Cintaku Tergadai di Ujung Sumatera
Cerpen: Wirda
“Aku senang sekali hari ini Mas, aku lulus jadi PNS. Alhamdulillah. Inilah cita-citaku dari kecil untuk menjadi seorang guru, Alhamdulillah Mas.” Yati bicara dengan sangat gembiranya, hanya saja, Mas Hadi membisu dan diam seribu bahasa.
Aku heran melihat mas Hadi, apakah ada wanita lain selain diriku? apakah aku salah ucap?
“Mas udah sampai, aku turun disini aja!” Aku berharap dia mau berbicara, tapi nyatanya dia terus diam. Aku terus berjalan menuju gang rumahku dengan seribu pertanyaan di benakku.
Yati adalah seorang gadis yang cantik, ramah dan cerdas walaupun dia berasal dari keluarga yang kurang mampu, tapi semangat juangnya luar biasa untuk mencapai cita-citanya dari kecil yang ingin sekali menjadi seorang guru. Dan takdir berpihak padanya, tepat pada bulan November dia lulus menjadi PNS dan ditempatkan di daerah terisolir.
“Ayah…. Ibu…. Aku lulus jadi PNS!”
“Ya Allah Ya Rabb Alhamdulillah! anakku lulus jadi guru ya Allah, Wah akhirnya perjuangan panjang membuahkan hasil yang luar biasa.”
“Terima kasih bu semua ini berkat doa ibu dan ayah” Mereka bertiga berpelukan, tanpa disadari air mata mereka menetes, inilah air mata kebahagiaan keluarga kecil ini.
“Mas Kenapa kamu tidak mengucapkan selamat kepada saya?” Kataku Yati waktu itu.
“Apakah kamu tidak senang saya lulus jadi guru Mas?” Hadi tetap diam tanpa komentar apa pun, sebenarnya di dubuk hatinya yang paling dalam dia tidak setuju Yati lulus menjadi PNS apalagi harus ditempatkan di daerah terisolir, hal ini adalah hal terberat bagi dia tapi apa hendak dikata. Dia mau protes tapi takut Yati tersinggung dan kecewa.
Malam itu cuaca tidak bersahabat, angin kencang disertai badai yang begitu dingin, hujan lebat pun tak henti-hentinya, guruh dan petir saling bersahutan malam itu, ini adalah malam yang cuacanya sangat buruk. Hadi tidak bisa memejamkan matanya malam itu karena suara guruh dan petir yang kuat, Hadi bolak-balik ke kamarnya dia berusaha untuk merebahkan tubuhnya di ranjang, tapi dia tak bisa memejamkan matanya, dia sudah berusaha keras untuk bisa tidur malam itu tapi ternyata tak bisa dia terus memikirkan Yati kekasihnya yang akan berangkat besok pagi ke daerah terisolir sebagai Abdi Negara di sana, sementara dia harus tetap tinggal di kota ini sebagai dokter yang bertugas di salah satu Rumah Sakit terkenal di Jakarta. Sudah hampir 1 bulan Hadi berusaha di membujuk Yati Untuk membatalkan keberangkatannya, namun Yati tetap teguh untuk menjadi guru di daerah terisolir.
“Yat bisakah kamu membatalkan keberangkatan mu besok, Yat tolong batalkan niatmu!”
“Maaf mas aku ndak bisa, aku harus pergi.”
“Yat, kamu kenapa sih selalu memikirkan karir dan karir, tak pernah memikirkan hubungan kita! Pokoknya kamu nggak boleh berangkat besok. Titik.”
“Mas kamu jangan egois,” Teriak Yati
“Kamu yang egois” Balas Hadi dengan nada tinggi.
“Apakah kamu tidak yakin untuk menikah denganku? apakah kamu ragu aku tak sanggup membiayai hidup mu?”
“Saya yakin mas kamu bisa bertanggung jawab dan sanggup membiayai aku sepenuhnya,”
“Terus kenapa kamu kekeh juga untuk bekerja? apalagi di tempat yang sangat jauh.”
