Oleh: Elly Delfia
(Dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Buku kumpulan puisi yang berjudul Ya Allah Habibah terbit pada Juni 2022 dengan penerbit Egypt van Andalas. Selayaknya sebuah karya sastra, buku kumpulan puisi yang ditulis oleh Jonson Effendi mempunyai bagian-bagian yang menarik untuk diulas karena menyajikan cerita kehidupan dengan gaya tersendiri.
Bagian paling menarik dari buku puisi tersebut adalah tentang judul yang sama untuk 76 puisi, yaitu Ya Allah Habibah. Sekilas baca akan terasa nuansa monoton dan membosankan melihat judul puisi yang semuanya sama. Namun, setelah membaca lebih mendalam, puisi-puisi tersebut sesungguhnya berkisah tentang hal yang berlainan, misalnya rasa rindu tak tertahankan pada kekasih, perubahan sikap kekasih, perasaan ingin kembali ke masa kanak-kanak, memaknai hakikat cinta pada manusia serta cinta pada Tuhan, dan lain-lain.
Satu benang merah yang menyatukan puisi-puisi tersebut adalah cinta kepada perempuan, istri, dan kekasih yang dipanggil Habibah. Kata Habibah dalam bahasa Arab berarti: 1. Kekasih, 2. Yang tersayang, 3. Kesayanganku, dan 4. Tercinta (idenamadalamislam.com). Puisi-puisi dalam Ya Allah Habibah memang menyiratkan rasa cinta yang mendalam terhadap sosok Habibah yang disebut berulang kali dalam puisi. Dalam menyatakan perasaan cintanya, penulis tidak lupa menyertakan nama Allah sebelum nama Habibah. Hal itu bermakna bahwa rasa cinta kepada makhluk (Habibah) tidak melebihi rasa cinta kepada Sang Khalik (Allah Swt). sebagai bentuk rasa takjubn dan syukur terhadap kehadiran Habibah, penulis selalu menyebut nama Allah, Tuhannya sebelum menyebut nama Habibah sebagai istri dan juga orang terkasihnya.
Ya Allah, Habibah adalah sebuah representasi dari kisah cinta anak manusia. Kisah cinta yang sudah ada sejak dunia tercipta yang dimulai oleh kisah cinta Nabi Adam dan Siti Hawa. Hingga kini kisah cinta anak manusia selalu menyisakan banyak romansa dan cerita. Hal itu disebabkan oleh cinta memberikan kekuatan. Cinta memberikan semangat kehidupan pada manusia untuk melakukan tindakan-tindakan luar biasa. Untuk itu, ada banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mengungkapkan rasa cinta pada manusia lainnya, salah satunya membuatkan puisi, membelikan barang-barang mewah, memberikan bunga, membangunkan rumah, membelikan gedung bertingkat, dan lain-lain.
Rasa cinta selalu terkait dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan, apakah berstatus sebagai suami istri, pasangan kekasih, orang tua dan anak, kakak adik, dan lainnya. Kisah cinta tersebut ada yang berakhir bahagia dan ada juga yang berakhir dengan petaka. Kisah cinta yang berakhir bahagia dapat kita lihat pada kemegahan Taj Mahal yang dibangun oleh Shah Jahan, Raja Mughal dari Agra, India untuk istrinya Mumtaz ul Zamani atau Mumtaz Mahal pada tahun 1632 Masehi. Saat ini, bangunan lambang cinta tersebut ditetapkan sebagai salah satu situs warisan dunia UNESCO.
Kemudian, Jonson Effendi telah melakukan hal yang sama dengan menerbitkan buku puisi sebagai ungkapan rasa cinta untuk sang istri. Dengan terbitnya buku ini, penulis telah mencatatkan sejarah kisah cintanya yang mendalam terhadap sang istri, seperti yang tergambar dalam larik-larik puisi di bawah ini.
Ya Allah, Habibah
Aku ingin menjadi obat kala kau sakit jadi penawar ketika gelisah
Menghapus air matamu ketika sedih
Aku ingin menjadi penghibur kala kau berduka mengoyak jiwa
Sambutlah senyum seikhlas hati semoga damai bersama cinta
Habibah, tidak inginkah kau melihat rumah keabadian tempat tinggal kita.
