Senin, 12/5/25 | 12:11 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Petinju dan Peninju; Manakah yang Benar?

Minggu, 14/5/23 | 07:00 WIB
Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Jurusan Sastra Indonesia Universitas Andalas dan Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies)

Kata petinju dan peninju tidak asing lagi bagi pengguna bahasa Indonesia. Dua kata ini sudah umum dipakai di berbagai situasi dan bukanlah jenis kata khusus untuk bidang yang sangat spesifik. Akan tetapi, masih terdapat kebingungan dalam memahami dua kata ini sebab adanya anggapan bahwa salah satunya tidak berterima secara tata bahasa. Pemahaman semacam ini bisa saja muncul karena ada huruf-huruf tertentu yang luluh atau lesap ketika ditambahkan dengan awalan pe- yang perubahannya mirip dengan me- (ahli bahasa, seperti Ramlan dan beberapa ahli bahasa lain menyebutnya awalan peN- dan meN, sedangkan sebagian ahli, seperti Kridalaksana menyebutnya awalan pe- dan me- sebagai morf atau afiks dasar dalam proses pembentukan afiks/imbuhan).

Awalan pe- dan me- membuat empat huruf tertentu sebagai huruf pertama dalam kata dasar menjadi luluh atau lesap. Huruf-huruf tersebut adalah huruf k yang ditulis setelah awalan peng- dan meng- (pengejar bukan pengkejar; mengejar bukan mengkejar; pengeras bukan pengkeras; mengeras bukan mengkeras; dan sebagainya), huruf t yang ditulis setelah awalan pen- dan men- (penari bukan pentari; menari bukan mentari, peniup bukan mentiup; meniup bukan mentiup; dan sebagainya), huruf s yang ditulis setelah awalan peny- dan meny- (penyaring bukan penysaring; menyaring bukan menysaring, penyihir bukan penysihir; menyihir bukan menysihir, dan sebagainya), serta huruf p yang ditulis setelah awalan pem- dan mem- (pemakain bukan pempakai; memakai bukan mempakai; pemukul bukan pempukul; memukul bukan mempukul; dan sebagainya).

Berdasarkan uraian tersebut, kata dasar tinju yang diawali dengan huruf t akan lesap atau luluh saat disatukan dengan awalan men- (menjadi meninju bukan mentinju). Verba aktif transitif (verba yang membutuhkan objek) yang dibentuk oleh awalan me- (termasuk gabungan me-kan dan me-i) juga bisa dikaitkan dengan pelaku aktivitasnya dengan menambahkan awalan pe-, seperti aktivitas membaca dilakukan oleh pembaca, mendengar dilakukan oleh pendengar, memakai dilakukan oleh pemakai, menyelam dilakukan oleh penyelam, mencuri dilakukan oleh pencuri, dan menyihir dilakukan oleh penyihir. Begitu juga dengan kata dasar yang huruf pertamanya t (huruf t menjadi lesap dan luluh, seperti yang telah dituliskan sebelumnya), yaitu aktivitas menulis dilakukan oleh penulis (dari kata dasar tulis), menonton dilakukan oleh penonton (dari kata dasar tonton), meniup dilakukan oleh peniup (dari kata dasar tiup), dan menitip dilakukan oleh penitip (dari kata dasar titip). Hal ini juga tidak berbeda untuk kata dasar tinju yang aktivitiasnya menjadi meninju dengan pelakunya menjadi peninju. Namun demikian, masyarakat pengguna bahasa Indonesia juga mengenal kata petinju dengan huruf t yang masih ada (tidak lesap atau luluh). Kemudian, timbul pertanyaan, kata manakah yang benar di antara petinju dan peninju? Bukankah huruf t yang dilekatkan dengan awalan pe- akan lesap? Apakah kata petinju itu salah?

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dua kata ini merupakan kata baku, yang artinya secara tata bahasa berterima dan digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia. Di dalam KBBI, dua kata tersebut memiliki makna yang cukup berbeda. Kata peninju memiliki makna “orang yang meninju”, sedangkan kata petinju memiliki makna “orang yang bermain tinju; bokser”. Dari dua makna ini, kita sudah bisa membedakan konteks pemakaian kata peninju dan petinju. Untuk lebih lengkapnya, bisa dibaca pada contoh-contoh kalimat berikut:

BACAJUGA

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB
Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Makna Kata “Cukup” yang Tak Secukupnya

Minggu, 27/4/25 | 09:02 WIB
  1. Pipi anak saya berdarah. Siapa peninjunya?
  2. Polisi sedang mencari peninju korban kekerasan itu.
  3. Dia adalah petinju Indonesia yang memiliki banyak prestasi.
  4. Ellyas Pical merupakan salah satu petinju Indonesia yang berhasil menjadi juara dunia kelas bantam IBF.

