Sabtu, 12/7/25 | 20:35 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Menyoal Dosa Bahasa

Minggu, 23/2/25 | 17:33 WIB

Oleh: Alex Darmawan
(Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)

Dosa bahasa, idiom ini menggelitik pikiran penulis ketika membaca sebuah tulisan di kolom bahasa majalah tempo mingguan  edisi 12-18 November 2018 yang ditulis oleh  Bagja Hidayat. Apa maksud dosa bahasa yang digambarkan oleh Bagja tersebut? Dosa bahasa  menurut sudut pandang Bagja ialah apabila seseorang menggunakan kata atau istilah asing namun kata tersebut sebenarnya ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Kecenderungan seseorang menggunakan kata-kata asing dan mengabaikan bahasa Indonesia telah melakukan dosa bahasa terhadap bahasa negara dan bahasa nasional Republik Indonesia karena secara tidak langsung, seseorang tersebut telah mengabaikan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dan lebih jauh menganaktirikan bahasa negara kita di negeri sendiri.

Menurut KBBI (2014: 342), dosa adalah perbuatan yang melanggar hukum tuhan atau agama. Kosakata dosa yang dipersandingkan dengan bahasa tentunya akan menimbulkan makna lain karena kata dosa memiliki ranah pemakaian tertentu, yaitu ranah agama. Lalu, pengertian bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi (Kridalaksana, 2002: 24). Pengertian kosakata dosa dan bahasa yang kemudian menjadi suatu idiom menggambarkan suatu makna tertentu. Idiom dosa bahasa dapat diartikan sebagai kegiatan berbahasa yang melanggar hukum tuhan atau agama. Dalam artian lain, dosa bahasa ialah berbahasa yang menyakiti hati dan perasaan orang lain yang membuat seseorang dirugikan secara  materiil maupun nonmateriil.

BACAJUGA

Cek Tipo dan EYD Jadi Mudah! Ini 5 Website yang Bisa Bantu Tugas Menulismu

Cek Tipo dan EYD Jadi Mudah! Ini 5 Website yang Bisa Bantu Tugas Menulismu

Selasa, 15/4/25 | 07:45 WIB
Kecerdasan dan Berbahasa

Kecerdasan dan Berbahasa

Minggu, 09/3/25 | 09:59 WIB

Dalam tulisan ini penulis berbeda perspektif memaknai idiom dosa bahasa. Pada konteks kekinian, dosa bahasa bermula dari ujaran kebencian (hate speech) dan hoax (cerita bohong). Ujaran kebencian dan hoax di zaman digital sekarang seolah-olah telah menjadi menu utama dalam komunikasi digital, terutama di media sosial. Begitu banyak ujaran kebencian dan hoax kita lihat dan baca setiap hari sehingga bagi kita terkadang sulit membedakan mana informasi benar dan mana yang tidak benar. Tanpa sadar terlalu banyak dosa bahasa yang telah dilakukan oleh banyak orang kepada orang lain melalui hate speech dan hoax.

Apa yang menyebabkan seseorang berkata-kata menyerang dan bernada benci terhadap satu individu atau kelompok? Bisa jadi penyebabnya adalah karena marah, dendam, ketidaksukaan, mempermalukan, membunuh karakter, dan alasan lainnya yang sulit diterima oleh akal. Kebencian itu sejatinya adalah emosi umum yang ada pada tiap diri individu. Akan tetapi, jika disebarkan ke ruang publik, emosi akan memicu konflik dan kejahatan atas kemanusiaan. Parahnya, ujaran kebencian itu digunakan sebagai strategi kelompok untuk memprovokasi kebencian dan tindakan anarki. Contoh beberapa tahun yang lalu, di hadapan kita bersama  mengenai dosa bahasa berupa ujaran kebencian yang menimpa seorang musisi kondang Indonesia, yaitu Ahmad Dhani (Warta Tribunnews.Com). Kasus Ahmad Dhani ini berawal dari unggahannya di vlog ‘idiot’ yang beredar luas di media sosial. Kemudian, unggahan itu berbuntut kepada masalah hukum karena dianggap menyerang suatu kelompok tertentu. Kasus selanjutnya yang tersandung masalah ujaran kebencian lainya adalah salah seorang pentolan FPI, Habib Bahar yang harus berurusan dengan polisi karena ceramahnya pada sebuah majelis maulid di Palembang, Sumatera Selatan. Pentolan FPI itu diduga menebarkan ujaran kebencian terhadap orang nomor satu di tanah air.

