Oleh: Ria Febrina
(Dosen Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada)
Jarak antara Yogyakarta dan Solo tidak terlalu jauh, sekitar 63 km saja. Berkendara naik motor atau mobil bisa ditempuh selama dua jam. Namun, ada transportasi asyik kalau ingin jalan-jalan dari Yogyakarta ke Solo. Naik kereta rel listrik (KRL) yang dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Line (KAI Commuter).
KRL Commuter Line yang menghubungkan Yogyakarta dan Surakarta ini merupakan kereta baru yang bertugas menggantikan KA Prambanan Ekspres. Kereta ini beroperasi pada 10 Februari 2021 untuk rute Yogyakarta—Solo Balapan dan 12 Agustus 2022 untuk rute Solo Balapan—Palur. Jadi, rute yang ditempuh sekarang bisa lebih panjang, yakni dari Yogyakarta ke Palur. Karena jarak tempuh sudah dekat, sangat menyenangkan jika kita ingin jalan-jalan satu hari saja dari Yogyakarta ke Solo. Perjalanan pun tidak perlu menginap. Berangkat pagi hari dan balik pada sore atau malam hari. Nah, kali ini saya akan menceritakan pengalaman apa saja yang bisa diperoleh jika ingin naik kereta dari Yogyakarta ke Solo.
Menikmati Kuliner di Pasar Gede
Setiba di Stasiun Balapan, saya berjalan kaki ke halte. Sebenarnya saya tidak tahu persis mau naik bus apa. Namun, saya sudah banyak mendapat cerita bahwa orang Solo sangat ramah hingga kota ini dijuluki sebagai kota teramah nomor satu di Indonesia. Cerita ini ternyata benar adanya. Saat sebuah bus berhenti di halte, pintu bus terbuka dan bapak sopir bertanya kepada saya, hendak ke mana.
“Ke Pasar Gede bisa, Pak?”
Beliau lalu menjawab bahwa bus yang saya naiki tidak menuju Pasar Gede, tetapi bus ini bisa menjadi bus transit menuju bus lain yang akan saya naiki nanti.
“Silakan naik, Mbak, nanti saya akan tunjukkan bus lain menuju Pasar Gede,” ujar beliau.
Setelah membayar tiket pakai kartu, saya duduk di bagian tengah bus. Hanya ada dua orang penumpang lain saat itu. Seorang ibu dan seorang bapak. Bapak sopirnya lalu bercerita betapa nyamannya naik bus di Solo. Satu kali tap kartu, penumpang bisa berkelana menggunakan banyak bus selama 90 menit. Biaya yang dikeluarkan hanya satu kali.
“Mbak tidak usah khawatir. Meskipun nanti pindah bus, biaya yang dikeluarkan selama waktu 90 menit, hanya satu kali,” ujarnya.
Saya senang sekali diberi petunjuk. Ternyata kartu e-money yang saya miliki sangat berarti di Solo. Tidak lama setelah itu, seorang ibu naik ke atas bus kami. Mendengar percakapan saya dan sopir bus, beliau dengan ramah menawarkan diri.
“Saya akan ke Pasar Gede, nanti Mbak saya antar ke sana. Mbak mau ke mana?”
Saya pun menceritakan bahwa kali ini saya ingin jalan-jalan saja di Kota Solo. Saya ingin menikmati kuliner dan beberapa tempat wisata. Karena tujuan kami ke Pasar Gede, beliau lalu berjanji akan menunjukkan beberapa jajanan tradisional yang paling enak. Ada dawet dan nasi liwet. Saya tentu senang sekali diberi rekomendasi. Bahkan, kala turun dari bus dan menuju ke dalam Pasar Gede, beliau menunjukkan beberapa rekomendasi. Ada cakwe dan toko oleh-oleh terkenal di Solo. Beliau meminta saya membeli di sana. Ada rambak dan kerupuk kulit ceker yang enak katanya. Saya mengiyakan dan berjanji akan membelinya nanti.
Setiba di dalam, dia berhenti di sebuah lapak terbuka yang bernama Es Dawet Bu Dermi. Orang-orang sudah antre. Ada beberapa orang yang menikmati es dawet sambil duduk dan sisanya berdiri. Bahkan, beberapa orang berdiri dekat lapak orang lain. Wah, ramai sekali. Setelah mengantarkan saya dan menunjukkan nama tempat nasi liwet, beliau berpamitan. Beliau akan berbelanja. Saya mengucapkan terima kasih, lalu kembali larut ke dalam antrean es dawet.