“Mas, tolong ngertiin aku, aku sangat mencintaimu, aku harus kerja demi orang tuaku mas. Mereka sangat berharap aku kerja sebagai Abdi Negara, aku mohon padamu izinkan aku untuk pergi besok, kitakan sudah janji untuk menikah satu tahun lagi, setelah satu tahun tugas di sana aku akan urus pindah ke sini,” Yati berusaha untuk meyakinkan Hadi.
Di lubuk hati Yati yang paling dalam dia juga bingung untuk mengambil keputusan yang sangat berat dan rumit. Di satu sisi dia berat meninggalkan orang yang dia cintai, sementara di sisi lain orang tua sangat berharap dia bekerja untuk menopang kehidupan keluarganya.
Yati adalah kekasih Hadi. Mereka sudah menjalin hubungan selama dua tahun, Hadi dan Yati berniat untuk menikah dengan Yati di tahun depan. mereka saling mencintai walaupun sering cekcok karena Hadi orangnya kasar dan egois ya barangkali cek-cok itu sebagai bumbu dalam hubungan asmara mereka.
Kring…. kring…. bunyi HP pagi itu, kring… kring…., siapa yang nelpon pagi-pagi begini?
“Hallo, Assalamualaikum” Yati tau itu Hadi, sekakian saja ia ingin kembali meminta izin.
“Hari ini aku mau minta izin aku mau berangkat ke Sumatera, Mas Aku berharap kamu bisa menemui aku di pelabuhan pagi ini.”
“Waalaikumsalam. Aku akan datang,” jika aku tidak terlalu sibuk pagi ini jawab Mas Hadi, ketus.
Jam telah menunjukkan jam 9 tapi mas Hadi belum juga muncul.Udara di pelabuhan sangat panas penuh sesak dengan penumpang yang lalu-lalang, matahari mulai meninggi karena hampir jam 10.00, Ya Allah dadaku sesak hatiku was-was, gundah gulana, pikiranku kacau, karena waktu tinggal 30 menit lagi, tapi mas Hadi belum juga muncul. Kok kamu belum juga datang Mas? Mas tolong temui aku di sini Mas, Yati sangat berharap Hadi datang ke pelabuhan sebelum kapal berangkat dia selalu berdoa dalam hatinya.
“Ya Allah pertemukan lah aku dengan mas Hadi walau sesaat saja Ya Allah Aamiin Ya
Rabbal Aalamiin.”
Orang-orang sangat sibuk karena sudah ada pemberitahuan bahwa 30 menit lagi kapal akan berangkat ke Sumatera aku semakin bingung hatiku kacau perasaanku sedih konsentrasiku pecah aku merasa tidak fokus lagi. Tepat jam 9.40 tiba-tiba mas Hadi memanggilku, “Yati…” dia hanya panggil namaku dengan raut wajah sedih.
“Ya Mas, Alhamdulillah kamu datang juga Mas.” Kami duduk di kursi pojok itu.
“Yati Bisakah kamu membatalkan keberangkatanmu aku sangat khawatir dengan hubungan kita.” Tidak ada jawaban dari Yati. Suasana di pelabuhan begitu penuh sesak. Ya Allah, kenapa aku merasa kesepian di tengah keramaian ini? hatiku sakit, pilu rasanya berpisah dengan orang yang sangat aku cintai, batinku meronta.
Tapi aku tak berdaya untuk mencegahnya Ya Allah, walaupun sudah kucoba berkali-kali namun aku gagal, walaupun kusadari kamu juga harus berbakti pada orang tuamu, tapi perpisahan ini tetap menyakitkan, lambaian tanganmu begitu mengiris hatiku, gelombang besar seolah menghantam ke ulu hati.
Aku tetap terpaku di Merak, tanpa berkedip kulepas kapal yang membawa kekasihku dengan hati yang tersayat, batinku meronta, kepalaku pusing, badanku gemetar, keringat dingin membasahi tubuhku. Setelah satu jam Hadi terpaku di Merak, kapal itu sudah mulai menjauh dan tampak semakin kecil tapi dia tetap memandangnya dengan pandangan kosong serta tatapan hampa. Air laut begitu cepat memabawa kapal itu.
