Kakak Meli pun segera melunaskan biaya pengobatan di meja administrasi. Tak ada raut sedih di wajah Meli, walau ia tidak dapat berkuliah tahun ini, setidaknya amak bisa sembuh dan kembali berkumpul dengan mereka. Begitulah pikirnya. Setelah beberapa menit dokter memeriksa dan menjelaskan kondisi amak, mereka diperbolehkan masuk ke ruangan amak.
“Apo yang amak rasoan kini,” tanya kakak ke empat Meli.
Amak tersenyum. “Ndak sakik bana badan amak lai,” jawab amak dengan suara kecil.
“Bilo Meli kuliah jadi e,” tanya amak menatap Meli. Meli menggeleng kecil seraya tersenyum.
“Bialah pitih tu di pakai untuak barubek, Amak.” Ucap Meli mengelus lembut tangan amak yang makin keriput termakan usia.
“Mungkin alun razaki Meli kini, lai. Capek cegak yo mak, bia bisa awak pai ka ladang basamo. Pitih labiah nyo bia untuak adiak sakola.” Luruh. Hati amak begitu tersentuh mendengar betapa baiknya hati anak gadisnya ini. Tak hanya amak, orang-orang di ruangan itu pun juga tersentuh dengan tindakan Meli.
“Alah gadang anak gadih amak kini.” Amak memeluk Meli dan mengusap lembut punggungnya.
“Assalamu’alaikum, Uni.” Ucap seseorang memasuki kamar inap yang mereka tempati.
“Waalaikumsalam. Eh, bilo lo Acik tibo ko.” Tanya Meli heran sekaligus senang melihat adik bungsu amak yang baru tiba.
“Baru tibo langsuang kasiko Acik tadi. Baa kaba Uni, sakik jo badan lai.” Tanya Cik Rini mendekati kasur amak.
“Ndak sakik bana lai,” jawab amak.
Mereka asyik berbincang sambil memakan sanjai yang di bawa Cik Rini. Saat sedang asik berbincang, terdengar suara notifikasi dari hp Cik Rini.
“Alhamdulillah, kau lulus Mel,” ucap girang Cik Rini yang membuat mereka keheranan.
“Lulus apo cik.” Tanya Meli heran.
“Kau lulus beasiswa untuak lanjuik kuliah.” Wajah Cik Rini begitu bahagia mengatakannya.
“Tapi Meli ndak lai mandaftar cik.” Herannya.
“Patang ko Mamak minta tolong ka acik mandaftaran kau beasiswa, tapi kecek Mamak Safi jan sampai kau tau. Ko alah kalua hasil e. Namo kau yang paliang ateh.” Jelas Cik Rini yang membuat Meli serta semua orang di sana senang. Mak Safi tersenyum sambil memeluk istrinya.
“Makasih bana, mak. Baa caro Meli mambaleh mamak.” Tanya Meli sambil menahan air mata gembira.
“Kau harus rajin belajar salamo kuliah, jan malala se karajo disinan.” Ucap Mak Safi. Meli mengangguk mantap mendengar perkataan Mak Safi.
Discussion about this post