Dharmasraya, Scientia.id – Masyarakat Nagari Empat Koto Dibawuh Kecamatan Sembilan Koto, Kabupaten Dharmasraya, yaitu Jorong Durian Simpai dan Jorong Koto Baru, merasakan dampak buruk banjir tahunan dan kekecewaan mendalam terhadap PT. Bukit Raya Medusa (BRM). Sementara, kompensasi lahan yang dijanjikan oleh perusahaan perkebunan sawit tersebut hingga kini belum terpenuhi.
Pemangku Adat di Nagari Durian Simpai, Aidil Datuak Pangulu Bosau, mengungkapkan bahwa PT. Bukit Raya Medusa telah merugikan masyarakat di dua nagari tersebut karena tidak memenuhi janji yang tertuang dalam perjanjian kerja sama tahun 2006. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa dari 11.000 Ha lahan yang diserahkan kepada perusahaan, 1.000 Ha lahan sawit akan dikembalikan kepada masyarakat sebagai kompensasi.
“Namun, dari 1.000 Ha lahan sawit yang dijanjikan tersebut, hanya terealisasi sebanyak 450 Ha, dan tentu masih jauh dari jumlah yang sudah disepakati tersebut, yaitu masih yersisa 550 Ha lagi,” ungkap Aidil, Kamis (10/4/2025).
Lebih lanjut, Aidil menjelaskan bahwa ketidaksesuaian realisasi kompensasi ini telah merugikan masyarakat sejak perjanjian disepakati. Selain itu, berdirinya perusahaan juga disebut sebagai salah satu penyebab bencana banjir tahunan yang terus melanda nagari mereka.
“Sementara dampak ekologi dari hilangnya hutan terus kami tanggung setiap tahun, yang mana salah satu penyebabnya adalah dengan berdirinya perusahaan ini, sehingga kini nagari kami juga tidak pernah terlepas lagi dari bencana banjir tahunan,” ucapnya.
Menyikapi situasi ini, Pemangku Adat dan Ulayat Durian Simpai, Aidil Datuak Pangulu Bosau, menyatakan bahwa harapan terakhir masyarakat kini tertuju pada Pemerintah Daerah Kabupaten Dharmasraya untuk menjembatani komunikasi dengan pihak PT. Bukit Raya Medusa.
“Sebab, upaya-upaya yang telah kami lakukan untuk dapat berunding dengan pihak perusahan selalu menemui jalan buntu, sehingga pada tanggal 10 Maret 2025 kami mendatangi kru tanam dan menghentikan sementara agar pihak perusahaan mau membahas perjanjian dengan kami,” ungkapnya.
Namun, upaya tersebut tidak mendapatkan respons positif dari perusahaan. Bahkan, masyarakat kembali melakukan aksi pada 17 Maret 2025 dengan memasang gembok di gerbang perusahaan dan menghentikan operasional sementara waktu.
“Upaya ini juga gagal, bahkan pihak perusahaan malah mendatangkan banyak satpam untuk berjaga-jaga di tempat tersebut, dan juga, dari informasi terbaru, bahwa kami kemudian dilaporkan kepada pihak kepolisian,” jelas Aidil.
Untuk menghindari konflik yang semakin berkepanjangan, Aidil menegaskan bahwa pihaknya telah melayangkan permohonan kepada Bupati Dharmasraya agar dapat memfasilitasi pertemuan dengan PT. Bukit Raya Medusa untuk membahas perjanjian yang telah disepakati bertahun-tahun lalu.
“Permintaan kami hanya satu, yaitu sisa lahan yang sesuai dengan perjanjian yang di awal, yaitu dari 1.000 Ha yang dijanjikan, dan hanya terealisasi 450 Ha saja, jadi mana lahan yang diperuntukkan untuk masyarakat dengan luas lebih kurang sebanyak 550 Ha lagi?” lirihnya.
Baca Juga: Kunjungi Titik Banjir, Bupati Dharmasraya Pastikan Keselamatan Warga
Hingga berita ini ditayangkan, pihak PT. Bukit Raya Medusa belum memberikan tanggapan resmi terkait permasalahan yang dikeluhkan oleh masyarakat di dua jorong di nagari tersebut. (tim)