Senin, 14/7/25 | 09:52 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home Unes

Meributkan Peran Economic Provider

Minggu, 19/5/24 | 16:02 WIB

Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)

 

Ketika perempuan menjadi seorang economic provider dalam keluarga, bolehkah ia hanya berfokus pada pencapain saja tanpa dibebani tugas mengurus yang lain? Sepertinya tidak. Ia tetap diposisikan sebagai pilar utama untuk mengasuh dan mengurus anak, membersihkan rumah, memasak, dan mencuci menyeterika. Bila pun ada, hal itu akan disertai bisik-bisik tetangga dan recokan anggota keluarga yang lain.

Perempuan itu akan dianggap menyalahi kodrat. Suaminya pun tak luput dari bisik-bisik dan recokan orang lain. Ia akan mendapat gelar sebagai lelaki pemalas meskipun di rumah ia menjadi pilar utama untuk mengurus tugas-tugas rumah tangga. Sebagian pasangan menutup telinga dari bisik-bisik dan recokan itu. Sebagian lainnya justru memaksa diri berganti posisi meskipun istri sebagai provider lebih menjamin kelangsungan hidup dibanding suami. Tidak sedikit kan, perempuan dengan karier gemilang berhenti bekerja setelah menikah demi membangun rumah tangga yang “sesuai kodrat” di masyarakat?

Akan tetapi, bagaimana bila economic provider dalam keluarga itu adalah seorang lelaki? Bolehkah ia hanya berfokus pada pencapaian saja tanpa dibebani tugas mengurus yang lain? Sepertinya boleh, karena anggapan “memang begitulah seharusnya”. Ia tidak perlu ambil bagian dalam pilar mengasuh dan mengurus anak, membersihkan rumah, memasak, dan mencuci menyeterika. Hal begini dianggap lazim dan ia akan terbebas dari bisik-bisik tetangga dan recokan anggota keluarga.

BACAJUGA

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Menyulam Nilai Lewat Cerita: Inyiak Bayeh dan Cerita-cerita Lainnya

Minggu, 11/5/25 | 17:14 WIB
Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Talempong Batu: dari Batu ke Nada

Minggu, 04/5/25 | 18:02 WIB

Minggu lalu, ‘man provider’ menjadi kata yang diributkan oleh pengguna X. Banyak persoalan yang sebetulnya menjadi bahasan lanjutan setelahnya. Hanya saja, cukup terasa lucu bila sekadar menjadi economic provider diartikan telah bertanggung jawab secara penuh tanpa perlu terlibat dalam urusan rumah tangga yang lain. Padahal, peran ini hanyalah satu bentuk peran di antara bentuk peran lainnya seperti sebagai pelindung dan pengasuh.

Lebih lucu dari itu, ada anggapan bahwa bila laki-laki menjadi provider dalam rumah tangga, perempuan hanya perlu ‘taat’ dan ‘nurut’. Tidak seharusnya perempuan menuntut hal lain seperti tuntutan untuk ikut serta dalam tugas-tugas rumah tangga dan pengasuhan. Logikanya menjadi semakin lucu bila peran provider ini dilimpahkan kepada perempuan. Bila kondisinya demikian, laki-laki hanya perlu ongkang kaki, pergi mancing, atau memelihara burung. Mereka tidak dituntut ‘taat’ dan ‘nurut’ untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga dan pengasuhan.

Anggapan peran man provider diposisikan sebagai pemegang tanggung jawab secara penuh tanpa perlu mengurus yang lain tampaknya perpanjangan dari anggapan 224 tahun yang lalu. Pada tahun 1800-an, pekerjaan yang berkaitan dengan mengurus anak dan rumah dianggap sebagai kerja yang tidak perlu dikuantifikasi. Hanya karena tidak menghasilkan jumlah dalam bentuk angka-angka, aktivitas domestik dikecualikan sebagai penyumbang dalam kemakmuran ekonomi keluarga.

Di tahun-tahun tersebut, hanya laki-lakilah yang dianggap sebagai manusia ekonomi, sedangkan perempuan tidak. Akan tetapi, tahun-tahun telah berlalu demikian panjang. Boleh jadi, anggapan tersebut sudah terbilang kuno mengingat banyaknya perempuan bekerja bahkan turut sebagai economic provider dalam rumah tangga di masa sekarang.

Tags: #Lastry Monica
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Puisi “Ibu” Chairil Anwar dan “Ibu Dehulu” Amir Hamzah: Analisis Stilistika

Berita Sesudah

Melepas Rindu pada Indonesia di Sasang-gu

Berita Terkait

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Crack! Sebuah Denting Kecil

Minggu, 13/7/25 | 18:39 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Akhir tahun lalu, saya pernah menulis tentang raket nyamuk di rubrik “Renyah” ini. Tulisan...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Pesan yang Tak Pernah Usai

Minggu, 06/7/25 | 16:34 WIB

  Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Pekan lalu, tepatnya Minggu, 29 Juni 2025, saya menuliskan kembali kenangan tentang masa...

Satu Tikungan Lagi

Yang Tersembunyi di Balik Ramalan

Minggu, 29/6/25 | 19:13 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Semasa sekolah menengah, saya dan banyak teman sebaya gemar mengakses ramalan, dari situs mistis...

Belajar dari Menunggu

Minggu, 22/6/25 | 18:32 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Menunggu ujian bukan hanya soal duduk diam di luar ruang kelas dengan segelas air...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Jalan Pagi atau Jajan Pagi

Minggu, 15/6/25 | 17:57 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Beberapa minggu terkahir ini, di akhir pekannya saya suka jalan-jalan pagi. Niat awalnya olah...

Satu Tikungan Lagi

Masih Tentang Busa dan Bilasan

Minggu, 08/6/25 | 17:51 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Minggu lalu, di rubrik Renyah, saya menulis tentang pengalaman mencuci pakaian—aktivitas sederhana yang diam-diam...

Berita Sesudah
Peran Diksi dalam Kegiatan Tulis-Menulis

Melepas Rindu pada Indonesia di Sasang-gu

POPULER

  • Afrina Hanum

    Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perayaan HUT Koperasi ke-78 di Bukittinggi, Bung Hatta Kembali Jadi Inspirasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Forum Mahasiswa Dharmasraya Soroti Konflik Perusahaan dengan Masyarakat, Desak Bupati Bertindak Tegas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Efisiensi di Negeri Petro Dolar: Jalan Penuh Lubang, Jembatan Reyot Vs Mobil Dinas Baru yang Lukai Rasa Keadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 100 Hari Kerja Wali Kota Padang Capai Kepuasan 80 Persen

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penggunaan Kata Ganti Engkau, Kau, Dia, dan Ia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024