PADANG, Scientia – Poster atau spanduk ajakan mencoblos kotak kosong beredar di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar) baru-baru ini.
“Jangan golput, pilih kotak kosong dilindungi undang-undang,” tertulis besar di awal spanduk yang tersebar secara masif itu.
Pada spanduk itu juga tampak foto Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin yang diikuti tulisan “KPU mengizinkan pemilih untuk mengkampanyekan dan mencoblos kotak kosong”.
Menanggapi itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar merasa keberatan dengan penggunaan foto Ketua KPU RI, dan ajakan untuk mencoblos kotak kosong pada spanduk beredar tersebut.
“Kami sudah instruksikan kepada KPU Kabupaten Dharmasraya agar berkoordinasi dengan Bawaslu, Kapolres dan Kasatpol PP Dharmasraya untuk menertibkan spanduk atau flayer tersebut,” kata Komisioner KPU Sumbar, Ory Sativa Syakban dikutip Scientia.id, Minggu (6/10).
Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Sumbar itu, memastikan KPU Dharmasraya tidak akan memfasilitasi kampanye kotak kosong. Kendati begitu, pihaknya juga tak melarang ekspresi pemilih menyuarakan memilih kolom kotak kosong.
“Semua pihak harus memahami bahwa kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab,” sebutnya.
Bentuk tanggung jawabnya, yakni adanya pihak yang bertanggung jawab dalam berkampanye, seperti adanya struktur tim kampanye pasangan calon (paslon), pelaksana kampanye atau relawan yang disampaikan kepada KPU, Bawaslu dan pihak kepolisian.
Pihaknya juga memastikan KPU Dharmasraya akan proposional dalam mengedukasi. Misalnya penyelenggara Pemilu dalam konteks sosialisasi dan pendidikan pemilih, serta diseminasi informasi tentang Pilkada dengan satu paslon
“Kami Pastikan KPU Dharmasraya akan proporsional dalam mengedukasi dan dalam melakukan pendidikan pemilih kepada masyarakat Dharmasraya,” tegasnya.
Selain itu, KPU Sumbar juga menjamin hak asasi masyarakat dalam menentukan pilihannya, apakah ingin mendukung pasangan calon atau mencoblos kotak kosong pada Pilkada 27 November 2024 nanti.
Menurutnya, kedua bentuk pilihan tersebut konstitusional sebagaimana tertuang dalam putusan MK nomor 100/PUU-XIII/2015. Pasal 54C ayat (2) UU Pilkada,” pungkasnya.