Melihat ada yang bungkus, saya pun melakukan hal yang sama. Saya melihat banyak sekali menu makanan di sini dan hasrat untuk mencoba semua makanan tiba-tiba muncul. Saya pesan satu bungkus es dawet seharga Rp14.000,00, lalu saya berjalan ke sisi gedung lain, hendak mencari nasi liwet dan dimsum. Dari penuturan ibu-ibu di sana, saya harus mencoba nasi liwet Bu Sri, lalu dari penelusuran di TikTok, saya harus mencari dimsum Uma Yum Cha.
Sebelum menuju gedung sebelah, saya membeli cakwe yang direkomendasikan si ibu tadi. Lalu, kami melihat petunjuk google map untuk sampai ke tujuan. Setiba di gedung sebelah, saya tidak melihat merek toko dan keramaian orang yang belanja, tetapi ketika melihat ke arah tangga, saya melihat ada spanduk nasi liwet Bu Sri. Saya naik dan ternyata persis di sisi atas sudah antre orang-orang menunggu giliran membeli dimsum Uma Yum Cha. Saya lihat sekeliling, ternyata lantai dua ini menjadi pusat makanan tradisional. Ada banyak menu di sini.
Karena dimsum begitu ramai, saya menuju nasi liwet Bu Sri. Saya memesan satu porsi nasi liwet dan satu porsi es degan jeruk nipis. Sembari menunggu pesanan, kami mencicipi es dawet dan cakwe. Ternyata memang enak, apalagi saya mencicipi es dawet saat Kota Solo sedang panas. Setelah menikmati es dawet dan nasi liwet, saya pun antre membeli dimsum. Kuah pedas dimsumnya sangat enak. Saya yang membeli dua porsi, makan di tempat dan bungkus, akhirnya menghabiskan keduanya di tempat. Bagi yang ke Solo, jangan lupa mencicipi dimsum ini ya.
Masjid Raya Sheikh Zayed Solo
Hari sudah siang. Sebentar lagi azan akan berkumandang. Sebenarnya saya ingin melanjutkan perjalanan ke Pasar Klewer dan Keraton Surakarta. Namun, jadwal lain sudah menanti. Pukul 14.30 WIB, saya harus berada di Taman Pracima Tuin Mangkunegaran, restoran yang menyajikan menu khas Mangkunegaran. Saya sudah reservasi dan diminta datang tepat waktu. Demi menikmati kuliner di Taman Pracima Tuin Mangkunegaran, saya mengganti rute ke masjid saja.
Di Solo terdapat Masjid Raya Sheikh Zayed yang merupakan replika dari Masjid Sheikh Zayed di Abu Dhabi. Masjid ini merupakan hibah dari Pemerintah Uni Emirat Arab. Masjid ini dirancang mirip aslinya dengan empat menara menjulang, satu kubah utama, dan 81 kubah-kubah kecil. Desain masjid ini mirip sekali dengan ornamen bangunan Timur Tengah.
Masjid yang menggunakan karpet bermotif batik dan memiliki tembok dekat imam yang bertuliskan asmaul husna ini, baru diresmikan pada 14 November 2020 lalu. Tentu amat sayang jika tidak mengunjungi masjid ini. Benar saja, masjid ini sangat megah. Di pintu masuk sudah ada penjaga yang akan mengecek barang bawaan. Hanya tas dan minuman mineral yang boleh dibawa. Segala jenis makanan dan juga air minum berwarna harus diletakkan di atas meja kecil yang sudah disediakan.
Sejak turun dari bus, banyak warga lokal yang menjual kantong plastik hitam putih seharga seribu rupiah. Kita bisa membelinya untuk penyimpanan sepatu. Masjid yang dibangun di atas luas tanah 2,7 ha memiliki gedung yang besar. Pengunjung boleh membawa sepatu sampai ke area salat, tetapi harus menggunakan kantong plastik. Bagi yang tidak ingin membawa sepatu, disediakan tempat penitipan sepatu dan juga diizinkan meletakkan sepatu di teras paling luar masjid.
Untuk mencapai masjid utama, kita harus berbelok ke kanan. Melewati pelataran masjid yang di sekitarnya ada perpustakaan, kolam, dan teras yang luas. Teras tersebut memiliki banyak tiang yang nyaman untuk rehat sejenak dari perjalanan berpanas-panasan di Solo. Di ujung pelataran, kita akan menemukan pintu masuk masjid di sebelah kanan. Sementara itu, di sebelah kirinya adalah toilet dan tempat berwudu untuk wanita. Toilet dan tempat wudu berada di bawah tangga. Butuh turun satu lantai untuk mencapai area tempat wudu yang luas dan juga cantik dengan cahaya lampu berwarna kuning. Bagi orang tua dan penyandang disabilitas, bisa memanfaatkan lift menuju tempat berwudu ini. Mirip dengan masjid raya lainnya di Indonesia, kita bisa merasakan tempat berwudu yang bersih, rapi, luas, yang ramah dengan orang tua. Para petugas stand by di sekitar untuk membersihkan area yang basah.
