Selasa, 13/5/25 | 12:06 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Realitas Kekuasaan Budaya Politik Elite di Indonesia

Senin, 12/5/25 | 08:22 WIB

Oleh: Muhammad Syaifuddin Aziz
(Mahasiswa Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya)

Kekuasaan merupakan konsep sentral dalam sosiologi politik yang menggambarkan kemampuan individu atau kelompok untuk memengaruhi, mengatur, bahkan mengendalikan tindakan pihak lain dalam suatu masyarakat. Dalam konteks Indonesia, kekuasaan tidak hanya dilihat dari sisi formal seperti jabatan politik atau struktur pemerintahan, tetapi juga dari cara kekuasaan tersebut dijalankan dan dilembagakan melalui budaya politik yang berkembang.

Budaya politik merupakan cerminan nilai, norma, dan perilaku politik masyarakat dalam merespons serta menjalani proses pemerintahan. Dalam sistem demokrasi ideal, kekuasaan seharusnya bersumber dari rakyat dan dijalankan secara partisipatif. Namun, realitasnya di Indonesia, kekuasaan kerap dikuasai oleh segelintir elite yang memiliki sumber daya ekonomi dan sosial untuk mempertahankannya. Budaya politik elite inilah yang kemudian mendistorsi makna demokrasi karena praktik kekuasaan tidak lagi berpihak pada kepentingan publik secara luas, melainkan lebih condong pada pelestarian kepentingan kelompok-kelompok elite itu sendiri.

BACAJUGA

No Content Available

Menurut Mills (2018), kelompok elite terdiri atas individu dari bidang politik, militer, dan ekonomi yang memiliki keterkaitan erat dan mendominasi proses pengambilan keputusan penting dalam masyarakat. Pandangan ini masih relevan dalam melihat praktik kekuasaan di Indonesia hari ini, di mana keterhubungan antara politisi, pengusaha, dan tokoh militer sering kali membentuk jaringan oligarkis yang mengendalikan arah kebijakan negara. Ini memperlihatkan bahwa sistem politik Indonesia meski demokratis secara prosedural, secara substansi masih mengalami defisit demokrasi.

Budaya Politik Elite: Konsep dan Karakteristik

Budaya politik elite merujuk pada pola perilaku dan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok penguasa dalam menjalankan kekuasaan. Menurut teori elite yang dikemukakan oleh Gaetano Mosca dan Vilfredo Pareto, dalam setiap masyarakat terdapat kelompok minoritas yang memegang kekuasaan dan mayoritas yang dipimpin (Bahar, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan cenderung terpusat pada kelompok tertentu yang memiliki keunggulan dalam hal ekonomi, sosial, atau intelektual.

Di Indonesia, budaya politik elite ditandai dengan praktik patronase, di mana hubungan antara pemimpin dan pengikut didasarkan pada pertukaran kepentingan. Hal ini menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap elite, yang pada akhirnya menghambat partisipasi politik yang sehat. Selain itu, penggunaan simbol dan retorika oleh elite politik sering kali digunakan untuk mempertahankan legitimasi kekuasaan mereka, meskipun substansi kebijakan yang dihasilkan tidak selalu berpihak pada kepentingan publik (Yenrizal, 2003).

Studi Kasus: Pilkada Kota Medan dan Oligarki Politik

Fenomena dominasi elite politik dalam proses pemilu dapat dilihat dari studi kasus Pilkada Kota Medan tahun 2020. Dalam pemilihan tersebut, pasangan Bobby Nasution menantu Presiden Joko Widodo mencalonkan diri sebagai wali kota. Meskipun proses pencalonan berlangsung sesuai prosedur hukum, namun dinamika politik di baliknya menunjukkan bahwa faktor kekerabatan dengan tokoh nasional berpengaruh signifikan dalam menarik dukungan partai-partai besar dan elite lokal.

