Manusia Berharga
Kali ini aku ingin bicara pada dunia
Tentang kata yang tak lagi biasa
Pelajaran dan pesan berharga dari bapak Ki Hajar Dewantara
Menjadi seorang guru bermartabat dan bijaksana
Bukanlah sejumlah huruf yang menari di wajah papan
Sejatinya menuntun angan yang terpatri di balik jiwanya
Bukan hanya menjalar menuang kekosongan
Mengakar mediator kala kelas bicara
Mustahil bagi ikan menyirip dahan menjulang
Mungkin nihil ketika tupai menerjang arus gelombang
Bahkan biji-biji yang disemai tak semua perkasa
Menuntun dan mengarahkan adalah tugas mulia
Guru kehidupan sesungguhnya bukan mengajar merangkai kata
Teladan setiap lembaran asa
Menyemai tunas bangsa pada hidup penuh cahaya
Menuju hari-hari nan surga
Kemerdekaan murid adalah hal utama
Merangkai pembelajaran menyenangkan penuh makna
Menyulap bunga bangsa meninggikan akalnya
Menjadi manusia berharga di hadapan Tuhannya.
Engkaulah Puisi
Hari ini aku ingin bicara pada dunia tentang kata yang tak lagi biasa
Ia menari dalam otak dan menyelinap dalam hati para pujangga
Bersamanya aku mengenal dunia
Dengannya juga kini aku lebih mengenal cinta dan air mata
Ia hadir dengan untaian penuh makna
Bukan sembarang kata bisa menyatu dan singgah
Bukan pula onggokan kalimat hampa
Rima-rima membingkainya dengan nada-nada terindah
Ketika dunia bungkam dan tak mampu bicara
Ia menjelma dari derasnya aliran jiwa
Ketika mulut, tangan dan kaki tak lagi senyawa
Ia akan menyelinap ke ubun-ubun dengan tetesan peluh dan air mata
Dengannya mewakili hati nan hampa
Dengannya mewakili semangat dan jiwa bergelora
Bersamanya mampu membingkai derita lebih indah
Bersamanya paham renungan dan tak pasrah
Ialah yang kunamai puisi
Sebuah nama yang melekat indah di sanubari
Puisi telah menghias dunia
Puisi bisa mengubah cakrawala dan hati manusia
Semua kisah dibungkusnya dalam sajak terindah
Membawa angan bercanda dan bergelut dalam kuburan kata
Dengan puisi kutanam ratusan syair merekah
Di lipatan jiwamu kautuai segala rasa bermakna tentangnya.
Kuntum di Taman Cinta
Tunggu saja aku di taman cinta
Tempat jiwa biasa bersulang di musim rindu
Tak kubiar kuntum merana
Kurawat dikau dengan sejuta syair pengganti rindu yang memuai
Di sini, hati ini pun tak kuasa menahan di ranum petang
Di setiap pinggir senja kan kugelar pelangi pengganti jingga
Agar pucuk-pucuk malam merentang mekar putihmu
Bergelut di dahan mimpiku dengan sejuta warna
Percayalah, tanpa putikmu aku daun merana
Rantingku di kota ini patah ditebas cemas
Mimpi tandus kian meranting
Bahkan terkubur di laman rintih
Bila saja penantianmu kunjung usai
Kan kuasingkan jiwa dalam kubangan perih
Kusulam terik lewat pagi
Biar rinduku hanyut bersama embun yang berderai.
Biodata Penulis:
Novi Handra, S.Pd.I, M.Pd., seorang guru PAI yang menyukai literasi dan juga penggiat literasi yang belajar secara otodidak. Ia meraih juara 2 Duta Baca Sumatera Barat tahun 2022 dan juara 1 cipta puisi tingkat Nasional, 5 besar pembaca puisi terbaik pilihan UNSA tingkat nasional, dan karyanya banyak dimuat di buku-buku antologi nasional. Ia aktif di berbagai komunitas kepenulisan dan telah menelurkan 10 buku. Sekarang, ia merupakan ketua FLP PALIKO (Forum Lingkar Pena Payakumbuh dan Lima Puluh Kota) dan juga CGP angkatan 6 Kota Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat.
Puisi dengan Gerak-gerik yang Santun
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Percayalah, tanpa putikmu aku daun merana
Rantingku di kota ini patah ditebas cemas
Mimpi tandus kian meranting
Bahkan terkubur di laman rintih
(Novi Handra, 2023)
Puisi dianggap sebagai salah satu media penyampai pesan sosial yang efektif. Hal ini dapat terjadi karena puisi memiliki dinamika kebahasaan yang unik. Keunikan puisi lainnya dapat dilihat dari struktur bangunannya yang kuat dan kokoh (Isnaini, 2021). Bahasa menjadi salah satu bagian penting dalam membangun tema sebuah puisi. Waluyo (1987) menegaskan bahwa puisi menjadi salah satu karya penyair yang memiliki gagasan tertentu dengan media bahasa. Penggunaan media bahasa tersebut menjadikan puisi memiliki perbedaan yang mendasar dengan teks lain. Lebih jauh lagi, Nurgiantoro (2014) membahas bahwa gagasan dalam puisi tersembunyi dalam simbol bahasa dan struktur dalam puisi. Dengan konsep tersebut, puisi harus dibahas dengan membahas struktur dan bahasa yang ada di dalamnya.
