Oleh: Andina Meutia Hawa
(Dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Dongeng merupakan satu bentuk sastra lisan. Dongeng dipahami sebagai cerita yang tidak pernah benar-benar terjadi dan dalam banyak hal, sering tidak masuk akal (Nurgiyantoro, 2018). Dalam bahasa Jerman, dongeng disebut märchen, berasal dari kata maere, bermakna ‘kabar’ atau ‘berita’. Sastra Jerman mengenal tiga jenis karya sastra, lyrik, epik, dan dramatik. Märchen merupakan bagian dari jenis sastra epik atau epos. Märchen menceritakan kemenangan tokoh baik atas tokoh jahat, harapan menjadi kenyataan, penyihir, binatang yang dapat berbicara dan berinteraksi dengan manusia (Moeller, 1991).
Dalam bahasa Inggris dongeng disebut folktale, folklore, atau cerita rakyat yang erat kaitannya dengan kebudayaan. Dananjaya (1982) mendefinisikan folklor sebagai bagian kebudayaan suatu kolektif dan diwariskan turun-temurun secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda. Dengan demikian, dongeng adalah salah satu cerita yang berasal dari berbagai kelompok etnis, masyarakat, atau daerah tertentu di berbagai belahan dunia, baik yang beradal dari tradisi lisan maupun yang sejak semula diciptakan secara tertulis.
Dongeng dapat dibedakan atas dongeng klasik dan dongeng modern. Dongeng klasik muncul sejak zaman dahulu dan telah diwariskan secara turun termurun melalui tradisi lisan. Adapun dongeng modern merupakan cerita dongeng yang ditulis ke dalam bentuk karya sastra, ditujukan untuk diceritakan dan dibaca. Dalam kesusasteraan Jerman, dikenal dua penulis bersaudara yang mengumpulkan doneng-dongeng klasik ke dalam sebuah buku berjudul Kinder- und Hausmärchen atau secara harfiah diterjemahkan menjadi dongeng anak-anak dan rumah tangga pada 1812. Kedua sosok tersebut adalah Jacob dan Wilhelm Grimm atau Grimm bersaudara. Dalam buku Kinder- und Hausmärchen terdapat dongeng-dongeng yang telah dikenal secara mendunia seperti Cinderella, Snow White, Rapunzel, Mother Holle dan sebagainya.
Dongeng-dongeng seperti Cinderella, Rapunzel, Snow White memiliki kekhasan berupa konflik tokoh baik dan tokoh jahat, memberikan ajaran pendidikan dan moral, ceritanya fiktif, memiliki unsur fantasi yang dapat mengembangkan imajinasi pembaca, dapat dinikmati semua kalangan, serta menawarkan keindahan melalui kemenarikan cerita (Mursini, 2011). Selain tokoh utama, dongeng-dongeng Grimm bersaudara juga identik dengan keberadaan tokoh ibu yang memiliki peran dan pengaruh yang cukup signifikan pada tokoh utama, misalnya pada dongeng Cinderella, tokoh ibu tiri digambarkan sebagai sosok yang jahat dan memberikan perlakuan buruk pada Cinderella (Fitriarti, 2022). Tokoh ibu tiri juga memiliki watak yang rakus, materialistis, ambisius, serta tidak segan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya, sekalipun harus menyakiti dan melukai anak-anaknya.
Tokoh “Ibu” dalam Dongeng Grimm Bersaudara
Tokoh adalah salah satu unsur intrinsik dalam karya sastra. Dalam dongeng, tokoh dibedakan menjadi tokoh protagonis dan antagonis. Setiap tokoh memiliki sifat dan karakter masing-masong. Penggambaran watak tokoh karya sastra disebut penokohan. Tokoh dan penokohan berfungsi untuk menghidupkan jalan cerita. Untuk mengetahui karakter tokoh dapat dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Penokohan langsung dilihat dari penggambaran langsung oleh pengarang, penokohan tidak langsung ditampilkan melalui dialog antar tokoh, pikiran, tanggapan tokoh lain, dan ciri fisik.
