Senin, 01/12/25 | 18:06 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Gaya Bahasa pada Lagu Satu-Satu oleh Idgitaf

Minggu, 25/2/24 | 08:22 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa
(Dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)

 

Akan ada masa depan,
bagi semua yang bertahan.
Duniaku pernah hancur,
rangkai lagi satu-satu.

BACAJUGA

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Belajar Budaya dan Pendidikan Karakter dari Seorang Nenek yang ‘Merusak’ Internet

Minggu, 16/11/25 | 13:27 WIB
Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Kecerdikan Kancil dalam Fabel Indonesia dan Melayu: Analisis Sastra Bandingan

Minggu, 21/9/25 | 14:12 WIB

Satu-Satu, Idgitaf (2022)

Secara umum, karya sastra merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai seni dan nilai keindahan (Hawa, 2017). Sebagai sebuah karya seni, sastra berfungsi sebagai media hiburan bagi pembaca. Sastra juga berkaitan dengan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan melalui bahasa. Dalam karya sastra bahasa merupakan sarana estetika yang mampu memberikan kesan terhadap pembacanya. Oleh sebab itu, karya sastra tidak lepas dari keindahan kalimat-kalimat yang terdapat di dalamnya. Salah satu kajian yang membahas bahasa dan gaya bahasa dalam karya sastra disebut stilistika.

Menurut Ratna (2009), stilistika adalah ilmu tentang yang gaya, sedangkan stile merupakan cara pengucapan bahasa atau cara pengarang dalam mengungkapkan sesuatu. Sebagai sebuah kajian, stilistika bertujuan untuk menganalisis atau mengkaji karya sastra dari segi penggunaan bahasa dan gaya bahasanya. Dengan demikian, dapat diketahui kekhasan dan keunikan gaya penulisan pengarang dalam menghasilkan karya-karyanya.

Gaya bahasa menurut Satoto (2012) merupakan cara pengungkapan diri sendiri, melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Astuti, dkk. dalam Purba, dkk. (2023) mengatakan bahwa pada gaya bahasa mengandung beberapa unsur stilistika yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau imaji dengan makna tertentu. Dapat dikatakan, gaya bahasa menjadi media yang digunakan pengarang dalam mengungkap pengalaman kejiwaannya dalam karya sastra.

Lagu merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sarat akan gaya bahasa. Menurut Uli, dkk. dalam Yusniar, dkk. (2019) lagu adalah kumpulan atau rangkaian kata-kata yang indah yang dinyanyikan dengan iringan musik. Lagu merupakan bentuk karya seni yang menggunakan bahasa sebagai penyampai pesan dan dapat memengaruhi pendengarnya. Lagu tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga dapat menjadi media penyair dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan. Lagu memiliki kemiripan bahasa dengan puisi yang disusun dengan menyingkat, memadatkan, dan memberi irama sesuai dengan bunyi yang sepadan dalam pilihan kata-kata bermakna khusus atau kiasan (Purba, dkk. 2023).

Dalam hal ini, lagu yang akan diteliti gaya bahasanya adalah Satu-Satu (2022) yang dinyanyikan oleh Idgitaf. Satu-Satu merupakan salah satu lagu yang terdapat dalam album Mengudara (2023). Lagu ini unik, menceritakan perjalanan sang penyanyi dalam menerima dan bangkit luka-luka di masa lalu namun dibawakan dengan nada yang catchy. Satu-satu kerap dijadikan latar dalam unggahan di media sosial dan telah didengarkan sebanyak 88 juta kali di aplikasi Spotify.

Berikut adalah unsur-unsur stilistika dari lagu Satu-Satu.

A. Majas Perbandingan
1. Metafora, jenis majas perbandingan yang berfungsi untuk mengungkapkan sebuah perasaan secara langsung, berupa perbandingan analogis.

(1) Terasa salah karena
(2) Ada yang belum selesai

Lirik pada kutipan (1) memiliki makna bahwa penyair pernah mengalami pengalaman pahit di masa lalu. Walaupun kejadiannya sudah lama berlalu, penyair masih mengingatnya dan mengganjal di hati penyair. Kutipan (2) mengungkapkan bahwa penyair merasa ada urusan yang belum selesai antara penyair dan orang yang telah menorehkan luka di hati penulis. Lirik ini juga bermakna penyair masih menantikan permohonan maaf dari orang tersebut, dan belum menerimanya.

