat orang melayu/ yang mana jika diartikan “zuriat” artinya anak keturunan besar atau kecil. Pada puisi ini kita bisa merasakan pesnegasan-penegasan yang disampaikan oleh penyair dan itu tidak boleh diganggu gugat.
Kedua, puisi dengan judul “Biarkan Pena Menari” puisi ini cukup unik, karena dibandingkan tiga puisi lainnya, puisi ini lebih sulit dalam menemukan tema yang ingin diusug oleh penyair, namun jika dibaca lebih berhati-hati kita akan menemukan perasaan getir dan juga pilu, kita akan menangkap bahwa tema yang ingin disampaikan adalah tema “Melepaskan” maknanya melepaskan dengan banyak arti. dan di sini penyair menyajarkan bahwa ita bisa melepskan sesuatu salah-satunya adalah dengan cara menulis. Kita bisa melepaskan perasaan rindu, kerapuhan, kesepian, sesuatu yang tidak dapat dicapai serta kehilagan dengan cara menulis.
Dalam puisi ini seperti ada pesan tersirat bahwa menulis bisa menjadi obat yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. hal ini bisa terlihat di dalam larik sajak, /Halaman demi halaman tertulis bahasa isyarat dan gerak pena/ /Pada setiap lembarannnya ada tawa dan tangis bersama menari dalam harmoni doa/
Ketiga, berbeda dengan puisi sebelumnya puisi dengan judul “Empat Helai Daun Waru” bertema tentang kehidupan yang begitu fana dalam banyak hal termasuk nasib baik dan buruk bahkan kematian, hal ini dapat dilihat dalam larik sajak /ini hanya tentang waktu, nak/ /dalam sekejab terbawa angin/ /genggampun lepas/ /Terjerembab ke dalam kepiluan sendiri menunggu mati/ selain itu, puisi ini juga seperti lorong waktu yang menceritakan kehidupan manusia dari usia anak-anak, remaja, dewasa sampai pada usia senja yang diibaratkan dengan warna daun waru.
Keempat, puisi dengan judul “Kampung-Kampung Di Tepian Sungai” bertema tentang kerinduan. kerinduan yang begitu terang dan dalam. Pada puisi terakhir ini, penyair menjadikan secara narasi seolah kita sebagai pembaca dapat melihat sebuah perkampungan dengan rumah-rumah panggung diatas aliran air dengan sentuhan cahaya matahari setiap paginya. Narasi puisi yang disampaikan oleh penyair seolah membuat pembaca dapat melihat dan merasakan secara langsung bagaimana bnetuka kampong-kampung di tepian sungai itu.
Hal yang menarik dari puisi ini adalah setelah membuat narasi yang sederhana namun begitu indah, puisi yang biasanya menampilkan mana tersirat, di sini penyair menyajikan makna yang jelas tersurat akan kerinduan yang begitu dalam. tergambar dalam larik sajak, “Dan di sini ada peluk erat yang tak pernah lepas, ada cinta dan rindu. di setiap mata angina yang bertiup lembut, aku menyadari bahwa aku , seiring waktu, adalah bagian dari narasi abadi kampong ini. Sungguh meski telah menglalang buana, hatiku selalu tertambat pada kampong-kampung di tepian sungai ini, tempat segalanya berakar dan bermimpi.”
Secara keseluruhan keempat puisi ini seperti secangkir kopi yang diminum di hujan gerimis. Ada rasa manis, ada kegetiran, ada rasa dingin dan rasa rindu. Membaca puisi ini menghadirkan perasaan yang komplit. Terima kasih untuk kiriman puisinya, ditunggu karya puisi lainnya. (*)
Tentang Kreatika
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post