Tokoh ibu dalam dongeng-dongeng Grimm bersaudara kerap ditampilkan dalam dua bentuk, 1) sosok ibu penyayang dan baik hati, dan 2) sosok jahat dan suka menyiksa anak-anaknya. Menurut Maria Tatar, seorang pengajar Folkor and Mithology di Universitas Harvard, hal ini disebabkan oleh peran ibu yang sangat menentukan di masanya. Menurut Blair dalam Fitriati (2022), ibu merupakan menjadi sosok yang disegani, menegakkan peraturan, dan memarahi anak. Namun, pada ada saat yang bersamaan, ibu juga dapat menjadi sosok yang mengasuh, melindungi dan mengasihi. Pada tulisan ini akan dibahas gambaran tokoh ibu pada dongeng Mother Holle dan Rapunzel. Kedua dongeng memiliki persamaan, yaitu menampilkan dua sosok ibu. Dalam Mother Holle terdapat dua sosok ibu, yaitu ibu tiri dan ibu angkat, keduanya memiliki watak yang berlawanan. Dalam Rapunzel terdapat tokoh ibu kandung, dan ibu angkat. Berikut penggambaran tokoh ibu dalam dongeng Mother Holle dan Rapunzel.
Tokoh “Ibu” dalam Mother Holle
Mother Holle merupakan salah satu dongeng yang terdapat dalam dalam buku Kinder- und Hausmärchen. Mother Holle memiliki alur cerita yang mirip dengan Cinderella, menampilkan tokoh utama seorang gadis yang pasif, polos, dan pekerja keras. Si gadis tinggal bersama ibu tiri dan saudara tiri perempuannya. Ibu tiri adalah sosok yang kejam dan kasar pada si gadis, tetapi memanjakan anak kandungnya. Ia menyuruh si gadis mengerjakan pekerjaan rumah yang berat, namun hal itu tidak berlaku bagi anak kandung. Setiap hari ibu tiri menyuruh si gadis duduk di tepi sumur untuk memutar tali sumur hingga tangannya berdarah. Suatu hari gulungan sumur terkena darah si gadis. Ia bermaksud membersihkannya, namun secara tidak sengaja benda itu jatuh ke dalam sumur. Si gadis melaporkan kejadian tersebut pada ibu tiri. Ibu tiri justru menyalahkan si gadis, “as you have let the spindle fall into the well you may go yourself and fetch it out.” Melalui penggambarkan tersebut diperlihakan watak ibu tiri yang tidak memiliki belas kasihan pada si gadis dengan menuduhnya menjatuhkan gulungan sumur dan menyuruh si gadis untuk mengambilnya sendiri ke dalam sumur.
Si gadis melompat ke sumur. Ia mendapati dirinya berada di sebuah padang rumput yang penuh bunga. Si gadis terus berjalan dan menemukan oven yang dipenuhi roti. Roti itu dapat berbicara dan menyuruh si gadis mengambilnya. Si gadis terus berjalan dan mendengar pohon apel memanggilnya. Ia menggerak-gerakkan pohon tersebut, hingga apela-apel tersebut jatuh ke tanah. Di ujung jalan ia melihat sebuah rumah kecil yang ditinggali sesosok perempuan tua dengan gigi yang besar-besar. She saw and old woman, with such large teeth, that she was terrified, and turned to run away. Penampilan perempuan tua yang menyeramkan itu menimbulkan rasa takut pada diri si gadis dan membuatnya ingin melarikan diri. Namun, perempuan tua itu justru memanggilnya. “Apa yang kau takutkan, gadis kecil? Tinggallah bersamaku. Jika kau mau membantuku, aku akan membuatmu bahagia. Panggil aku Mother Holle,” ucap si perempuan tua dengan nada yang lembut.
Perempuan tua yang menyebut dirinya Mother Holle itu memiliki watak yang berkebalikan dengan ibu tiri. Ia tidak pernah memarahi si gadis, selalu memberinya daging bakar dan rebus setiap hari. Si gadis memiliki watak yang polos, berhati bersih, rajin, dan pekerja keras. Ia mengerjakan apa yang disuruh oleh Mother Holle dengan tekun dan tidak pernah mengeluh. Si gadis juga memiliki watak yang tulus. Meskipun telah menerima perlakuan tidak baik dari ibu dan saudara tirinya, ia tetap merindukan mereka dan ingin kembali ke rumah. Si gadis menyatakan keinginannya kepada Mother Holle. Mendengar hal itu, Mother Holle mendukungnya, “aku senang kau ingin kembali ke rumahmu. Kau sudah sangat membantuku”. Dialog tersebut menujukkan watak Mother Holle yang bijaksana dan tulus kepada si gadis.
