Di dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (28 Juli 2021), terdapat tiga belas kaidah penggunaan huruf kapital.
Tiga belas kaidah tersebut, yaitu (1) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat, (2) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan, (3) huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung, (4) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan, (5) a. huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama orang, (5) b. huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan, (6) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat, (7) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, (8) a. huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari besar atau hari raya, (8) b. huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah, (9) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi, (10) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, (11) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah, serta nama majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak di posisi awal, (12) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan, dan (13) huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan.
Jika dilihat dari keterangan tiga belas kaidah tersebut, huruf pertama kata bapak dan ibu (nomor 13) ditulis dalam huruf kapital. Akan tetapi, penulisan huruf kapital untuk kata kekerabatan tersebut juga harus memperhatikan beberapa kaidah berikut. Pertama, huruf kapital yang digunakan dalam kata kekerabatan (seperti ayah, ibu, kakak adik, bibi, paman, nenek, dan kakek) berfungsi sebagai penyapaan. Apa konteks penyapaan tersebut? Konteks penyapaan ini berlaku ketika kata bapak dan ibu ditujukan kepada orang yang berperan sebagai orang kedua dalam komunikasi tersebut. Orang kedua adalah pendengar atau pembaca. Dengan demikian, huruf pertama kata bapak dan ibu ditulis dalam huruf kapital ketika bapak dan ibu tersebut berperan sebagai mitra tutur atau orang yang sedang diajak berbicara. Oleh sebab itu, fungsinya sebagai kata sapaan. Contoh dari konteks itu bisa dibaca dalam kalimat-kalimat berikut:
- Apa kabar, Bu?
- Apa yang sedang Bapaklakukan?
- Ayo, kita ke sana, Bu!
- Selamat malam, Pak.
Kata bapak dan ibu dari keempat contoh itu, berperan sebagai mitra tutur atau orang yang sedang diajak berbicara dalam komunikasi tersebut. Kata bapak dan ibu berfungsi sebagai sapaan atau panggilan. Selain kaidah ini, huruf pertama kata bapak dan ibu juga ditulis dalam huruf kapital jika diikuti oleh nama orang. Contoh dari uraian ini bisa dibaca dalam kalimat-kalimat berikut:
- Saya belajar bahasa Indonesia dengan Ibu Ariana.
- Presiden Indonesia adalah Bapak Joko Widodo.
Di dalam penulisan karya sastra, penggunaan kata sapaan ini sangat sering digunakan. Hal ini disebabkan setiap karya selalu memiliki tokoh. Penggunaan huruf kapital pada kata kekerabatan sebelum nama bisa membantu pembaca untuk mengidentifikasi tokoh tersebut. Hal ini bisa dibaca dalam contoh berikut:
- Ayala adalah sahabat saya sejak kecil. Kami sudah lama tidak bertemu. Kemarin, ibunya datang ke kota saya untuk kepentingan bisnis. Ayala meminta saya untuk menjemput ibunya ke bandara. Saya bertemu dengan ibu Ayala sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.
- Hari ini, saya akan bertemu dengan pimpinan baru perusahaan kami. Orang-orang memanggilnya Ibu Ayala. Ibu Ayala dikenal sebagai perempuan yang tangguh dan pekerja keras.
Dari dua contoh tersebut, kita bisa melihat ada penggunaan dua frasa yang sama ketika menyebutkan seorang tokoh yaitu ibu Ayala (huruf pertama kata ibu tidak ditulis kapital) dan Ibu Ayala (huruf pertama kata ibu ditulis kapital). Frasa ibu Ayala memberi pemahaman kepada pembaca bahwa tokoh yang sedang dibicarakan adalah sosok ibu dari seorang anak yang bernama Ayala. Ayala bukanlah nama ibu tersebut, tetapi nama anaknya. Hal ini berbeda dengan contoh kedua dengan kata ibu yang huruf pertamanya ditulis dalam huruf kapital. Frasa Ibu Ayala menjadi satu sapaan untuk seseorang yang bernama Ayala dan didahuli dengan kata ibu sebagai pengormatan dalam konteks pekerjaan.
