Oleh: Ria Febrina
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada)
Seperti apa Indonesia masa lampau?
Bagi saya yang merupakan anak yang lahir di akhir tahun 1980-an, berkunjung ke Studio Alam Gamplong mengingatkan saya pada suasana Indonesia masa lampau. Tata ruang dan koleksi masa dahulu benar-benar disuguhkan kembali. Setiap langkah demi langkah ketika saya menyusuri bangunan-bangunan lama di studio ini mengingatkan saya pada suasana masa kecil. Melalui kereta yang lajunya sangat pelaaaan sekali, perjalanan saya ke masa lampau dimulai.
Ya, bak perjalanan memasuki lorong waktu, kita akan menaiki sebuah kereta kayu dengan jendela terbuka yang sangat pelan sekali. Saya sengaja menggunakan kata sangat dan sekali sebagai bentuk hiperbola untuk menegaskan bahwa kereta melaju dengan kecepatan yang tak pernah terbayangkan. Sebagai pembanding, barangkali berjalan dengan langkah yang normal termasuk perjalanan yang cepat jika dibandingkan dengan laju kereta ini. Namun, duduklah dengan manis. Kereta ini akan membawa kita ke setiap latar kehidupan yang pernah terjadi pada masa lampau. Latar yang disiapkan di atas tanah seluas 2,5 hektar ini menyerupai bangunan yang ada antara tahun 1600-an hingga 1900-an.
Hadirnya Studio Alam Gamplong adalah cita-cita Hanung Bramantyo. Sejak dulu, ia ingin membangun sebuah pesantren film, yakni sebuah tempat belajar untuk membuat film. Dalam satu kawasan, terdapat bangunan-bangunan studio yang dapat dipakai dalam banyak scene film. Semacam Hollywood Indonesia. Itulah sebabnya sejak didirikan, di studio ini telah lahir banyak film, di antaranya Sultan Agung The Untold Love Story (2018), Bumi Manusia (2019), dan Habibie Ainun 3 (2019).
Keberadaan studio yang diprakarsai oleh Mooryati Soedibyo, pendiri brand kosmetik Mustika Ratu ini kini dihibahkan kepada pemerintah setempat. Segala pernak-pernik di dalamnya dikelola dan dijadikan destinasi wisata. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pun meresmikan studio ini sebagai destinasi wisata baru di Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta, pada Minggu, 15 Juli 2018. Oleh sebab itu, kini kita bisa berkunjung dan berfoto di berbagai spot yang sangat instagramable di lokasi ini.
Ketika memulai perjalanan, saat kereta mulai melaju, di sisi sebelah kiri, kita akan melihat rumah kayu masa dulu dengan atap dari ijuk daun rumbia atau alang-alang. Rumah kayu ini merupakan latar yang menjadi bagian dalam film Bumi Manusia. Sebuah film karya Hanung Bramantyo yang diangkat dari novel yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer. Rumah-rumah ini tidak akan tampak jelas jika kita menyaksikannya dari kereta. Harus dilihat lebih dekat karena rumah ini tertutupi oleh pohon yang agak rindang. Jalan setapak di sekitar rumah ini akan mengantarkan kita ke rumah megah Nyai Ontosoroh. Perempuan Jawa yang hidup bersama orang Belanda dan melahirkan anak perempuan bernama Annelies Mellema. Ia merupakan pemilik dan pengelola Perusahaan Pertanian Buitenzorg. Datang dan lihatlah lebih dekat bagaimana Hanung Bramantyo menyulap lokasi ini menjadi bagian dari kisah Annelis dan Minke dalam Bumi Manusia.
Di ujung lokasi rumah ini, saat kereta mulai berbelok ke kanan, di sisi sebelah kiri akan tampak sungai kecil yang terhubung dengan jembatan yang akan membawa kita pada gedung Belanda di seberangnya. Sebuah set yang menyerupai Benteng Batavia. Set ini dibangun untuk syuting film Sultan Agung The Untold Love Story. Di balik benteng ini, terdapat set yang juga dipakai untuk syuting film The Science of Fictions, film Abracadabra, dan yang terakhir menjadi set penjara untuk Film Gatotkaca. Namun, set ini ditutup karena para pengunjung mengetuk-ngetuk gedung ini hingga menyebabkan kerusakan. Namun, sekadar berfoto di depan benteng yang bertuliskan Van Doker ini bisa memberikan sensasi tersendiri pada pengunjung. Kita bak hadir pada masa ketika Belanda berada di bumi Indonesia.
Di sebelah kiri benteng ini, dibangun gedung mirip replika Pasar Kranggan Surabaya pada masa lampau. Ada beberapa ruko berjejer, seperti toko yang menjual anggur kolesom dan beras kencur yang bernama ”Lowong Chiu Malaga”. Di sebelah toko ini juga ada toko yang bernama “Soerabaja”. Tampilan khas toko masa lalu yang bisa dijadikan spot untuk berfoto bagi generasi yang mempunyai kenangan dengan desain gedung, warna, maupun isi toko. Juga bagus dipakai berfoto bagi generasi yang tidak mempunyai kenangan dengan set ini. Bangunan ini seperti momen bagi mereka untuk mengenal dunia bergaya vintage.