Berkat ketekunan dan kebaikan hati si gadis, Mother Holle menghadiahinya emas. Si gadis berpamitan dan berjalan sampai menuju rumah. Melihat tubuh si gadis yang dipenuhi emas, ibu tiri dan saudara perempuannya menyambut si gadis dengan sangat baik. Hal ini memperlihatkan watak ibu tiri dan anak kandung yang materialistis dan menilai seseorang dari hartanya. Ibu tiri tidak pernah merasa puas, ia menyuruh anak perempuannya melakukan hal yang sama dengan si gadis. Berbeda dengan si gadis, andak kandung memiliki watak yang malas. Namun ibu tiri tidak peduli, baginya yang terpenting adalah bagaimana ia dapat mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Anak kandung pun bertemu dengan Mother Holle. Di hari pertama ia melakukan pekerjaan rumah dengan rajin, namun bermalas-malasan di hari berikutnya. Anak kandung yang manja berpikiran bahwa ia akan mengalami nasib yang sama dengan si gadis. Namun ia justru pulang ke rumah dengan sekujur kotoran menempel di tubuhnya.
Tokoh “Ibu” dalam Rapunzel
Selanjutnya, gambaran tokoh ibu dalam dongeng Rapunzel. Dalam Rapunzel juga terdapat dua ibu, yaitu ibu kandung Rapunzel dan seorang penyihir bernama Gothel. Ibu dan ayah kandung Rapunzel sudah lama mendambakan kelahiran seorang anak. Di bagian belakang rumah tempat tinggal mereka terdapat sebuah kebun yang ditumbuhi bunga-bunga lampion yang cantik. Kebun tersebut dimiliki oleh penyihir jahat dan paling ditakuti di seluruh dunia. Ibu kandung ingin memakan bunga-bunga lampion itu untuk mengobati dirinya yang sedang sakit. Ia meminta sang suami untuk mengambilnya.
Sang suami sangat mencintai istrinya. Hal itu diperlihatkan ketika ia menuruti keinginan istri yang ingin makan bunga tersebut. Suatu hari, sang penyihir mendapati suami yang sedang memetik bunga-bunga lampion. Penyihir itu marah, “mengapa kau mencuri bunga-bungaku?” Ketika mendengar alasan sang suami, hati penyihir melembut, “kalau begitu, aku izinkan kau mengambilnya sebanyak yang kau mau. Namun dengan satu syarat, kau harus menyerahkan anakmu begitu ia lahir. Aku akan membesarkan dan menyayanginya seperti anak kandungku.” Beberapa saat kemudian, sang ibu melahirkan anak perempuan yang dinamai Rapunzel. Nama Rapunzel sendiri berasal dari kata rampion atau bunga lampion.
Ibu dan ayah kandung Rapunzel tidak punya pilihan selain menyerahkan Rapunzel kepada sang penyihir. Hal ini memperlihatkan keduanya yang pasrah, serta sang ayah lebih mencintai istrinya ketimbang Rapunzel. Rapunzel tumbuh menjadi anak yang sangat cantik. Ia tinggal bersama penyihir di puncak sebuah menara yang hanya memiliki jendela. Hanya si penyihir yang boleh keluar dari menara. Jika ia ingin keluar, penyihir berseru, “Rapunzel, Rapunzel, turunkan rambutmu”, kemudian Rapunzel akan menjulurkan rambutnya. Suatu hari, seorang pangeran mendengar nyanyian Rapunzel dan ingin menemuinya. Sang pangeran memperhatikan sang penyihir bagaimana cara agar masuk ke menara. Rapunzel terkejut saat bertemu pangeran. Sang pangeran menyatakan bahwa ia ingin menikahi Rapunzel. Rapunzel juga memiliki sifat pasrah, akan nasibnya. Namun mendengar maksud pangeran, tumbuh keinginannya untuk meninggalkan penyihir. Ia berpikir, “pangeran akan lebih mencintaiku ketimbang sang penyihir”. Ketika mengetahui rencana pangeran dan Rapunzel, sang penyihir marah dan berkata, “anak tidak tau diri! Beraninya kau menghianatiku!” dan kemudian memotong rambut Rapunzel.
Dongeng Rapunzel memperlihatkan gambaran perempuan yang memiliki peran dominan daripada laki-laki. Hal itu diperlihatkan dari tokoh ibu kandung dan penyihir. Pertama, sosok ibu kandung meminta suaminya melakukan hal berbahaya. Namun, ibu kandung justru lemah terhadap sosok perempuan lain yang memiliki kekuatan lebih. Tokoh penyihir memperlihatkan sosok perempuan yang kuat dari luar namun di dalamnya menyimpan kelembutan dan kasih sayang. Penyihir marah pada ayah kandung karena telah mengambil bunga-bunga lampionnya tanpa izin. Ia juga merasa dikhianati oleh Rapunzel yang telah dibesarkan dengan kasih sayang justru ingin meninggalkannya.
Discussion about this post