Kata bapak atau ibu tidak ditulis dengan huruf pertama kapital jika tidak berfungsi sebagai dua peran yang dituliskan sebelumnya, yaitu sebagai kata sapaan dan tidak diikuti oleh nama orang. Contoh dari uraian ini bisa dibaca dalam kalimat berikut:
- Sebentar lagi, kakak saya akan menjadi seorang ibu.
- Kopi adalah salah satu minuman favorit ayah
Kata ayah dan ibu dalam dua contoh tersebut bukanlah orang yang sedang diajak berbicara, tetapi orang yang sedang dibicarakan. Ibu dan ayah dalam dua kalimat tersebut menempati posisi orang ketiga dalam komunikasi. Oleh sebab itu, huruf pertama pada kata ayah dan ibu tidak ditulis dalam huruf kapital. Kata penyapaan hubungan kekerabatan ini tidak hanya berlaku untuk kata bapak, ibu, dan ayah, tetapi juga untuk hubungan kekerabatan lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut:
- Ini bagus sekali, Kak!
- Terima kasih banyak ya, Nak!
- Dia siapa, Kek?
- Ada apa, Dik?
Namun demikian, di dalam budaya Indonesia, kata sapaan tidak hanya ditujukan kepada orang dalam hubungan kekerabatan. Hal ini disebabkan masyarakat Indonesia juga menggunakan profesi, jabatan, dan gelar lainnya sebagai kata sapaan. Apakah kaidah penulisan huruf kapitalnya juga sama? Pada hakikatnya, penulisan huruf kapital untuk konteks ini sama dengan yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini bisa dilihat kembali pada kaidah penggunaan huruf kapital nomor 5 dan 6. Nama kehormatan, keturunan, keagamaan, akademik, profesi, jabatan, kepangkatan, pengganti nama instansi atau nama tempat yang diikuti oleh nama orang atau berfungsi sebagai penyapaan juga ditulis kapital. Contoh dari kaidah ini dapat dibaca dalam kalimat berikut:
- Ceramah Jumat ini akan disampaikan oleh Haji Abdullah (Kata haji diikuti oleh nama orang).
- Seminar itu dihadiri oleh banyak orang karena pematerinya adalah Doktor (Kata doktor diikuti oleh nama orang).
- Bagaimana kedaan adik saya, Dokter? (Kata dokter digunakan sebagai sapaan).
- Silakan masuk, Prof! (Kata prof digunakan sebagai sapaan).
- Acara itu diresmikan oleh Presiden (Kata presiden diikuti oleh nama tempat).
- Seminar itu dihadiri oleh Gubernur Sumatra Barat. (Kata gubernur diikuti oleh nama tempat).
- Festival itu dibuka oleh Rektor Universitan Andalas. (Kata rektor diikuti oleh nama instansi).
Penggunaan huruf kapital pada unsur yang telah dituliskan tersebut jika tidak berfungsi sebagai kata sapaan, tidak diikuti oleh nama orang, tempat, atau instansi, tidak ditulis dalam huruf kapital. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut:
- Dia sangat ingin menjadi seorang presiden.
- Kakak perempuan saya adalah seorang dokter.
- Saya sangat ingin bertemu dengan gubernur.
- Ayah saya belum haji.
- Dosen itu ingin menjadi rektor.
Konteks penyapaan dalam komunikasi Indonesia, membuat penulisan huruf pertama sosok orang yang disapa atau dipanggil tersebut, ditulis dalam huruf kapital. Hal ini juga berfungsi dalam kata ganti bahasa Indonesia. Pronomina anda yang berperan sebagai mitra tutur dalam komunikasi juga perlu ditulis dalam huruf kapital, seperti dalam kalimat “Apakah Anda mengerti?”, “Di mana Anda bekerja?”, dan “Siapa nama ayah Anda?”. Pronomina untuk orang ketiga tidak ditulis dalam bentuk huruf kapital karena kata dia, beliau, dan mereka bukanlah orang yang sedang diajak berbicara, tetapi orang yang sedang dibicarakan. Oleh sebab itu, julukan yang berfungsi sebagai sapaan juga ditulis dalam huruf kapital, seperti “Hai, Ratu Sejagat, apakah Anda mendengar suara saya?”. Itulah pemaparan tentang huruf kapital dalam konteks penyapaan. Semoga bermanfaat.
Discussion about this post