Setelah 7 jam pelayaran dengan kapal laut Yati Akhirnya sampai di pulau Sumatera. Keikhlasan dan ketulusan untuk berbakti di daerah terisolir serta sifat rendah hati sehingga dia bisa berbaur dengan masyarakat setempat. Hal inilah yang membuat beberapa pemuda mencintai dan menaruh hati kepadanya, tapi Yati tetap menolak dengan halus Karena dia sudah berjanji dengan Hadi kekasihnya di Jakarta.
Setelah 6 bulan bertugas Yati sangat senang karena sebentar lagi akan ada libur kenaikan kelas yaitu pada bulan Juli Ini adalah bulan yang ditunggu karena dia akan kembali ke Jakarta dan bertemu dengan kekasihnya. Inilah saat yang sangat dinantikan oleh Yati tapi apa yang terjadi Mas Hadi memberikan ultimatum kepada Yati, “Kamu pilih saya atau kamu pilih karir sebagai guru? Jika kamu pilih guru atau karir kita putus.” Mendengar ultimatum dari Hadi Yati kaget bagaikan disambar petir disiang hari.
“Baik saya akan pilih karir”
“Oke kalau itu mau kamu kita putus!”
“Mas selama ini saya selalu menjaga cinta kita! banyak pemuda kampung itu yang menyukai saya, tapi semua saya tolak, demi cintaku pada mu mas. Kamu jahat Mas… kamu egois
Mas…!”
“Kamu yang egois Yati, kamu tak pernah nurut kata aku…. ya sudah tak perlu lagi dilanjutkan hubungan ini,” Bentak Hadi sambil pergi.
Yati sangat kecewa dan frustasi dengan keputusan kekasihnya yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
“Mas kamu mau nikah dengan siapa?” Yati berusaha menghentikan Hadi.
“Saya akan menikah dengan Lusi sepupu kamu, dia cantik dan lebih modis dari kamu!”
“Mas kamu tega Mas, Mas kamu jahaaaattt……, kenapa kamu lakukan ini semua pada saya? kenapa kamu menikah dengan sepupu saya?!”
“Yah karena dia tidak egois seperti kamu!” Jawab Hadi enteng.
Malam itu Yati tak bisa tidur, dia terus menangis memikirkan orang yang sangat dia cintai. Dia tidak bisa memejamkan matanya, dia berusaha untuk melupakan Hadi tapi aku tak bisa, tiba– tiba dia mendengar suara azan subuh, mendengar suara Adzan yang begitu merdu terdengar dari sebuah masjid. Duara itu begitu indah, indah sekali. Siapa yang adzan subuh ini kenapa suaranya begitu indah seperti suara Adzan Madinah? Ya Allah aku ingin sekali melihat siapa muadzinnya. Inilah suara Adzan yang sangat aku rindu dalam hidupku. Suara Adzan dari kota Madinah, setelah selesai salat magrib ternyata yang adzan itu adalah Fauzan laki-laki yang pernah membantunya ketika pertama kali selendangnya hanyut di sungai.
Fauzan adalah pemuda kampung yang baik hati dan rajin beribadah, diam-diam dia juga menyukai Yati, entah kenapa dia sering ingat Yati setelah pertemuan pertama di sungai yang deras enam bulan yang lalu. Dia sering bertemu Yati saat acara kampung seperti perayaan Maulid Nabi, Isra’ mikraj, dan juga acara tujuh belasan.
Tepat pada peringatan Maulid Nabi, Yati diminta untuk menjadi juri untuk acara lomba cerdas cermat, sedangkan Fauzan yang diminta oleh masyarakat sebagai salah-satu juri juga. Sebenarnya Yati menolak karena jarak antara tempat dia tinggal dengan Masjid cukup jauh. Tapi kemudian Fauzan mengatakan kalau akan mengantarkan Yati dengan selamat. Dan benar saja, selama perjalanan pulang dengan sepeda motor hujan turun, jalanan penuh lumpur, mereka juga sempat dicegat oleh Harimau, tapi Fauzan benar-benar melindungi Yati, baik dengan Harimau maupun dengan hujan dimana Fauzan memberikan jaketnya kepada Yati.