Berwudu dan salat di masjid ini memang menjadi tempat yang paling nyaman. Mungkin karena ruangan luas, ber-AC, desain masjid yang indah, membuat kita betah duduk lama-lama. Bahkan, siapa pun sangat mudah tersentuh untuk membuka Al-Qur’an. Di tengah dan pinggir masjid terhampar Al-Qur’an dengan ukuran tempat yang beragam. Ada untuk anak-anak, remaja, dan orang tua dengan postur tubuh yang tinggi. Menjadi pemandangan yang sangat syahdu saat kita menyaksikan banyak orang membuka dan membaca Al-Qur’an di sana.
Sayang, saya tidak bisa lebih lama menyaksikan pemandangan yang indah ini. Saya segera keluar dan menyusuri sudut masjid untuk menikmati lokasinya yang nyaman sembari berswafoto. Setelah menginjak panasnya lantai luar masjid, saya kembali memakai sepatu dan melanjutkan perjalanan.
Taman Pracima Tuin Mangkunegaran
Tepat pukul 14.30 WIB, saya tiba di Taman Pracima Tuin Mangkunegaran. Setelah turun dari mobil, saya disambut oleh dua orang laki-laki yang mengenakan baju surjan lurik, bawahan batik, dan belangkon. Setelah menyebutkan nama reservasi, seorang laki-laki membukakan pintu kayu besar untuk kami. Kami berjalan melewati lorong yang di sisi kanannya terdapat banyak ruang ala bangunan Belanda. Lalu, tepat di bawah pohon jeruk, kami belok ke kiri dan melihat sebuah bangunan Eropa yang merupakan restoran yang akan kami tuju. Sebelum restoran, di sisi kiri, terdapat sebuah gazebo yang megah. Barangkali gazebo tanpa kursi ini dulu dipakai untuk duduk santai kala sore hari.
Setelah melewati gazebo, di sisi kanan kami terdapat bangunan dengan air mancur yang indah. Di sekitar air mancur, terdapat labirin kecil yang dapat dilewati dan dipakai untuk berswafoto. Sementara itu, kami lanjut ke tangga yang terletak di sisi kiri. Tangga tersebut merupakan pintu masuk menuju restoran.
Ketika membuka pintu, kami disambut oleh perempuan cantik bersanggul dengan pakaian yang sama. Mereka menanyakan reservasi kami, lalu mengantarkan ke meja makan yang menghadap persis ke air mancur. Sungguh pemandangan yang indah, sebuah restoran dengan desain loteng, tata meja dan kursi, serta furniture yang megah. Di beberapa sisi tampak bunga berwarna kuning yang sangat cantik diletakkan di atas meja. Sangat indah dipandang dari tempat duduk.
Karena ingin menikmati menu khas Mangkunegaran, saya memesan menu dendeng age dan pareanom, serta salad dan jus markisa. Makanan yang disajikan memang enak. Namun karena makanan ini merupakan perpaduan antara resep Jawa dan Eropa, makanan ini tidak meninggalkan rasa rindu untuk kembali mencoba. Kalau ada kesempatan lagi, mungkin saya ingin mencoba menu lain sebagai petualangan rasa. Setelah menikmati menu khas Mangkunegaran, pengunjung diizinkan berfoto di area restoran selama 90 menit. Saya dan adik saya pun menikmati foto di beberapa spot yang cantik. Tak lupa kami berfoto di tangga pintu masuk dan di taman yang ada air mancurnya.
Hari sudah menunjukkan pukul lima. Ternyata lelah juga berkeliling. Awalnya saya berencana lanjut ke Stadion Manahan atau jalan-jalan ke Alun-alun Solo. Namun, tubuh ini sudah tidak sanggup. Saya pun memutuskan kembali ke Stasiun Solo Balapan dan melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta. Setidaknya perjalanan ini kami anggap sebagai perjalanan awal ke Solo. Kami berharap akan ada perjalanan kedua, ketiga, dan selanjutnya untuk menikmati Kota Solo sebelum kembali ke Kota Padang. Semoga perjalanan kami ini bisa menginspirasi teman-teman yang datang ke Kota Yogyakarta untuk melanjutkan perjalanan ke Solo. Cukup dengan bayar kereta Rp8.000,00, kita bisa menikmati waktu di kota yang dikenal dengan spirit of Java ini karena terkenal dengan kota budaya, kota kuliner, dan kota batik.
Discussion about this post