Ada yang menarik ketika kita memperhatikan berbagai tulisan di sepanjang toko. Rupa-rupa tulisan yang dibuat terkadang membuat kita berpikir mengapa bisa berbeda antara satu spanduk dengan spanduk lainnya? Dalam satu spanduk misalnya, tercantum sate ayam dan kambing, sedangkan spanduk lain memuat sate ayam dan sate kambing. Perbedaan tersebut sangat tepat dikaji dengan melihat kesejajaran bentuk dalam frasa atau klausa yang ditulis. Istilah lainnya ialah paralelisme.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paralelisme adalah hal sejajar; kesejajaran; kemiripan; penggunaan bentuk sintaksis yang sepadan (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia, 2022). Penggunaan bentuk sintaksis yang sepadan ini menjadi bagian dari kajian linguistik. Kita dapat menentukan bentuk mana yang sepadan. Apakah sate ayam dan kambing atau sate ayam dan sate kambing?
Kedua bentuk tersebut berada dalam tataran frasa. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif (Kridalaksana, 1982: 46). Tidak predikatif maksudnya gabungan kata tersebut belum dapat dikatakan membentuk sebuah kalimat sehingga unsur yang dibentuk harus berasal dari bentuk yang sama. Untuk melihat kesepadanan dalam frasa di atas, dapat dianalisis dengan melihat bentuk-bentuk berikut.
(1) sate ayam dan kambing
(2) sate ayam dan sate kambing
Gabungan kata pada frasa tersebut memiliki dua unsur yang dipisahkan oleh kata hubung dan. Kata hubung dan merupakan kata penghubung satuan bahasa yang setara. Artinya, kata atau frasa yang dihubungkan harus bersifat setara atau memiliki kesamaan bentuk. Maksudnya, kata benda harus dihubungkan dengan kata benda; kata kerja harus dihubungkan dengan kata kerja; kata sifat harus dihubungkan dengan kata sifat. Selain itu, bentuk kata juga harus dihubungkan dengan kata; bentuk frasa juga harus dihubungkan dengan frasa.
Pada bentuk (1), unsur sate ayam dinyatakan memiliki hubungan setara dengan kambing; sedangkan pada bentuk (2), unsur sate ayam dinyatakan memiliki hubungan setara dengan sate kambing. Padahal, jika dicermati dengan saksama, hubungan setara hanya terdapat pada bentuk (2). Frasa sate ayam memiliki hubungan setara dengan frasa sate kambing.
Frasa sate ayam dan sate kambing ini merupakan frasa atributif. Salah satu unsur merupakan inti dan unsur lain menjadi atribut. Pada frasa sate ayam, kata sate merupakan bentuk inti, sedangkan kata ayam merupakan atribut. Unsur atribut ini dapat digantikan dengan unsur lain yang mirip atau setara. Oleh karena itu, kata ayam dapat digantikan dengan unsur lain yang setara, seperti kambing. Dengan demikian, frasa yang terbentuk selain sate ayam adalah frasa sate kambing. Hal ini menunjukkan bahwa jenis sate yang dimaksud dalam frasa tersebut dapat digantikan dengan jenis bahan baku yang diolah sehingga ada olahan sate ayam dan ada olahan sate kambing.
Sementara itu, pada bentuk (1) tampak bahwa unsur yang digabungkan tidak setara. Bentuk tersebut menghubungkan frasa sate ayam dan kata kambing. Sate ayam merupakan makanan olahan berupa sate yang berbahan baku ayam, sedangkan kambing merupakan binatang pemamah biak dan pemakan rumput yang biasanya dipelihara sebagai hewan ternak untuk diambil daging, susu, dan bulunya. Dengan demikian, frasa ini merupakan bentuk yang tidak sepadan dalam bahasa Indonesia.
Bentuk lain yang mirip kesalahannya adalah tas merah dan biru. Bentuk tas merah merupakan frasa atributif yang terdiri atas tas dan warna merah. Tas merupakan kemasan atau wadah yang biasanya bertali dan dipakai untuk menaruh, menyimpan, atau membawa sesuatu. Wadah ini berwarna merah sehingga disebut dengan tas merah. Dengan demikian, tas merah menjadi bentuk yang tidak sepadan jika dihubungkan dengan kata biru. Biru merupakan warna dasar yang serupa dengan warna langit yang terang. Dengan demikian, tidak sepadan jika frasa tas merah dihubungkan dengan kata biru. Frasa yang tepat adalah tas merah dan tas biru.
Ketidaksepadanan bentuk dalam kedua frasa tersebut dipicu oleh pemahaman masyarakat yang menyatakan bahwa bentuk yang sama dalam sebuah kalimat dapat dilesapkan atau dihilangkan, misalnya sebuah kalimat terdiri atas tiga klausa, yakni (1) ibu membeli beras di toko; (2) ibu membeli minyak goreng di toko; dan (3) ibu membeli gula di toko. Ketiga klausa tersebut memiliki unsur yang sama, yakni subjek yang sama, yaitu ibu; predikat yang sama, yaitu membeli; serta keterangan tempat yang sama, yaitu di toko. Hanya unsur objek yang berbeda karena klausa pertama memuat objek beras, klausa kedua memuat objek minyak goreng, serta klausa ketiga memuat objek gula. Dengan demikian, dalam membentuk sebuah kalimat, unsur yang sama boleh dihilangkan karena berfungsi sama dalam sebuah kalimat sehingga terbentuklah kalimat Ibu membeli beras, minyak goreng, dan gula di toko.