Malam itu Yati merasa aneh saja, setelah pulang dari acara tadi dia merasa plong, fresh seakan masalah yang sangat berat dengan Hadi dapat berkurang, apalagi setelah mendengar suara imam yang sangat merdu membuat hatinya tenang, lagi-lagi dia kepikiran Fauzan, kenapa katakatanya begitu indah di telingaku? Aku akan selalu menjagamu! Apa maksudnya? Aku bingung.
Dia terus melindungi dan begitu santunnya terhadap perempuan. Ah, aku harus membuang perasaan ini. Aku tak akan pernah lagi berharap lagi pada laki-laki, perlakuan Mas Hadi begitu menyayat hati, hatiku begitu pilu, perasaanku hancur, berkeping-keping kemana obat kan kucari? perpisahan denganmy membuatku frustasi berat, hatiku begitu hancur, keinginanku untuk menikah denganmu hanyut ditelan samudera, hancur ditelan ombak lepas semuanya hancur diterjang badai.
Perasaan serupa tidak hanya ada pada Yati, tapi Fauzan juga, dia tidak bisa tidur malam itu. Kenapa ya aku tidak berani mengungkapkan perasaan yang selama ini kupendam pada Yati aku begitu terpesona pada pandangan pertama, saat aku melihatnya di sungai. Sebagai seorang laki-laki kemudian Fauzan membuat sebuah tekad.
Pada akhir pekan ini Fauzan datang ke rumah Yati untuk mengutarakan niatnya.
“Yat, aku ingin melamarmu untuk menjadi istriku? Maukah kamu menjadinisteriku” Yati merasa ragu untuk menerima lamaran itu, tapi dia …………. butuh laki –laki pendamping hidupnya.
“Apakah kamu serius Mas?”
“Iya, Iya aku serius aku menyukaimu dengan tulus dan ikhlas.”
Terima kasih ya Allah engkau telah menemukan aku dengan pemuda ahli ibadah. Yati membatin kala itu. Beberapa bulan kemudian Yati menikah dengan Fauzan, mereka hidup bahagia walaupun tanpa titel dokter. (*)
Profil penulis
Wirda adalah seorang guru Bahasa Inggris. Saat ini dia mengajar di SMPN 2 Lembah Gumanti. Wirda sangat suka menulis dan beberapa cerpennya sudah dimuat dalam beberapa buku antologi.
Pesan Moral dalam Cerita Pendek
(Ulasan atas Cerpen “Cinta Tergadai di Ujung Sumatera” karya Wirda)
Oleh:
Azwar
(Dewan Penasihat Pengurus FLP Wilayah Sumatera Barat dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP, UPN Veteran Jakarta)
Karya sastra sebagai media untuk menyampaikan nilai-nilai kepada Masyarakat bekerja tidak seperti para arsitek membuat gedung, jalan, atau jembatan. Sastra bekerja pada alam pikiran manusia, ia memengaruhi cara berpikir arsitek yang akan merancang gedung, jalan, atau jembatan itu. Sastra memengaruhi para pengambil kebijakan untuk membuat gedung, jalan, atau jembatan itu. Begitulah karya sastra kadang ia hanya dianggap sebagai hiburan saja walau pada dasarnya ia juga berfungsi sebagai media edukasi, fungsi ideologis dan fungsi lainnya.
Beberapa ahli sastra sudah menunjukkan bagaimana karya sastra sebagai media untuk menanamkan nilai kepada pembaca. Wahyuni (2017) menyebutkan bahwa melalui tokoh-tokoh dan beragam rangkaian cerita, pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan yang disampaikan atau diamanatkan. Pengarang berusaha agar pembaca mampu memperoleh nilai-nilai tersebut dan bisa merefleksikannya dalam kehidupan. Berbagai nilai yang ingin disampaikan oleh pengarang lewat karyanya menggunakan balutan perasaan dan keindahan pemilihan penyampaian nilai-nilai kehidupan. Berbagai aspek dalam sebuah karya sastra terpadu secara sistematis dengan menggunakan unsur keindahan berbahasa, konflik batin manusia, moral ketepatan ekspresi, keserasian, keagungan dan lain- lain.
