Puisi-puisi Dara Layl
Penjara
aku terhempas pilu
terdampar dalam kesakitan
ombak membawaku pada karang—
karang yang setajam dendam
kisah ini,
menghancurkan pengharapanku
tapi tetap—
rinduku padamu.
Kutub Tak Bersalju, 2018
di sana. di sini.
ada banyak ketakutan yang menyerang
menyusup diam-diam
menikam dalam-dalam
pada suatu malam
ketakutan menjelma
kecemasan berjubah panjang
sepanjang beban yang diramu akal
dengan berbagai penyakitan
ketika fajar beranjak datang
hati ikut menghidupkan kegundahan
kobaran pasrah menyala dihujani air mata
hanya saja keyakinan selalu kita ragukan
atau mungkin ketidakberdayaan yang kita agungkan
langkah kaki kian berat
tulang-belulang patah
beban telah menetap di sana—
di sana. di sini. di sana-sini
Kutub Tak Bersalju, 2028
Usai
kearoganan mengungkungnya untuk tidak berbuat apa-apa
keegoisan mengikatnya dengan simpul mati
ia ingin berkelana jauh bersama harapan yang telah lama disulam
namun sayapnya patah—
dipatahkan
senyumnya merekah—
dalam kepalsuan
ia ingin memulai lagi
tapi pengkhianatan kembali memenjarakannya
dalam renungan panjang
telah ia kebumikan jiwanya—
ia tulis namanya di atas batu nisan
bersama setangkai mawar hitam
di samping penyesalan
Kutub Tak Bersalju, 2018
Dara Layl nama pena dari Dara Puspa Mulyana berasal dari daerah Kutub Tak Bersalju. Sekarang sedang menyelesaikaan pendidikan di Universitas PGRI Sumatera Barat dengan jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan juga aktif sebagai anggota FLP (Forum Lingkar Pena) Sumatera barat. Teman-teman bisa mengenalnya melalaui Podcast Dara Layl dan akun sosial media Instagram @daraa.pm dan @daralayl serta twitter @daralayl.
Terhempas Beban Penyesalan
Oleh Ragdi F. Daye
(buku terbaru yang memuat puisinya Sebuah Usaha Memeluk Kedamaian, 2021)
telah ia kebumikan jiwanya—
ia tulis namanya di atas batu nisan
bersama setangkai mawar hitam
Karya sastra adalah sebuah bentuk ekspresi manusia yang mencerminkan pengalaman, ide-ide, dan perasaanya (Abrams, 1971:11). Bentuk ekspresi tersebut dapat berjarak dari kehidupan sang penulis dan bisa pula refleksi kehidupan personalnya sebagai sosok inividu yang memiliki emosi, pikiran, dan alat indra yang berfungsi untuk merespons lingkungan. Sebagai bagian dari sistem sosial, pengarang, penyair, atau sastrawan menggunakan karya sastra untuk mengungkapkan berbagai macam gagasan dan respons terhadap fenomena sosial.
Puisi merupakan suatu karya yang terbentuk atas susunan kata penuh makna yang dibuat oleh penyair sebagai hasil penghayatan atau refleksi seseorang terhadap kehidupan melalui bahasa sebagai media pengungkapannya. Puisi mempunyai unsur pembangun yang secara bersama-sama membentuk kesatuan dan susunan yang indah sehingga dapat dinikmati pembaca. Struktur karya sastra merupakan sebuah totalitas yang saling berhubungan dari unsur-unsur pembangunnya, seperti kata (diksi), bunyi, rima, metafora, gaya bahasa, tema, makna, dan lain-lain.
Banyak pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sastra tentang pengertian puisi. Menurut Waluyo (2002:32), puisi ialah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata imajinatif. Altenbernd dalam Pradopo (2010:57) memberikan definisi tentang puisi yaitu pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama.
Menurut Mulyana (2009:27) mengutip definisi puisi dari Groot (1998:249) dalam bukunya yang berjudul Algemene Versieer yang menyatakan bahwa perbedaan pokok antara prosa dan puisi adalah kesatuan-kesatuan korespondensi prosa yang pokok ialah kesatuan sintaksis; kesatuan korespondensi puisi adalah kesatuan akustis. Di dalam puisi korespondensi dari corak tertentu, yang tediri dari kesatuan- kesatuan tertentu pula, meliputi seluruh puisi dari semula sampai akhir, kesatuan ini disebut baris sajak. Di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat tiga buah puisi dari Dara Layl. Ketiga puisi gadis asal negeri dingin tak bersalju, Alahan Panjang ini, berjudul “Penjara”, “di sana. di sini.”, dan “Usai”.
Puisi pertama, “Penjara”, mengungkapkan tentang seseorang yang terjebak di dalam keadaaan yang tidak menyenangkan, namun dia tetap bertahan. Hal ini diungkapkan Dara dengan larik-larik berikut: ‘aku terhempas pilu/terdampar dalam kesakitan/ombak membawaku pada karang—/karang yang setajam dendam’. Bait ini menggambarkan ketika ‘aku’ larik mengalami situasi buruk tersebut, ‘terhempas’, ‘terdampar’, dan ‘kesakitan’.