Berdasarkan hal tersebut, terjawablah pertanyaan manakah penulisan yang tepat untuk spanduk yang berbeda antara sate ayam dan sate kambing dengan sate ayam dan kambing. Frasa yang benar merupakan bagian dari sebuah kalimat informasi dalam spanduk berikut.
(3) Pemilik toko ini menjual sate ayam dan sate kambing.
(4) Di sini dijual sate ayam dan sate kambing.
Selain frasa tersebut, menarik juga jika kita bahas spanduk lain di sebuah toko yang bertuliskan servis koper dan tas. Jika dilihat dari jumlah kata sepertinya sama dengan sate ayam dan kambing? Apakah tulisan ini juga memuat kaidah yang tidak tepat? Pertanyaan ini sangat menarik dikaji karena sebenarnya kedua bentuk tersebut merupakan bentuk yang berbeda.
Bentuk servis koper dan tas merupakan frasa atributif yang terdiri atas servis sebagai bentuk inti, sedangkan koper dan tas merupakan atribut. Frasa tersebut merupakan gabungan dari frasa (1) servis koper dan (2) servis tas. Oleh sebab itu, koper dan tas merupakan unsur yang bermakna ketika berdiri sendiri. Salah satu kata servis pada frasa tersebut dapat dilesapkan sehingga terbentuklah frasa servis koper dan tas.
Sementara itu, kata ayam dan kata kambing, serta kata merah dan kata biru bermakna lain jika berdiri sendiri. Ayam dan kambing merupakan nama binatang, sedangkan merah dan biru merupakan jenis warna. Sementara, itu, yang dimaksud pada spanduk adalah olahan makanan sate ayam dan sate kambing, serta variasi warna pada tas berupa tas merah dan tas biru. Dengan demikian, tidak cocok jika salah satu kata sate dan salah satu kata tas dilesapkan pada bentuk frasa tersebut.
Jika disejajarkan ketiga frasa tersebut, tampak bahwa frasa koper dan tas merupakan variasi dari jenis barang yang diservis; frasa sate ayam dan sate kambing merupakan variasi olahan sate; serta frasa tas merah dan tas biru merupakan variasi dari warna tas.
Tidak hanya dalam spanduk, baliho, atau papan pengumuman, penulisan bentuk yang tidak sejajar juga ditemukan dalam karya ilmiah, seperti skripsi, tesis, disertasi, artikel jurnal, hingga buku referensi. Kita bisa lihat pada kalimat berikut.
(7) Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, menganalisis data, dan penyajian hasil analisis data.
Dalam kalimat 7 tersebut, tampak bahwa ketidaksejajaran terletak pada unsur yang dirinci, yakni pengumpulan data, menganalisis data, dan penyajian hasil analisis data. Ada pilihan kata yang tidak sejajar antara pengumpulan, menganalisis, dan penyajian. Bentuk-bentuk tersebut akan sejajar jika kata tersebut menggunakan bentuk yang sama, yakni sama-sama menggunakan peN-an atau meN-. Penulisan yang tepat dapat dipilih dari dua kalimat berikut.
(7a) Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, penganalisisan data, dan penyajian hasil analisis data.
(7b) Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu mengumpulkan data, menganalisis data, dan menyajikan hasil analisis data.
Bentuk-bentuk lain yang tidak sejajar juga dapat dilihat pada kalimat berikut.
(8) Mahasiswa harus menyusun laporan, kelengkapan materi yang dilampirkan, dan simpulan hasil penelitian.
(9) Tugas para pustakawan meliputi pembelian buku, membuat katalog, dan mengatur peminjaman buku.
(10) Maskapai tidak bertanggung jawab terhadap kehilangan dokumen, kerusakan barang, busuknya makanan, dan jika hewan yang diletakkan di dalam bagasi tiba-tiba mati.
Bentuk kata menjadi tidak sejajar pada kalimat tersebut karena menggunakan imbuhan yang bervariasi dalam satu kalimat. Agar kalimat tersebut menjadi kalimat efektif karena memiliki unsur yang sejajar, kita dapat memperbaiki menjadi bentuk berikut.
(8a) Mahasiswa harus menyusun laporan, melengkapi materi yang dilampirkan, dan menyimpulkan hasil penelitian.
(9a) Tugas para pustakawan meliputi pembelian buku, pembuatan katalog, dan pengaturan peminjaman buku.
(10a) Maskapai tidak bertanggung jawab terhadap kehilangan dokumen, kerusakan barang, kebusukan makanan, dan kematian hewan yang diletakkan dalam bagasi.
Pada kalimat 8a, kalimat tersebut menjadi sejajar ketika semua predikat sama-sama mendapat awalan meN-. Pada kalimat 9a, kalimat tersebut menjadi sejajar ketika semua objek mendapat konfiks peN-an. Pada kalimat 10a, kalimat tersebut menjadi sejajar ketika unsur keterangan sama-sama mendapat konfiks ke-an.
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada kasus bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa sebuah frasa, klausa, dan kalimat harus memuat unsur yang sejajar agar menjadi bentuk yang efektif atau sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Jika terbiasa menggunakan bentuk-bentuk yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, sangat mudah bagi kita untuk menghasilkan karya ilmiah yang memuat kalimat efektif. Dengan cermat berbahasa, kita pun menjadi semakin mahir berbahasa Indonesia!
Discussion about this post