2. Personifikasi, gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda tidak bernyawa seolah-olah  memiliki sifat seperti manusia. Majas ini diperlihatkan pada lirik,

(3) Waktu terus berjalan
(4) Jadikan ku yang hari ini

Pada kutipan (3), penyair sadar bahwa sepahit apapun peristiwa yang dialami, hidup tetap harus dilanjutkan. Luka akan sembuh seiring berjalannya waktu. Namun, pengalaman pahit tersebut terkadang masih terngiang-ngiang di kepala penyair. Kutipan (4) menunjukkan adanya proses ‘membentuk’. Penggunaan kata ‘membentuk’ biasanya diikuti dengan objek yang konkret misalnya, membentuk lengkungan (senyum) atau membentuk seperti bola (adonan). Namun, dalam hal ini objek yang dibentuk berupa diri (jiwa) penyair, bahwa (kondisi) jiwa penyair di masa kini dibentuk oleh peristiwa-peristiwa hidup yang telah dialami penyair.

3. Hiperbola, majas perbandingan yang memiliki sifat membesar-besarkan atau melebih-lebihkan dari kenyataan sebenarnya.

(5) Duniaku pernah hancur

Lirik pada kutipan ini tidak menunjukkan arti dunia yang sebenar-benarnya ‘hancur’, melainkan bentuk perasaan keterpurukan akibat pengalaman-pengalaman pahit yang dialami penyair.

4. Litotes, merupakan kebalikan dari majas hiperbola. Majas ini menyatakan sesuatu yang kurang dari keadaan sebenarnya dengan maksud merendahkan diri (Keraf, dalam Purba, dkk. 2023).

(6) Aku akan coba pahami

Lirik ini menunjukkan penyair yang sedang mencoba mencerna segala peristiwa yang telah dialaminya. Walaupun ia belum sepenuhnya memahami, penyair berusaha untuk menerima.

B. Majas Penegasan

1. Pleonasme merupakan majas yang ditulis dengan cara menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.

(7) Kini kau tak sendiri lagi

Agar lebih efektif penyair bisa saja menuliskan lirik ini menjadi kini kau tak sendiri. Namun untuk memberikan penegasan pada pernyataan kini kau tak sendiri ditambahkan kata lagi. Dalam hal penulisan lagu, kata lagi ditambahkan untuk mempertahankan konsistensi antara lirik dan nada.  Kata sendiri pada lirik ini bermakna bahwa sebelum masa kini, penyair merasa tidak ada seorangpun yang dapat memahami perasaannya.

2. Asonansi merupakan perulangan huruf vokal yang terdapat dalam satu baris yang sama (Keraf, dalam Purba, dkk. 2023).

(8) Siapakah yang salah
(9) Aku sudah tak marah
(10) Akan ada masa depan

Pengulangan vokal ah yang diperlihatkan pada lirik (8), (9), dan (10) menghasilkan keselarasan antara lirik dan nada. Penggunaan majas asonansi pada lirik (8) dan (9) bermakna ‘semuanya sudah terjadi, mau bagaimana lagi?’, ‘mau marah pun, juga percuma.’ Adapun lirik (10) menunjukkan perasaan optimis, setelah menghadapi
masa sulit akan ada kemudahan, serta harapan untuk masa depan yang lebih baik.

3. Aliterasi, merupakan perulangan huruf konsonan yang terdapat dalam satu baris yang sama (Keraf, dalam Purba, dkk. 2023).

(11) Telinga pernah mendengar
(12) Rangkai lagi satu satu

Penggunaan majas aliterasi pada lirik (11) dan (12) menghasilkan keindahan bahasa dan kemerduan bunyi pada sebuah lagu (Keraf, dkk. 2023). Pengulangan huruf konsonan ng pada lirik (11) juga menggambarkan citraan pendengaran yang bermakna bahwa penyair pernah menerima perkataan yang kurang menyenangkan.

4. Retoris merupakan jenis majas berupa pertanyaan yang jawabannya sudah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.

(13) Siapakah yang salah
(14) Siapakah yang tanggung jawab

Lirik (13) dan (14) merupakan bentuk rasa sakit penyair akibat perlakuan dan perkataan buruk yang telah diterimanya. Kata siapa bermakna bahwa penyair mengingat orang-orang yang telah memberinya rasa sakit. Namun, alih-alih melakukan konfrontasi dan menuntut permohonan maaf, penyair memilih untuk merelakan rasa sakit tersebut.

5. Elipsis merupakan jenis majas penegasan yang terdapat penghilangan kata atau bagian di dalamnya (Susandhika, 2022).

(15) Walau masih teringat
(16) Rangkai lagi satu-satu

Pada lirik (15) terdapat unsur partikel pun yang seharusnya ditelakkan setelah kata walau,  yang menandai perlawanan makna. Selanjutnya unsur subjek aku juga hilang dari lirik (15) dan seharusnya diletakkan setelah kata walau, menandakan bahwa penulis masih mengingat pengalaman buruknya. Namun, penulis harus merelakan semuanya karena hidup harus terus berlanjut. Selanjutnya, pada lirik (16) terdapat unsur subjek aku yang seharusnya diletakkan di awal kalimat. Makna lirik (16) adalah bentuk penerimaan akan kehidupan penyair, serta memperlihatkan tekad penyair untuk menata kembali hidupnya.