Dari pendapat Wahyuni tersebut dapat dilihat bahwa karya sastra mampu menjadi media untuk merekam kehidupan manusia. Ia menjadi catatan bagaimana perjalanan seseorang dalam menempuh kehidupannya. Walaupun karya sastra tidak dapat dijadikan sumber sejarah, namun karya sastra mampu untuk memuat hal-hal penting dalam kehidupan manusia untuk dibaca banyak orang sebagai pelajaran hidup yang berharga.
Cerpen “Cinta Tergadai di Ujung Sumatera” yang ditulis oleh Wirda dan dimuat pada Kreatika edisi minggu ini lebih kurang menjalankan fungsi sebagaimana yang diungkap di atas. Ia seolah menjadi catatan hidup seseorang, tentang perjuangan seseorang menjadi PNS di daerah-daerah terpencil. Masalah-masalah sederhana bagi orang lain bisa menjadi masalah besar bagi mereka-mereka yang pernah bertugas di daerah terpencil.
Begitulah Yati, tokoh dalam cerpen karya guru yang bertugas di SMPN 2 Lembah Gumanti ini. Yati diceritakan sebagai seorang anak muda yang sudah memiliki kekasih, akan tetapi harus berpisah karena ia memilih bertugas di daerah terpencil. Yati memiliki kekasih bernama Hadi, mereka sudah berjanji untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius, namun Hadi memutuskan hubungan dengan Yati karena Yati memilih menjadi PNS di daerah terpencil.
Hadi sebagai tokoh antagonis dalam cerita itu menuduh Yati egois karena memilih mengabdi di daerah terpencil dibandingkan mempertahankan hubungan mereka. Padahal logikanya adalah bukankah Hadi yang egois karena tidak membiarkan kekasihnya untuk berbakti sesuai dengan ilmunya? Begitulah cerita dibangun oleh penulis. Walaupun Yati pada pilihan yang benar, namun sebagai perempuan biasa, sebagai menusia ia rapuh menghadapi pilihannya sendiri.
Disinilah salah satu nilai yang dibangun oleh karya ini. Penulis membuat Yati sebagai perempuan yang berani memilih masa depannya sendiri dari pada memilih hubungan dengan lelaki atau kekasihnya. Logika ini biasanya tidak dipakai oleh perempuan yang mengedepankan perasaan, akan tetapi penulis membuat tokoh Yati memililiki logika yang baik itu. Seolah penulis mendidik Perempuan untuk berpikir logis tidak termakan perasaan dengan melupakan karirnya sendiri. Seolah penulis mengajarkan banyak pembaca apa artinya Yati ketika menjadi istri Hadi sementara dia sudah menolah penugasan menjadi PNS? Bukankah dia tidak bisa lagi menjadi PNS kalau sudah menolak penugasan itu?
Begitulah tokoh Yati, dibuat menjadi tokoh yang kuat oleh penulisnya. Hal ini sejalan denga napa yang disampaikan Pradopo (1995) bahwa suatu karya sastra yang baik adalah sebuah karya sastra yang langsung memberi didikan dan pembelajaran melalui unsur amanat kepada pembaca tentang budi pekerti dan nilai-nilai moral. Konsep moral sering digunakan sinonim dengan etika. Moral selalu dikaitkan dengan kewajiban khusus, dihubungkan dengan norma sebagai cara bertindak yang berupa tuntutan relatif atau mutlak. Moral merupakan wacana normatif dan imperatif dalam kerangka yang baik dan yang buruk, yaitu keseluruhan dari kewajiban-kewajiban kita. Jadi kata moral mengacu pada baik buruknya manusia terkait pada tindakannya, sikannya, dan cara mengungkapkannya.
Moral tokoh Hadi yang menuduh Yati egois adalah moral yang tidak baik, karena justru Hadi tidak mendukung karier kekasihnya yang akan menjadi pendamping hidupnya nanti. Sebagai penulis Wirda memberikan dukungan moral pada tokoh Yati dengan membuat cerita ini memiliki ending yang Bahagia. Yati memilih mengabdi di pedalaman Sumatera, meninggalkan Jakarta yang menjadi impian bagi banyak orang.