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya (Alfishar, 2021).
Kreatika edisi kali ini menampilkan tiga buah puisi karya Novi Handra, seorang guru PAI yang telah berulang kali memenangkan lomba menulis puisi. Ketiga puisi tersebut berjudul “Manusia Berharga”, “Engkaulah Puisi”, dan “Kuntum di Taman Cinta”.
Puisi-puisi Handra cenderung seperti seorang pria dewasa yang menghadiri sebuah jamuan makan malam dengan mengenakan setelan formal, gerak-gerik santun, tutur kata ramah dan sopan, serta tindak-tanduk yang terjaga, terkontrol, terkendali. Kalaupun ada riak-riak emosi yang terpancing oleh suatu situasi, semuanya tampil ke permukaan dengan ekspresi yang tenang menyurukkan getar perasaan. Puisi Handra bukan yang bertipikal mendayu-dayu, bukan pula jenis yang memekik lantang.
Puisi pertama bernuansa didaktis gaya seorang guru yang menjadikan Ki Hajar Dewantara sebagai panutan dengan filosofi Tut Wuri Handayani, yang artinya, “Dari belakang, seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.” Melalui puisi “Manusia Berharga”, Handra mengungkapkan peran seorang guru yang menjadi mediator para murid untuk menggali potensi diri sebagai modal dalam menjalani kehidupan dan menyelesaikan persoalan yang kelak akan dihadapi. Seorang guru bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya yang dengan ilmu tersebut para murid melakukan hal yang tanpa ilmu dianggap tidak mungkin, seperti ‘mustahil bagi ikan menyirip dahan menjulang’ dan ‘mungkin nihil ketika tupai menerjang arus gelombang’. Tugas guru adalah menuntun dan mengarahkan, sebab tidak semua orang memahami kemampuan dirinya, ‘Bahkan biji-biji yang disemai tak semua perkasa’.
Lebih jauh, penulis menyampaikan bagaimana fungsi dan posisi seorang guru yang semestinya: ‘Guru kehidupan sesungguhnya bukan mengajar merangkai kata/ Teladan setiap lembaran asa/ Menyemai tunas bangsa pada hidup penuh cahaya/ Menuju hari-hari nan surga// Kemerdekaan murid adalah hal utama/ Merangkai pembelajaran menyenangkan penuh makna/ Menyulap bunga bangsa meninggikan akalnya/ Menjadi manusia berharga di hadapan Tuhannya.’ Guru membimbing murid-murid menemukan kompetensi dirinya tanpa paksaan, melainkan melalui dialog intelektual yang elegan sehingga para murid berkembang menjadi manusia yang memiliki pikiran kreatif dan terbuka.
Puisi kedua, “Engkaulah Puisi” menukik ke puisi sebagai objek perhatian, walaupun ada kemungkinan puisi dijadikan metafora untuk sesuatu yang lain, misalnya seorang manusia yang dekat di hati. Bagi penyair, puisi adalah sesuatu yang ‘menari dalam otak dan menyelinap dalam hati para pujangga; Bersamanya aku mengenal dunia; Dengannya juga kini aku lebih mengenal cinta dan air mata’. Larik ini menunjukkan betapa akrabnya aku lirik dengan puisi. Puisi mengenalkannya pada dunia, cinta, dan duka cita.
Bait kedua menggambarkan bagaimana bentuk karya sastra puisi di mata penyair: ‘Ia hadir dengan untaian penuh makna; Bukan sembarang kata bisa menyatu dan singgah; Bukan pula onggokan kalimat hampa; Rima-rima membingkainya dengan nada-nada terindah’. Puisi adalah struktur bahasa yang menggunakan kata-kata terpilih penuh makna dan mempertimbangkan aspek keindahan bunyi. Puisi dapat menyampaikan pesan penyair berupa ungkapan perasaan, gagasan, kegelisahan, kritik, perenungan, atau nasihat kepada orang lain. Dengan keunikan gaya bahasa yang digunakannya, puisi dapat mengubah cakrawala dan hati manusia.
Puisi ketiga terasa cukup personal yang menampilkan sisi romantis sang penulis: “Kuntum di Taman Cinta”. Bagi orang yang jatuh cinta, puisi ini terasa memabukkan: ‘Tunggu saja aku di taman cinta/ Tempat jiwa biasa bersulang di musim rindu/ Tak kubiar kuntum merana/ Kurawat dikau dengan sejuta syair pengganti rindu yang memuai’. Bait ini secara metaforik menggambarkan relasi sepasang kekasih yang saling melengkapi, saling membahagiakan, bisa juga bermakna saling memuaskan hasrat.
Penyair mendedahkan kegalauan hati seseorang yang tengah merindu. ‘Di sini, hati ini pun tak kuasa menahan di ranum petang/ Di setiap pinggir senja kan kugelar pelangi pengganti jingga/ Agar pucuk-pucuk malam merentang mekar putihmu/ Bergelut di dahan mimpiku dengan sejuta warna’. Kehadiran orang yang dipuja umpama obat manjur pereda sakit. Sebelum yang dinanti itu datang jiwa akan terus gelisah dan resah membayangkan hal-hal yang mungkin saja terjadi.
Puisi adalah media yang menarik untuk mengungkapkan perasaan atau sekadar perenungan atas apa yang terpandang mata, terdengar telinga yang bisa jadi menyimpan makna.[]
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post