Begitu pula dengan dosa bahasa yang disebabkan hoax. Hoax atau cerita bohong dinarasikan sedemikian rupa sehingga cerita itu seolah-olah benar adanya. Tujuannya pun berbeda-beda, di antaranya menciptakan ketegangan, ketakutan, ketidakstabilan di tengah-tengah masyarakat dan lain sebagainya. Dosa bahasa sangat marak terjadi, terutama pada situasi politik, sosial dan budaya Indonesia yang tengah menuju reformasi demokrasi. Tokoh wanita yang sangat kita kenal vokal terhadap segala kebijakan pemerintah,dulunya adalah Ratna Sarumpaet. Beliau adalah seorang aktivis dan seniman yang banyak menggeluti dunia panggung teater, juga terjebak dengan dosa bahasa. Cerita bohong yang dinarasikan oleh Ratna sesaat membuat banyak orang percaya bahwa ia telah dianiaya. Gelombang simpati dan empati terarah ke Ratna. Opini masyarakat pun digiring kepada suatu kelompok sebagai pelakunya. Namun, keadaan itu hanya sesaatnya setelah pihak kepolisian menemukan bukti sebenarnya. Tidak berapa lama kemudian, Ratna pun mengaku bahwa ia telah berbohong dan meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Pada akhirnya, makna idiom dosa bahasa bukan hanya bermakna tidak mencintai bahasa sendiri dan mengagungkan  bahasa asing seperti yang dimaksudkan oleh Bagja Hidayat dalam tulisannya di majalah Tempo, melainkan aktivitas berbahasa yang menyakiti dan membohongi orang lain juga termasuk dosa bahasa. Sebagai umat beragama dan warga negara Indonesia sudah sepatutnya kita menjauhkan diri dari dosa bahasa agar terhindar dari hukum Tuhan dan hukum manusia. Kita seharusnya berada dalam satu posisi menghubungkan nilai-nilai keagamaan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sehingga terbangun kepribadian masyarakat Indonesia yang inklusif. Semoga.

Tags: #Alex Darmawan#bahasa
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Sejengkal Ruang, Segenggam Kebersamaan

Berita Sesudah

Irsyad Syafar Jemput Aspirasi Warga Soal Pendampingan dan Sertifikasi Halal bagi UMKM

Berita Terkait

Ekspresi Puitik Penderitaan Palestina dalam Puisi “Tamimi” karya Bode Riswandi

Ekspresi Puitik Penderitaan Palestina dalam Puisi “Tamimi” karya Bode Riswandi

Minggu, 06/7/25 | 11:11 WIB

Oleh: Aldi Ferdiansyah (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)   Karya sastra adalah hasil proses kreatif yang...

Psikologi Kekuasaan dalam Cerpen “Seekor Beras dan Sebutir Anjing”

Psikologi Kekuasaan dalam Cerpen “Seekor Beras dan Sebutir Anjing”

Minggu, 06/7/25 | 10:56 WIB

Oleh: Nikicha Myomi Chairanti (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) Cerita pendek "Seekor Beras dan Sebutir Anjing" karya Eka Arief...

Tantangan Kuliah Lapangan Fonologi di Era Mobilitas Tinggi

Tantangan Kuliah Lapangan Fonologi di Era Mobilitas Tinggi

Minggu, 29/6/25 | 08:21 WIB

Oleh: Nada Aprila Kurnia (Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas dan Anggota Labor Penulisan Kreatif/LPK)   Kridalaksana (2009),...

Mendorong Pemberdayaan Perempuan melalui KOPRI PMII Kota Padang

Mendorong Pemberdayaan Perempuan melalui KOPRI PMII Kota Padang

Minggu, 22/6/25 | 13:51 WIB

Oleh: Aysah Nurhasanah (Anggota KOPRI PMII Kota Padang)   Kopri PMII (Korps Putri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) merupakan organisasi yang...

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Ekokritik pada Fabel Ginting und Ganteng (2020) Karya Regina Frey dan Petra Rappo

Minggu, 22/6/25 | 13:12 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa (Dosen Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)   Kajian ekokritik membahas hubungan antara manusia, karya sastra,...

Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

Mencari Titik Temu Behaviorisme dan Fungsionalisme dalam Masyarakat Modern

Minggu, 22/6/25 | 13:00 WIB

Oleh: Nahdaturrahmi (Mahasiswa Pascasarjana UIN Sjech M. Jamil Jambek Bukittinggi)   Sejarah ilmu sosial, B.F. Skinner dan Émile Durkheim menempati...

Berita Sesudah
Irsyad Syafar Jemput Aspirasi Warga Soal Pendampingan dan Sertifikasi Halal bagi UMKM

Irsyad Syafar Jemput Aspirasi Warga Soal Pendampingan dan Sertifikasi Halal bagi UMKM

POPULER

  • Wakil Wali Kota Padang, Maigus Nasir saat menyerahkan Dana Operasional Triwulan II tahun 2025 ketua RT/RW, Guru TPQ/TQA dan MDTA/MDTW. [foto : ist]

    100 Hari Kerja Wali Kota Padang Capai Kepuasan 80 Persen

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Efisiensi di Negeri Petro Dolar: Jalan Penuh Lubang, Jembatan Reyot Vs Mobil Dinas Baru yang Lukai Rasa Keadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Angka Penyalahgunaan Narkoba di Sumbar Sempat Tempati Posisi Tertinggi, Kapolda : Kita Bakal All Out

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mambangkik Batang Tarandam dalam Naskah Drama “Orang-orang Bawah Tanah” karya Wisran Hadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemko Padang Percepat Pembangunan Infrastruktur Jalan di Beringin Ujung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024