Di balik pengorbanan tokoh Yati itu, dia dipertemukan dengan tokoh lain yaitu Fauzan, Walaupun tidak memiliki pekerjaan sebagaimana Hadi, namun Fauzan adalah lelaki yang baik, ia lelaki alim yang mampu menjadi kepala keluarga yang baik. Penulis sekali lagi mengajarkan terkait pesan moral yang mendalam. Hal ini sejalan dengan Amiruddin (2011) yang menuliskan bahwa moral merupakan perbuatan atau tidakan yang dilakukan sesuai dengan ide-ide atau pendapat-pendapat umum yang diterima yang meliputi kesatuan sosial lingkungan-lingkungan tertentu.
Cerpen “Cinta Tergadai di Ujung Sumatera” ini sebagai sebuah cerita dia sudah selesai dan dapat dinikmati oleh pembacanya. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan penulis terkait hal-hal teknis dalam menulis fiksi. Penulis harus menyadari bahwa fiksi adalah kisah rekaan dimana di dalamnya boleh ditambahkan unsur-unsur imajinasi. Penulis boleh menambah unsur rekaan dalam ceritanya. Inilah yang membuat fiksi berbeda dengan tulisan-tulisan non fiksi.
Berdasarkan hal di atas, maka cerpen ini sejatinya bisa dibangun menjadi lebih menarik lagi. Penulis boleh menambahkan masalah-masalah yang membuat tokoh mengalami berbagai dilemma. Penulis berhak menambahkan alur cerita yang tidak biasa, alur cerita yang membuat emosi pembaca terkuras oleh cerita-ceritanya. Penulis berhak melipatgandakan konflik dalam cerita dengan menambahkan berbagai masalah.
Selain hal itu, hal yang juga penting dalam menulis cerita adalah penulis harus memperhatikan tata bahasa dan kaida-kaidah kepenulisan. Pembaca paham ada hal-hal yang tidak disengaja oleh penulis seperti salah ketik atau kelalaian lainnya. Akan tetapi kalau kesalahan itu banyak terjadi dalam karya tulis membuat pembaca terganggu dalam menikmati cerita. Selain salah ketik hal yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana menulis kalimat dan paragraph yang benar. Terkait masalah teknis kebahasaan tersebut dapat dilihat pada salah satu contoh paragraph berikut:
“…Hadi tidak bisa memejamkan matanya malam itu karena suara guruh dan petir yang kuat, Hadi bolak-balik ke kamarnya dia berusaha untuk merebahkan tubuhnya di ranjang, tapi dia tak bisa memejamkan matanya, dia sudah berusaha keras untuk bisa tidur malam itu tapi ternyata tak bisa dia terus memikirkan Yati kekasihnya yang akan berangkat besok pagi ke daerah terisolir sebagai Abdi Negara di sana, sementara dia harus tetap tinggal di kota ini sebagai dokter yang bertugas di salah satu Rumah Sakit terkenal di Jakarta.” (Wirda, 2023).
Paragraf di atas memuat kalimat yang panjang. Padahal sejatinya sebuah paragraph memuat satu kalimat inti dan beberapa kalimat penjelas. Artinya satu paragraph yang baik memuat beberapa kalimat. Hal ini berbeda dengan paragraph di atas yang hanya terdiri dari satu kalimat panjang yang hanya dibatasi oleh tanda koma saja. Padahal kalimat panjang di atas bisa diubah menjadi beberapa kalimat sehingga jelas kalimat inti dan kalimat pendukungnya.
Begitulah dalam berkarya. Ada proses belajar di dalam berkarya itu. Berbagai kritikan bukan berarti menghalangi penulis untuk berkarya. Masukan-masukan dalam tulisan ini adalah bagian dari proses untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Semoga Wirda terus berkarya dan terus berproses menghasilkan karya-karya inspiratif lainnya. (*)
CATATAN: Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post