Abstrak
Oleh: Muhammad Ari Wibowo
Di ruang malam gelap
Dibalik celah cahaya terbersit sinarnya
Hampa sudah rasanya
Hingga hilang raut wajahnya
Dibalik jubah ratu di singgasana
Tersimpan luka yang robek tak terhingga
Cantik wajahnya tak sekilau permata yang digunakannya
Tapi cerita dibaliknya begitu menghantam silaunya
Airmata itu telah mengering
Tak mengalir lagi
Tak keluar lagi
Seperti pahat yang kuat
Di ukiran balok para pemahat
Keindahan itu hanya untuk dilihat
Tak akan mampu diselami oleh para prajurit istana
Tanpa nilai-nilai yang dirasakan pujangga
Yang menulis dan tak akan memahat artinya
Pauh kambar 3 November 2024
Tertulis
Oleh: Muhammad Ari Wibowo
Nalar luar biasa
Bekerja seperti kuda
Mengingat langkah yang jauh ditelan jingga
Terbit mentari menjual pagi
Pergi tak berbicara meninggalkan cerita
Bukan tentang kita, tetapi tentang mereka
Yang dihunus pedang sang sangkakala
Nadi yang tak berdenyut
Seperti mati meninggalkan dunia
Dibakar di perapian dengan doa-doa yang dilantunkannya
Di sini mereka menangis
Menangisi sisa-sisa waktu
Yang tak bisa berhenti
Hingga zaman ini dilupakan
Lewat taburan sisa usianya
Pauh kambar, 19 September 2024
Waktu, Ragu, dan Diriku
Oleh: Muhammad Ari Wibowo
Ketika waktu meninggalkan aku
Aku berlari menjemput itu
Merayunya untuk dapat membimbing raguku
Tapi ragu semakin membuat langkahku tak tentu
Kulihat saja,
Kuikuti saja,
Hingga akupun tak memilihnya
Kiri dan kananku
Waktu terus saja bergulir semakin jauh
Aku pun semakin tenggelam dalam ragu
Seperti sepi yang semakin membelunggu
Dalam tapakkan kakiku
Jalanku terus saja kuikuti
Kulihat di sekelilingku binggung
Di persimpangan itu
Inginku bertanya tanpa ragu
Jalan lurus ini ke mana tujuannya?
Penjaga simpang pun belum menjelajahinya
Terus saja aku bertanya?
Kemana kau bawa aku waktu
Apakah ke tempat peraduan antara luka dan cinta
Ataukah ke tempat di mana ujung jalan ini?
Pertanyaan ini terus meragukanku
Hingga angin membisikkanku
Kau mau ke mana?
Siapa yang ingin kau tuju?
Atau siapa yang menunggumu di ujung jalan itu?
Aku pun semakin ragu!
Segerombolan pemuda berdandan rapi
Mereka bergerak ke kiri jalan
menawarkan tumpangannya beruncap
Kau ingin bahagia di usia berapa?
Jika ingin seperti kami rapikan dulu bajumu?
Aku pun berkaca pada sudut gedung yang tak berpenghuni
Belum rapikah dandanan dengan kemeja flanel berwarna jingga ini?
Ataukah celana katunku yang tak lurus setelah disetrika itu?
Waktu kembali menoleh kepadaku
Kau ini bagaimana?
Masih saja kau bertanya tentang dirimu
Tak kau lihat langit sudah merah menuju senja
Di lorong sempit itu
Keluar orang tua yang sepertinya ragu ingin kemana
Ia pun bertanya kepadaku yang masih ragu di persimpangan itu
Anak muda mau kah kau membimbingku
Aku sudah tak tau arahnya!
Ragu itu menenggelamkan usiaku
Menenggelamkan mimpi-mimpi mudaku
Hingga ketidakberanianku
Membuat lubuk hingga senja di persimpangan ini
Aku ikut saja denganmu
Dengan langkah-langkah yang akan kau tempuh
Aku ingin mati dalam perjalanan menuju sesuatu
Aku tak ingin mati dalam raguku
Hingga senja itu berarti untukku
Dan untuk tanah yang akan menguburku
Pauh kambar, 3 November 2024
Biodata Penulis:
Muhammad Ari Wibowo lahir di Pauh Kambar 23 November 1990 keseharian, bekerja di Bawaslu Padang Pariaman. Alumni Sastra Indonesia ini memang memiliki kesenangan dalam menulis puisi sederhana dan mendengar musik.