Di seberang replika Pasar Kranggan, terdapat sebuah stasiun yang bernama “Stasiun Soerabaja”. Jika menonton Film Bumi Manusia, sebuah scene yang menunjukkan kemarahan ayah Minke, seorang bupati ketika melepas anaknya berangkat ke sekolah Belanda diambil di lokasi ini. Ayah Minke marah karena anaknya menjalin kasih dengan anak seorang nyai. Ia pun berpesan agar anaknya fokus dan bersungguh-sungguh belajar. Dalam film ini, kereta yang dipakai Minke (yang kelak menjadi menantu Nyai Ontosoroh) adalah kereta yang kita naiki. Jika sudah menonton film Bumi Manusia, lalu hadir di studio ini, siapa pun pasti akan tersenyum dan mengangguk bahagia sembari membayangkan set yang kecil ini menjadi bagian dalam film yang tampak luas dan megah.
Di sebelah stasiun, dibangun perkampungan kumuh yang terdiri atas bangunan dengan kerangka kayu dan dinding terbuat dari atap seng. Set ini dipakai dalam Film Habibie & Ainun 3. Dalam set perkampungan kumuh ini, Ainun yang merupakan seorang dokter diganggu oleh preman saat berkunjung untuk melihat kondisi kesehatan masyarakat. Kala itu Ainun menemukan anak seorang pemulung terkena tipus dan disentri. Ketika Ainun akan berangkat ke rumah sakit untuk menjemput ambulans, saat itulah para preman mengganggu dan berlaku kurang ajar terhadap Ainun. Meskipun latar sebenarnya berada di Kota Jakarta, Hanung Bramantyo menghadirkan set ini di Studio Alam Gamplong.
Tak jauh dari lokasi ini, juga ada set rumah Ainun. Film Habibie Ainun 3 menceritakan kisah istri Presiden Ketiga RI, B.J. Habibie. Dalam film ini, Habibie bercerita kepada cucu-cucunya tentang kehidupan istrinya, Hasri Ainun saat masih muda. Rumah Ainun yang berlantai dua digambarkan mirip dengan rumah aslinya, seperti ruangan kerja Ainun yang terdiri atas meja kayu yang dilengkapi dengan mesin tik dan telepon jadul, serta gorden dan jendela khas masa dahulu. Tak hanya ruang kerja, teras rumah Ainun pun didesain mirip dengan aslinya sehingga ketika berfoto di rumah ini, ada suasana unik yang memberikan energi khusus. Meskipun replika, kita bisa membayangkan bagaimana kehidupan Ibu Ainun kala muda di dalam rumahnya.
Masuk ke rumah ini pun tidak serta-merta bebas begitu saja. Ada tiket khusus yang harus diserahkan kepada penjaga lokasi. Tiket ini bisa dibeli ketika kita sampai di Studio Alam Gamplong. Di pintu masuk, para petugas akan menyambut dan mengarahkan kita menuju sebuah pondok yang menjadi loket pembelian tiket. Ada empat tiket yang ditawarkan seharga Rp35.000,00, yaitu tiket naik kereta tua, tiket masuk ke rumah Ainun, tiket masuk Galeri Mripat Lawas, dan tiket masuk rumah Nyai Ontosoroh. Jika tidak ingin masuk keempat lokasi tersebut, kita bisa memilih salah satu saja dan membayar seharga Rp10.000,00.
Selain di empat lokasi ini, kita bebas berkelana dan berfoto di mana saja. Ada banyak set film yang menarik untuk dilihat yang menggambarkan Batavia, Kampung Cina, bangunan Belanda, hingga joglo Jawa. Semua set dilengkapi dengan pernak-pernik jadul, seperti mobil, taksi, sepeda, hingga koleksi pecah belah, koleksi buku, koleksi pakaian, kamera, radio, televisi, mikrofon, dan kursi goyang.
Ada set kantor polisi, Bioskop Merapi, Optik Sukses, Planet Toys, Motel Vegas, Motel Sarkem, karaoke, Arabela Restaurant, Panorama Resturant, Rahajoe Pendjahit & Penatoe, Toko Mas Intan, Toko Merah, Bar & Message, hingga set tukang kunci, tukang sol sepatu, tukang stempel, tukang cetak foto kilat, dan tukang cukur. Setiap set tersebut mendukung scene yang ada dalam film-film Hanung Bramantyo.
Ketika berada di sini, amat disayangkan jika tidak merekam atau mengambil gambar di setiap sudut. Oleh sebab itu, datanglah dari pukul 09.00 WIB untuk menikmati semua set yang ada di Studio Alam Gamplong. Waktu yang disediakan cukup panjang hingga pukul 17.00 WIB. Jangan takut kelaparan dan ketinggalan salat karena dalam studio ini sudah ada kafe, musala, dan juga toilet. Banyak pasangan yang sudah memilih Studio Alam Gamplong sebagai lokasi prewedding, lalu kapan kamu berencana untuk pergi ke lokasi ini?
Discussion about this post