Senin, 01/12/25 | 14:07 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home Unes

Perfect Days: Standar Bahagia dan Syukur yang Sederhana

Minggu, 12/5/24 | 16:37 WIB

Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)

Hirayama melihat dunia dengan hatinya. Ia melihat detil-detil kecil sebagai sesuatu yang luar biasa. Darinya kita belajar bahwa perlu untuk meluangkan waktu dan mensyukuri detil kecil yang selintas terlihat tidak penting. Detil kecil itu baginya mewujudkan kegembiraan yang menenangkan.

Selama dua jam, Perfect Days yang disutradarai oleh Wim Wenders ini menyajikan penonton ritme yang lambat dan tenang. Film tahun 2023 produksi Jerman-Jepang yang diperankan Koji Yakusho (sebagai Hirayama) ini menunjukkan sebuah alternatif untuk menikmati kehidupan. Kesempurnaan dalam hidup tidak melulu harus dikejar berdasarkan yang dilakukan kebanyakan orang. Tidak perlu untuk selalu haus akan sensasi dan validasi yang mendorong sebagian orang untuk selalu terburu-buru, memaksa diri menapaki tangga yang tinggi, dan berlari tanpa henti karena takut ketinggalan.

Hirayama menikmati kesehariannya tanpa teknologi digital. Ia tidak memiliki televisi dan smartphone. Kesehariannya sepulang bekerja sebagai pembersih toilet umum ia habiskan dengan membaca buku yang dibelinya di toko buku bekas. Secara cukup rutin ia berkeliling kota menggunakan sepeda mengunjungi pemandian umum, kedai makanan, toko pencetak foto, penatu, dan sebuah bar kecil yang sering dikunjungi orang-orang paruh baya seperti dirinya.

BACAJUGA

Suatu Hari di Sekolah

Saat Ide Mengalir di Detik Terakhir

Minggu, 05/10/25 | 20:02 WIB
Suatu Hari di Sekolah

Antara Deadline dan Bedcover

Minggu, 14/9/25 | 18:56 WIB

Sebuah kamera analog dan beberapa kaset jadul berisikan folk Jepang dan rock Inggris hingga Amerika tahun 70-an menemani hari-harinya. Dua benda yang tampak menenteramkan bagi Hirayama. Saat pergi bekerja ia akan memutar kaset tersebut sembari sesekali tersenyum menikmati alunan musik. Saat istirahat siang, ia akan mendaki mengunjungi kuil dan menikmati makan siangnya dari atas bukit tersebut. Dalam ketenteraman menikmati makan siang, ia akan memerhatikan celah-celah cahaya matahari melalui daun-daun pohon mapel yang rindang. Sebuah pemandangan yang bagi Hirayama menarik dan menyenangkan hingga diabadikan lewat tangkapan kemera analognya.

Interaksi Hirayama dengan pohon mapel Jepang seolah memiliki arti tersendiri. Ia akan memerhatikan sekiranya ada bibit mapel di sekitaran pohon. Kemudian ia akan memungut dan merawatnya di apartemennya. Sepanjang Perfect Days yang minim dialog ini, nyaris tak diperlihatkan konflik yang menguras energi penonton. Salah satu yang menjadi sorotan hanyalah perjumpaan Hirayama dengan keponakan perempuan dan saudara perempuannya. Sekilas tampak ada konflik di masa lalu antara Hirayama dengan keluarganya, tetapi sedikitpun tak dijelaskan, baik melalui kilas balik maupun dialog antara karakter. Pertemuan yang canggung itu berakhir dengan pelukan hangat antara dua kakak beradik yang tampak telah lama tak berinteraksi.

Begitu pula perjumpaan Hirayama dengan mantan suami pemilik bar yang sering ia kunjungi. Dialog keduanya justru diakhiri permainan menginjak bayangan seperti dua bocah laki-laki yang saling menghibur diri. Sepanjang film hanya didominasi keharmonian yang ditampilkan lewat ekspresi Hirayama dan sejumlah cuplikan yang menggambarkan ketenangan. .

Hirayama bahagia dan bersyukur karena hal-hal kecil di sekitarnya. Setiap kali membuka pintu apartemen sebelum berangkat kerja, ia akan memerhatikan langit dan tersenyum bila hari itu cerah. Ia tampak bersyukur bila ada pengunjung toilet yang menekan tombol siram bila toilet selesai digunakan. Ia tampak senang menyaksikan kilauan cahaya di sela-sela pohon mapel. Ia begitu menikmati buku dan musik jadul untuk mengisi waktu sebelum tidur dan perjalanan menuju tempat kerja. Perfect Days memang beralur lambat, tenang, dan minim dialog. Namun lewat cara ini pulalah kisah yang ditampilkan tampak hendak mengemukakan cara pandang baru dalam menjalani kehidupan.

Tags: #Lastry Monica
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Hal Tidak Mengenakkan Ketika Berkunjung ke Yogyakarta

Berita Sesudah

Asal-Usul Kata “Kepo” dan “Julid” di Media Sosial

Berita Terkait

Lagu yang Tak Selesai-selesai

Hujan yang Merawat Diam

Minggu, 23/11/25 | 19:52 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Hujan selalu punya cara sederhana untuk membuat saya berhenti sejenak. Di antara rintik yang...

Lagu yang Tak Selesai-selesai

Tentang Usaha yang Tidak Terlihat

Minggu, 09/11/25 | 20:13 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Dalam setiap pertandingan olahraga selalu ada dua kemungkinan, menang atau kalah. Dari kejauhan semuanya...

Lagu yang Tak Selesai-selesai

Ketika Hasil Tak Sepenting Perjalanan

Minggu, 26/10/25 | 21:50 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Libur kuliah dahulu selalu terasa seperti lagu merdu yang menandai kebebasan. Setelah berminggu-minggu bergulat...

Lagu yang Tak Selesai-selesai

Satu Lagu Untuk Pulang

Minggu, 19/10/25 | 20:11 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Minggu lalu, saya menulis tentang kebiasaan aneh tapi menyenangkan, mendengarkan satu lagu saja, berulang-ulang...

Lagu yang Tak Selesai-selesai

Lagu yang Tak Selesai-selesai

Minggu, 12/10/25 | 19:23 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Entah mengapa, hari itu saya hanya ingin mendengarkan satu lagu. Satu lagu saja! Padahal...

Suatu Hari di Sekolah

Saat Ide Mengalir di Detik Terakhir

Minggu, 05/10/25 | 20:02 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Ada satu fenomena unik yang saya kira hampir semua kita pernah...

Berita Sesudah
Peran Diksi dalam Kegiatan Tulis-Menulis

Asal-Usul Kata “Kepo” dan “Julid” di Media Sosial

Discussion about this post

POPULER

  • Kantor PDAM Kota Padang.[foto : net]

    PDAM Padang Kerahkan Mobil Tangki Gratis, Krisis Air Bersih Dipastikan Tetap Terkendali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walikota Padang Desak PDAM Percepat Perbaikan IPA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • DPW PKB Sumbar dan DKW Panji Bangsa Gerak Cepat Salurkan Sembako di Padang Pariaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bahasa Indonesia itu Mudah atau Sulit?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024