Dengan demikian, lagu Satu-Satu menceritakan proses bangkitnya penyair dari pengalaman buruk yang membuatnya terpuruk. Pada bait pertama diperlihatkan penyair masih mengingat perkataan dan perlakukan buruk yang diterimanya. Walaupun pengalaman tersebut telah menimbulkan rasa sakit di hati penyair, terlihat bahwa ia tidak menyimpan dendam kepada pelaku. Penyair juga mengungkapkan bahwa pelaku tidak pernah meminta maaf kepadanya sehingga ada hal-hal yang masih mengganjal di hatinya.

Pada beberapa bait diperlihatkan bahwa penyair seolah tidak punya pilihan untuk menuntut permohonan maaf ataupun melakukan konfrontasi kepada pelaku. Penyair memutuskan untuk bangkit dari keterpurukan dan menata kembali hidupnya. Dalam lagu Satu-Satu diperlihatkan 16 gaya bahasa melalui penggunaan majas perbandingan dan majas penegasan.

Majas perbandingan terdiri atas penggunaan majas seperti metafora pada lirik (1) dan (2), personifikasi pada lirik (3) dan (4), hiperbola pada lirik (5), dan litotes pada lirik (6). Majas penegasan diperlihatkan pada penggunaan majas pleonasme pada lirik (7), asonansi pada lirik (8), (9), (10), majas aliterasi pada lirik (11), 12), majas retoris pada lirik (13), (14), dan majas elipsis pada lirik (15), (16).

Tags: #Andina Meutia Hawa
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Perbedaan Kata Pinjam, Utang, Sewa, dan Rental

Berita Sesudah

Novel Psikoanalisis Pertama yang Ditolak Balai Pustaka

Berita Terkait

Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

Minggu, 30/11/25 | 15:11 WIB

Oleh: Noor Alifah (Mahasiswi Sastra Indonesia dan Anggota Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas)   Salah satu karya sastra tertua...

Luka Peperangan Musim Gugur pada Cerpen “Tepi Shire” Karya Tawaqal M. Iqbal

Luka Peperangan Musim Gugur pada Cerpen “Tepi Shire” Karya Tawaqal M. Iqbal

Minggu, 23/11/25 | 06:57 WIB

Oleh: Fatin Fashahah (Mahasiswa Prodi Sastra dan Anggota Labor Penulisan Kreatif Universitas Andalas)   Musim gugur biasanya identik dengan keindahan....

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Minggu, 16/11/25 | 13:49 WIB

Oleh: Imro’atul Mufidah (Mahasiswa S2 Korean Studies Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan)   Kebanyakan mahasiswa asing yang sedang...

Puisi-puisi M. Subarkah

Budaya Overthinking dan Krisis Makna di Kalangan Gen Z

Minggu, 16/11/25 | 13:35 WIB

Oleh: M. Subarkah (Mahasiswa Prodi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di tengah gemerlap dunia digital dan derasnya...

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Belajar Budaya dan Pendidikan Karakter dari Seorang Nenek yang ‘Merusak’ Internet

Minggu, 16/11/25 | 13:27 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa (Dosen Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di ruang keluarga. Seorang nenek sedang...

Identitas Lokal dalam Buku Puisi “Hantu Padang” Karya Esha Tegar

Konflik Sosial dan Politik pada Naskah “Penjual Bendera” Karya Wisran Hadi

Minggu, 02/11/25 | 17:12 WIB

  Pada pukul 10:00 pagi, 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Berkat desakan dari golongan muda,...

Berita Sesudah
Novel Psikoanalisis Pertama yang Ditolak Balai Pustaka

Novel Psikoanalisis Pertama yang Ditolak Balai Pustaka

Discussion about this post

POPULER

  • Kantor PDAM Kota Padang.[foto : net]

    PDAM Padang Kerahkan Mobil Tangki Gratis, Krisis Air Bersih Dipastikan Tetap Terkendali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalan Water Front City Amblas 200 Meter di Pariaman Selatan, Tanpa Rambu dan Penerangan: Warga Terancam Nyawa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • DPW PKB Sumbar dan DKW Panji Bangsa Gerak Cepat Salurkan Sembako di Padang Pariaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Walikota Padang Desak PDAM Percepat Perbaikan IPA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024