Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Tampaknya tidaklah keliru bila mengatakan film-film animasi Studio Ghibli didominasi oleh protagonis anak perempuan hingga perempuan muda. Sebut saja Only Yesterday, The Secret Life of Arrietty, The Cat Returns, Kiki’s Delivery Service, Princess Mononoke, dan masih banyak lagi film-film lainnya dengan protagonis seperti yang disebutkan.
Selain didominasi protagonis anak perempuan dan perempuan muda, film animasi Studio Ghibli juga menghadirkan sudut pandang yang tidak sederhana. Princess Mononoke misalnya, menghadirkan kepada pemirsa pemahaman yang lebih luas tentang pahlawan wanita dan tipe karakter yang tidak hanya hitam dan putih atau baik dan jahat. Film yang dirilis pada tahun 1997 itu juga menonjolkan karakter wanitanya dengan atribut yang lebih kompleks dari sekadar feminin yang lembut, lemah, dan penurut.
Setidaknya ada dua karakter perempuan yang menonjol dalam Princess Mononoke. Karakter tersebut ialah San dan Lady Eboshi. San tentu saja dapat disebut sebagai tokoh protagonis utama yang mewakili kepahlawanan perempuan. Di sisi lain ada Lady Eboshi dengan peran yang lebih kompleks antara antagonis dengan sisi kepahlawanannya.
Lady Eboshi adalah pemimpin yang tampil anggun dan berwibawa. Di awal kemunculannya dengan peluru besi yang menghancurkan dewa babi hutan, penonton mungkin saja memberi cap ‘penjahat’ kepada dirinya. Namun di antara kekuasaannya yang tampak ganas, Eboshi adalah penyelamat bagi orang-orang yang terpinggirkan dalam kehidupan sosial. Ia merawat para penderita kusta dan membasuh daging mereka yang membusuk. Ia juga membebaskan para perempuan dari rumah bordil dan mengembalikan kebebasan mereka di komunitas Tataraba yang dipimpin oleh Eboshi.
Selain Lady Eboshi dengan kekuasaan dan keanggunannya, hal yang sama juga terlihat pada San. Setelah pertempurannya dengan Eboshi, ia mundur kehutan dan di sana ia menghisap dan memuntahkan darah beracun dari tubuh Moro, ibu serigalanya. Melalui wajahnya yang berlumuran darah, tersirat perpaduan antara atribut feminin sekaligus sengit. Sisi kepahlawanan perempuan dalam Princess Mononoke tidak ditampilkan hanya melalui satu atribut dengan mengabaikan yang lain.
Feminitas dan kekuatan juga terlihat dalam diri Maro. Ia adalah roh gunung dalam bentuk serigala yang mengasuh dan membesarkan San. Serigala di sini tidak hadir sebagai hewan buas ganas yang memangsa, melainkan melindungi. Ia melindungi hutannya, ia melindungi kedua anaknya, ia melindungi San meskipun sewaktu kecil ia diserahkan oleh orang tuanya untuk dimangsa.
Di salah satu adegan, San yang mencoba menghentikan kemarahan Okkoto justru terbenam dalam tubuh dewa babi hutan tersebut. Di sinilah Moro membentak agar putrinya dikembalikan dengan berusaha menyelamatkan San. Ia membenamkan moncongnya pada tubuh Okkoto untuk menyeret San dari tubuh dewa babi hutan yang telah busuk dan beringas itu. Sebuah adegan yang menampilkan naluri keibuan yang ganas, sebab menyelamatkan San dari Okkoto sama artinya dengan menyongsong racun untuk dirinya sendiri.
Sebagaimana kerumitan untuk menilai karakter protagonis dan antagonis, akhir dari kisah animasi ini juga tidak memberikan kemenangan untuk protagonis dan kekalahan untuk antagonis.
Lady Eboshi yang sempat ditampilkan begitu ambisius mengeksploitasi hutan untuk kekuasaan dan komunitasnya, tidak dilenyapkan dan tidak dijatuhkan. Ia hanya kehilangan lengannya yang menandakan keterbatasannya untuk mengeksploitasi hutan lebih lanjut. Kemudian, yang lebih penting dari itu ialah kesadarannya atas ambisi kekuasaan yang salah arah. Pada akhir cerita yang tampak baru dimulai ini, Lady Eboshi berjanji mengarahkan kekuasaannya untuk membangun desa yang berdampingan dengan alam dan makhluk liar lainnya.
Discussion about this post