Plg, 26/09/2015
Ya Allah, Habibah
Kusebut namamu duhai, Habibah! Seirama tarikan napas penantian
Panjang bercerita tentang kerinduan teringat akan dirimu Ketika
Menikmati malam daku terlena dipangkuanmu menyulam kenangan
Plg, 26/10/2015
Ya Allah, Habibah
“Duhai Habibah kau bagai ratu kupu-kupu bersayap terbang di antara lampion taman eden”
“Duhai raja cahaya mataku, kau selalu tahu cara membuat hatiku terhibur”
Pariaman, 17/07/2017
Ada unsur pengulangan kata Ya Allah, Habibah dalam puisi-puisi tersebut dan juga pada judul-judul puisi. Meskipun semua puisi-puisi tersebut diciptakan pada waktu yang berbeda dan membicarakan topik yang berbeda, Habibah tetap menjadi kata yang sering diulang dalam puisi. Realitas yang tergambar dari pengulangan kata tersebut adalah Habibah merupakan kata yang penting untuk mengekspresikan rasa cinta yang mendalam dari penulis. Pengulangan tersebut melahirkan keunikan tersendiri dalam puisi-puisinya. Keunikan tersebut dikenal dengan repetisi.
Repetisi adalah penggunaan unsur bahasa atau kata-kata yang mengalami pengulangan dalam sebuah teks (puisi) (Sawirman, 2023:51). Fungsi repetisi adalah untuk penekanan makna pada kata yang diulang. Repetisi menyiratkan bahwa kata diulang merupakan bagian penting dari teks. Selain itu, repetisi juga berfungsi untuk memberi efek keindahan atau irama pada kata yang diulang. Repetisi juga termasuk ke dalam salah satu metamora atau majas yang selalu menjadi pertimbangan penulis dalam proses penciptaan puisi. Salah satu aspek estetik dalam puisi terdapat dalam repetisi.
Penggunaan repetisi seperti pola di atas juga terdapat dalam puisi-puisi Sutardji Calzoum Bakri yang berjudul “Tragedi Winka dan Sihka”. Kata kawin dan kasih diulang-ulang dan dibolak-balik sejak awal hingga akhir larik puisi tersebut. Hal itu menunjukkan betapa banyak interpretasi yang dapat dilakukan terhadap puisi Winka dan Sihka sebagai simbol dari hubungan perkawinan dan perkasihan (cinta kasih) yang terjadi di antara sepasang anak manusia. Perkawinan dan cinta kasih dapat menimbulkan takdir yang zig zag dalam kehidupan manusia, seperti pola zig zag yang terdapat dalam puisi “Tragedi Winka Sihka. Ada duka, kesedihan, air mata, dendam, amarah, dan juga kebahagiaan yang ada dalam perkawinan yang menyatukan anak manusia.
Membaca puisi “Tragedi Winka dan Sihka” pada mulanya bakal membuat bingung pembaca. Pembaca akan berpikir di mana letak unsur puitis atau indah dari puisi itu? Seperti saya yang mulanya tidak dapat menikmati keindahan puisi itu karena tidak ada metafora apa pun di sana selain kata winka dan sihka yang diulang-ulang dan dibolak-balik menjadi kawin dan kasih. Namun, puisi tersebut menjadi puisi yang memiliki multiinterpretasi di kalangan akademisi dan menjadi branding diri yang membuat Sutardji dikenal dan diperbincangkan oleh banyak orang. Puisi tersebut dianalisis dengan berbagai pendekatan oleh mahasiswa kajian puisi, puisi itu lekat di bibir para sastrawan, diperbincangkan dalam diskusi-diskusi sastra, dan juga dibacakan di panggung-panggung pertunjukkan.
Fakta tersebut membawa saya pada pemahaman tentang lisensia puitika yang dimaknai sebagai hak atau kekebasan yang dimiliki oleh seorang penyair untuk tidak taat pada pada kaidah kebahasaan saat mencipta puisi. Dengan lisensia puitika puisi adalah karya sastra yang lahir dari kreativitas seorang penyair dan memiliki kebebasan tanpa batas, seperti yang dilakukan oleh seorang Sutardji Calzoum Bakri dalam “Tragedi Winka dan Sihka” dan juga Jonson Effendi dalam Ya Allah Habibah. Pembaca ataupun para kritikus dapat memaknai puisi-puisi tersebut sesuai dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk membahas karya sastra, seperti interteks, sosiologi sastra, psikologi sastra, semiotik, hermeneutik, dan lain-lain. Salah satunya dapat digunakan untuk memahami kehadiran puisi, seperti halnya ulasan repetisi yang digunakan untuk mengungkap realitas yang terdapat dalam puisi-puisi Ya Allah, Habibah.
Discussion about this post