Puisi-puisi Deliza Nur Hasnah
My Superhero
Kau pergi meninggalkan kami
Meninggalkan sejuta cerita
Tak ada lagi hangatnya dirimu
Tak ada lagi gelak canda tawamu
Kini semua terasa sunyi
Ku rindu padamu
Ku titip salam pada Tuhan
Walau ragamu tak ada
Tapi dirimu kan selalu terkenang
Padang, 22 November 2024.
Hidupku
Ibu
Malaikat tak bersayap
Engkau yang membesarkanku
Dengan kasih sayang
Kau ajarkan padaku kehidupan
Namun aku melawanmu
Melupakan semua kebaikanmu
Melampiaskan amarah padamu
Ibu
Ampuni aku
Ku bersujud mencium kakimu
Tuk meraih ridho mu
Padang, 22 November 2024.
Pendusta
Teganya kau
Kau tipu semua orang
Demi bersama dengan mu
Kubuang nasihat mereka
Kau menipuku
Dengan mulut manismu itu
Kini yang tertinggal
Hanyalah duka
Tapi ku harus bangkit
Memohon ampun pada Tuhan
Hidup terlampau berharga
Jika kusia-siakan hanya demi dirimu
Padang, 22 November 2024.
Tentang Penulis
Deliza Nur Hasnah, seorang perempuan yang suka menulis. Dari ia kecil suka sekali menulis di kertas atau di buku diary. Ia menulis tentang pelajaran kehidupan, dan berbagai masalah yang ia alami. Ia ingin melalui tulisan yang dibuat orang lain memahami gagasan dan pesan-pesannya.
Melerai Duka dengan Menulis Puisi
Oleh: Dara Layl
(Pengurus Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Sumatera Barat)
Ku titip salam pada Tuhan
Walau ragamu tak ada
Tapi dirimu akan selalu terkenang . . .
Karya sastra merupakan karya yang tidak hanya berisi tentang kisah cinta yang iconic, tapi juga menyimpan kegetiran hidup yang direfleksikan melalui sebuah karya tulis. Salah-satu karya sastra yang kaya akan nilai-nilai kehidupan adalah puisi. Dalam dunia sastra, puisi sering kali menjadi medium ekspresi unik yang memungkinkan penulis untuk merangkai kata-kata dalam rangkaian yang sarat akan makna kehidupan (Avicenna, 2021).
Selain itu, puisi secara langsung juga bisa sebagai media untuk melerai duka atau kesedihan. Puisi menjadi jendela ke dalam batin penulis saat mereka berhadapan dengan situasi sedih atau galau (Gunadi, dkk., 2023). Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengutamakan keindahan bahasa serta ekspresi perasaan dan pikiran penulisnya. Puisi sering menggunakan gaya bahasa yang kaya, imajinatif, dan penuh makna.
Ciri-ciri puisi diantaranya adalah memiliki bentuk terikat atau bebas. Puisi tradisional memiliki aturan seperti jumlah baris dan rima, sedangkan puisi modern lebih bebas. Ciri lain adalah diksi (Pemilihan Kata) yang indah. Kata-kata dalam puisi dipilih dengan cermat agar memiliki makna yang dalam. Puisi juga memiliki ciri imajinatif. Puisi sering menggambarkan sesuatu secara tidak langsung melalui metafora, simbol, dan perumpamaan.
Puisi berdasarkan jenisnya dapat dikelompokkan menjadi puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer. Puisi lama seperti pantun, syair, dan gurindam, yang memiliki aturan ketat dalam jumlah baris dan rima.
Puisi baru, lebih bebas dalam struktur dan tema, seperti soneta, balada, dan ode. Sementara itu puisi kontemporer merupakan puisi modern yang sering kali tidak terikat aturan dan lebih eksperimental dalam bentuk dan bahasa.
Pada edisi kali ini, Kreatika menampilkan tiga puisi dengan judul “My Superhero”, “Hidupku” dan “Pendusta” karya Deliza Nur Hasnah yang menginterpretasikan bagaimana menulis puisi bisa menjadi salah-satu media untuk mengurai emosi terutama kesedihan dan penyesalan.
Puisi pertama, “My Superhero” puisi ini jika dilihat, menjelaskan tentang kerinduan keada seseorang yang sudah lebih dulu berpulang pada Tuhan, bisa kita liat melalui larik yang sarat akan duka;
/Kau pergi meninggalkan kami/ /Meninggalkan sejuta cerita/ /Ku rindu padamu/ /Ku titip salam pada Tuhan/ /Walau ragamu tak ada/
Membaca larik-larik ini, penyair seolah membawa kita pada suatu emosi kehilangan orang tersayang dan jika dikaitkan dengan judul puisi “My Superhero” kita bisa menyimpulkan orang tersayang ini bisa jadi adalah seorang ayah yang menjadi pahlawan bagi seorang anak dalam keluarganya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh (Nur, dkk., 2021) bahwa setiap bait dalam puisi menjadi sebuah perjalanan dan setiap kata menciptakan gambaran yang menggugah perasaan, termasuk perasaan kehilangan.
Puisi kedua, “Hidupku” pada puisi ini, penyair seolah ingin menggambarkan rasa terima kasih, penyesalan sekaligus permohonan maaf pada sosok yang telah sangat berjasa bagi kehidupan yaitu seorang ibu, hal ini terlihat dari larik-larik puisi;
/Malaikat tak bersayap/ / Dengan kasih sayang/ /Kau ajarkan padaku kehidupan/ /Namun aku melawanmu/ /Melampiaskan amarah padamu/ /Ibu/ /Ampuni aku/ /Ku bersujud mencium kakimu/
Larik-larik di dalam puisi ini menggambarkan bagaimana perlakuan kurang baik seorang anak kepada seorang ibu yang telah membesarkannya dengan perjuangan dan kasih sayang, perlakuan ini seperti, melawan bahkan sampai melampiaskan amarah yang berujung pada penyesalan panjang.
Puisi ketiga, “Pendusta”, dalam KBBI “pendusta” berarti seorang “pembohong” pada puisi ketiga ini penyair seolah ingin menggambarkan kebohongan yang sering terjadi dalam hubungan asmara, hal ini terlihat pada larik-larik puisi;
/Demi bersama denganmu/ /Kubuang nasehat mereka/
/Kau menipuku/ /Dengan mulut manismu/
Larik-larik pada puisi ini seakan menggambarkan dalam hubungan asmara terkadang seseorang sulit membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, seseorang seolah buta dengan cinta walaupun sudah dinasehati.
Secara keseluruhan ketiga puisi ini kuat akan emosi dengan tema yang relate dengan kehidupan sekarang, pembaca dibuat ikut merasakan emosi yang ada di dalam puisi. Namun kekurangan di dalam puisi ini adalah pemilihan kata atau diksi yang dipakai dalam puisi ini, menggambarkan secara terbuka maksud yang ingin disampaikan, akan lebih baik jika penyair memakai diksi-diksi yang menggunakan majas atau metafora untuk memperindah puisinya.
Walaupun demikian, ketiga puisi ini bisa menjadi gambaran bahwa setiap emosi bisa diuraikan dengan menulis puisi, hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Elizabeth Lewis seorang konselor bahwa, menulis puisi adalah tindakan yang dapat memberikan struktur untuk membantu mengidentifikasi, mengekspresikan, menempatkan dan menahan perasaan serta pengalaman menakutkan di setiap tahap perjalanan kesedihan. Terima kasih untuk kirmannya Deliza Nur Hasnah, semangat terus dalam menulis, ditunggu karya-karya lainnya. (*)
Tentang Kreatika
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.