Penelitian yang dilakukan oleh Ananda Adhianugrah dan Djumadin (2023) menyatakan bahwa fenomena oligarki juga menjadi perhatian dalam studi tentang Pilkada Kota Medan 2020, di mana elite partai politik memainkan peran penting dalam proses seleksi dan pengusungan pasangan calon, menggambarkan interaksi kompleks antara kekuatan politik partai dan dinamika oligarki local. Praktik ini sejalan dengan argumen Naharuddin et al. (2024) bahwa di negara demokrasi, elite ekonomi, dan politik tetap dapat mempertahankan kontrol kekuasaan melalui jaringan patronase, keluarga, dan institusi. Dengan demikian, kendati prosedur demokrasi berjalan, hasil akhirnya tetap mereproduksi dominasi kelompok elite, bukan membuka ruang partisipasi politik yang lebih luas bagi rakyat.

Dampak Budaya Politik Elite terhadap Demokrasi

Budaya politik yang dikuasai oleh elite memiliki dampak signifikan terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. Kekuasaan yang terpusat pada sekelompok kecil elite dapat menimbulkan kebencian sosial budaya terselubung di masyarakat, karena merasa terpinggirkan dari proses pengambilan keputusan politik (Budimansyah, 2016).

Selain itu, praktik politik identitas yang digunakan oleh elite untuk mempertahankan kekuasaan dapat mengganggu ketahanan nasional dan kualitas demokrasi. Politik identitas yang mengedepankan golongan atau simbol tertentu guna mendapatkan pengaruh politik dapat menghambat transformasi masyarakat menuju masyarakat yang demokratis (I Putu Sastra Wingarta et al., 2021).

Upaya Membangun Budaya Politik Partisipatif

Untuk mengatasi dominasi budaya politik elite, diperlukan upaya untuk membangun budaya politik yang lebih partisipatif dan demokratis. Komunikasi politik yang demokratis, dengan pendekatan bottom-up dan prinsip “Saya Oke, Kamu Oke”, dapat menjadi solusi untuk mengubah kecenderungan budaya politik yang menonjolkan simbol-simbol ketimbang substansi (Yenrizal, 2003).

Pendidikan politik yang kritis dan penguatan masyarakat sipil juga penting untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses politik. Dengan demikian, kekuasaan tidak lagi menjadi alat kepentingan segelintir orang, tetapi benar-benar digunakan untuk kesejahteraan bersama.

Realitas kekuasaan dalam budaya politik elite di Indonesia menunjukkan bahwa demokrasi formal tidak selalu menjamin demokrasi substantif. Kekuasaan yang dijalankan secara eksklusif dan manipulatif oleh kelompok elite menghambat partisipasi politik masyarakat dan merusak kualitas demokrasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk membangun budaya politik yang lebih partisipatif dan egaliter melalui pendidikan politik, penguatan masyarakat sipil, dan reformasi institusi politik.

Referensi

Ananda Adhianugrah, M., Djumadin, Z. and kunci Politik, K. (2023) ‘NeoRespublica : Jurnal Ilmu Pemerintahan Dinamika Oligarki dalam Pilkada Kota Medan 2020: Analisis Pengaruh Elit Politik’, 5(1), pp. 380–391.

Bahar, S. (2001) ‘Komunikasi Politik Dalam Proses Integrasi Bangsa : Sebuah Tinjauan Dari Teori Elite’. Available at: https://doi.org/https://doi.org/10.22146/jkn.22057.

Budimansyah, D. (2016) ‘Kekuasaan Yang Terpusat Pada Sekelompok Kecil Elit Dan Munculnya Kebencian Sosial Budaya Terselubung Pada Masyarakat Indonesia Pasca Reformasi’, Jurnal Moral Kemasyarakatan, 1(1), pp. 1–14. Available at: http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JMK/article/view/1183.

I Putu Sastra Wingarta et al. (2021) ‘Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi di Indonesia’, Jurnal Lemhannas RI, 9(4), pp. 117–124. Available at: https://doi.org/10.55960/jlri.v9i4.419.