Hal-hal buruk dapat terjadi di luar ekspektasi. Baik karena kita tidak mengantisipasinya, maupun karena risiko tersebut di luar kendali. Begitupun dalam relasi sosial, seperti ikatan percintaan atau perkawinan. Di dalam perjalanannya, hubungan bisa menjadi tidak mengenakkan ketika tidak sesuai dengan yang diharapkan, misalnya pengkhianatan atau melanggar komitmen.
Pihak yang menjadi korban kadang dihadapkan pada pilihan untuk mengakhiri supaya dapat keluar dari keadaan yang tidak disukainya atau tetap bertahan asal ada konsensus untuk memperbaiki situasi. Pilihan terburuk adalah tetap bertahan dan berdamai dengan keadaan, ‘kisah ini,/menghancurkan pengharapanku/tapi tetap—/rinduku padamu.’ Ada orang yang menderita di dalam tekanan, namun dia memilih tak beranjak pergi.
Puisi kedua, “di sana. di sini.”, memotret ketakutan yang membebani sepanjang hari. Hal ini sering disebabkan sikap ‘overthinking’. Overthinking adalah memikirkan atau mempertimbangkan sesuatu secara berlebihan atau berulang-ulang. Seseorang yang mengalami overthinking suka menganalisis berlebihan, merefleksikan sesuatu secara berlebihan, atau khawatir akan sesuatu secara berlebihan.
Mereka terus terjebak dalam lingkaran pikiran yang sulit dihentikan, sehingga mengganggu kesehatan mental dan emosionalnya. Dara melukiskan pengaruh beban kecemasan itu di bait terakhir puisi, ‘langkah kaki kian berat/tulang-belulang patah/beban telah menetap di sana—/di sana. di sini. di sana-sini’.
Puisi ini menarik dengan baris-baris yang saling membangun suasana. Namun ada larik yang cukup timpang di bait ketiga, ‘ketika fajar beranjak datang/hati ikut menghidupkan kegundahan/kobaran pasrah menyala dihujani air mata…’. Larik ‘kobaran pasrah menyala dihujani air mata’ enak dibaca, namun menunjukkan stuktur tidak logis. Lumrahnya, ‘kobaran’ akan padam ketika ‘dihujani’, tetapi di larik ini justru ‘menyala dihujani’. Di sinilah pentingnya pilihan kata yang tepat sehingga metafora yang dibuat penyair tetap mendukung keutuhan makna puisi.
Puisi terakhir, “Usai”, seperti jawaban atas kegalauan pada dua puisi sebelumnya. Dara membuka bait pertama, ‘kearoganan mengungkungnya untuk tidak berbuat apa-apa/keegoisan mengikatnya dengan simpul mati/ia ingin berkelana jauh bersama harapan yang telah lama disulam/namun sayapnya patah—/dipatahkan’.
Klausa ‘harapan yang telah lama disulam/namun sayapnya patah—/dipatahkan’ memberi rasionalisasi atas narasi sebelumnya tentang seseorang yang terjebak dalam ‘penjara’ dan overthinking-nya. Sebenarnya dia ingin melakukan suatu tindakan perubahan untuk memperbaiki keadaan, namun dia tidak berdaya, atau sengaja dibuat tak berdaya.
Kelanjutan yang tak terhindarkan adalah ‘senyumnya merekah—/dalam kepalsuan’. Artinya pihak yang terjebak hanya bisa berpasrah. Mengapa? Sebab, sebenarnya ‘ia ingin memulai lagi/tapi pengkhianatan kembali memenjarakannya’. Tragis. Terkadang seseorang sulit mengambil keputusan dikarenakan ketakutan akan efek yang tidak sesuai dengan harapan. Ketika dampak yang ditimbulkan tidak seperti yang diharapkan seseorang cenderung akan menyalahkan dan menyesali keputusan yang diambil.
Islam telah melarang umatnya untuk menyesali secara berlebihan atas apa yang telah terjadi. Rasulullah bersabda: “Apabila engkau tertimpa suatu kegagalan, janganlah engkau berkata : “Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu. Akan tetapi katakanlah “Qaddarallahu wamaa Syaa’a Fa’ala” (Ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki). Sesungguhnya ucapan “Seandainya”akan membuka (pintu) perbuatan Syaithan” (Hadits Shahih Riwayat Muslim)”.
Terpenjara dalam penyesalan karena salah membuat pilihan (keputusan) dapat dimitigasi dengan melakukan perenungan dan pertimbangan matang yang didasari pikiran logis serta referensi yang dapat dipercaya. Setelah semua upaya antisipasi tersebut berserah diri dalam tawakkal adalah sikap yang paling tepat bagi seorang hamba. []
Tentang Kreatika
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini disediakan untuk penulis pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post