Mills, C.W. (2018) The Power Elite; in Inequality in the 21st Century. Available at: https://doi.org/https://doi.org/10.4324/9780429499821-16.

Naharuddin, A. et al. (2024) ‘Analisis Relasi Kekuasaan Elit Dalam Konteks Pemilihan Umum  Di Indonesia’, Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online), pp. 1499–1508. Available at: https://www.ojs.cahayamandalika.com/index.php/jcm/article/view/2887.

Yenrizal (2003) ‘Budaya “Politik Kulit” dan Komunikasi Politik Demokratis di Indonesia’, Mediator, 4.

Tags: #Muhammad Syaifuddin Aziz
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

Berita Sesudah

Malam Puncak Festival Juadah di Pasar Cubadak Berakhir Meriah dengan Lelang

Berita Terkait

Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

Senin, 12/5/25 | 08:12 WIB

Oleh: Nahdaturrahmi (Mahasiswa Pascasarjana Hukum Islam, Universitas Islam Negeri Sjech M.Djamil Djambek Bukittinggi) Dunia modern bergerak dengan kecepatan yang luar...

Pandangan Khalil Gibran tentang Musik sebagai Bahasa Rohani

Pandangan Khalil Gibran tentang Musik sebagai Bahasa Rohani

Minggu, 11/5/25 | 11:53 WIB

Oleh: Faathir Tora Ugraha (Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)   Sebagai orang yang benar-benar menghargai seni sepanjang...

Antara Suspense dan Komedi dalam Novel Lupus: Iiih Syereem!

Antara Suspense dan Komedi dalam Novel Lupus: Iiih Syereem!

Minggu, 11/5/25 | 09:56 WIB

Oleh: Rosidatul Arifah (Mahasiswi Sastra Indonesia dan Anggota Labor Penulisan Kreatif LPK FIB Universitas Andalas)   Tiap-tiap manusia memiliki beragam...

Sulitnya Gen Z  Menabung di Era Digital

Sulitnya Gen Z Menabung di Era Digital

Minggu, 04/5/25 | 08:39 WIB

  Oleh: Adinda Zaleyka Az Zahra S (Mahasiswa Prodi Akuntansi dan Mahasiswa MKWK Bahasa Indonesia 32 Universitas Andalas) Di era...

Gaya Bahasa dalam Puisi “Dugaan Jawaban” karya Maryatul Kuptiah

Gaya Bahasa dalam Puisi “Dugaan Jawaban” karya Maryatul Kuptiah

Minggu, 04/5/25 | 08:31 WIB

  Oleh: Mayang Puti Ifanny (Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Bergiat di UKMF Labor Penulisan Kreatif) Permasalahan...

Metafora “Paradise” dalam Wacana Pariwisata

Dari Gunung Sinai ke Masjid Al Aqsa: Strategi Branding Promosi Hijab

Minggu, 04/5/25 | 06:41 WIB

Oleh: Arina Isti’anah (Dosen Sastra Inggris, Universitas Sanata Dharma)   Dalam dunia fashion, jilbab atau hijab menjadi salah satu barang...

Berita Sesudah
Hasil lelangan juadah isri Bupati dan Wakil Bupati Padang Pariaman. Mingggu, (11/05/2025) malam. [foto : sci yrp)

Malam Puncak Festival Juadah di Pasar Cubadak Berakhir Meriah dengan Lelang

POPULER

  • Penyerahan SK pngurus oleh Ketua DPP PKDP, John Keneduy Azis kepada Ketua DPW PKDP Sumbar, Firdaus. Senin, (12/05/2025) [foto : sci/yrp]

    Pengurus DPW PKDP Sumbar Dilantik, Firdaus : Siap Berbuat untuk Kampung Halaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Afny Dwi Sahira

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Malam Puncak Festival Juadah di Pasar Cubadak Berakhir Meriah dengan Lelang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Firdaus Apresiasi Semangat Gotong Royong Masyarakat Wujudkan Festival Juadah Tanpa APBD

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024