Kata peninju pada kalimat 1 dan 2 lebih mengarah pada konteks aktivitas meninju, sedangkan kata petinju pada kalimat 3 dan 4 lebih mengarah pada konteks profesi. Jika kata peninju dikaitkan dengan aktivitas meninju, bagaimana dengan kata petinju? Sebelumnya telah dituliskan, berdasarkan makna yang ada di dalam KBBI, aktivitas petinju adalah bermain tinju terkadang juga sering disingkat bertinju).

Di sinilah letak perbedaannya. Jika dikelompokkan, awalan me- (ahli lain menyebutnya awalan meN- dan meng-) sebagai verba aktif memiliki kaitan yang erat dengan awalan pe- (ahli lain menyebutnya awalan peN- dan peng-) sebagai pelakunya. Berbeda dengan itu, kata petinju berkaitan dengan aktivitas yang menggunakan awalan ber-, yaitu bermain tinju atau bertinju. Kita bisa mengambil contoh lainnya yaitu petani dari kata tani. Kata tani memiliki makna “mata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam; mata pencarian dalam bentuk mengusahakan tanah dengan tanam-menanam” (KBBI). Pelaku yang melakukan aktivitas tani ini disebut sebagai petani (dengan huruf t yang masih ada). Huruf t dalam kata petani tidak lesap atau luluh karena kaidah aktivitasnya tidak sama dengan kaidah awalan me-. Di dalam KBBI, tidak ada kata menani (men- + tani). Kata yang mewakilkan aktivitasnya adalah bertani (ber- + tani). Hal ini sama dengan bermain tinju atau bertinju dengan pelakunya petinju.

Secara garis besar, kita sudah bisa menarik hipotesis dalam mengelompokkan awalan yang merujuk aktivitas dan pelakunya. Contoh lainnya bisa kita amati pada huruf pertama s. mari kita cocokkan antara aktivitas dan pelakunya. Aktivitas menyelam (meny- + selam) dilakukan oleh penyelam (peny- + selam), aktivitas menyihir (meny- + sihir) dilakukan oleh penyihir (peny- + sihir), aktivitas menyadap (meny- + sadap) dilakukan oleh penyadap (peny- + sadap), dan aktivitas menyetor (meny- + setor) dilakukan oleh penyetor (peny- + setor). Akan tetapi, peselancar tidak memiliki aktivitas menyelancar (sebab kata ini tidak ada di dalam KBBI). Peselancar melakukan kegiatan yang disebut berselancar. Oleh sebab itu, di dalam kata peselancar, huruf s tetap ada. Aktivitas bermain sepak bola dilakukan oleh pesepak bola, aktivitas bersepeda dilakukan oleh pesepeda, dan aktivitas bersenam dilakukan oleh pesenam. Hal ini juga berlaku dengan huruf lainnya seperti aktivitas bermain tenis atau bertenis dilakukan oleh petenis (huruf t ada), aktivitas bersaing dilakukan oleh pesaing (huruf s ada), dan aktivitas bekerja dilakukan oleh pekerja (huruf k ada).

Perbedaan aktivitas yang ditandai dengan awalan ber- dan me- (yang dikaitkan dengan pelakunya) semakin jelas terlihat dalam kata dasar ajar. Kata ajar termasuk kelas kata nomina dengan makna “petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut)” (KBBI). Kata ajar ini bisa dilekatkan dengan awalan ber- dan me-, tentunya dengan makna yang berbeda yaitu belajar (menggunakan alomorf bel- dari awalan ber-) dan mengajar (menggunakan alomorf meng- dari awalan me-).

Jika aktivitasnya berbeda, tentu saja pelakunya juga akan berbeda. Aktivitas belajar dilakukan oleh pelajar, sedangkan aktivitas mengajar dilakukan oleh pengajar. Untuk imbuhan gabungannya juga akan berbeda, yaitu pelajaran dan pengajaran. Kerumitan perubahan imbuhan inilah yang kemudian membuat masyarakat Indonesia masih bingung untuk memilih kata yang tepat, begitu juga orang asing yang belajar bahasa Indonesia. Semoga artikel ini bisa membantu pemahaman perubahan-perubahan imbuhan tersebut.

Tags: #Reno Wulan Sari
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Set Masa Lampau Indonesia di Studio Alam Gamplong

Berita Sesudah

Perempuan, Pendidikan, dan Buruh dalam Kajian Gender

Berita Terkait

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Angka romawi menjadi salah satu angka yang digunakan...

Memaknai Kembali Arti THR

AI dan Kecerdasan Bahasa Indonesia

Minggu, 04/5/25 | 13:26 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Pengaruh AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan tidak...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Makna Kata “Cukup” yang Tak Secukupnya

Minggu, 27/4/25 | 09:02 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Pembahasan Klinik Bahasa Scientia kali ini akan mengulik...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Minggu, 13/4/25 | 12:56 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas) Lebaran telah usai. Namun, serba-serbi tentang Lebaran...

Memaknai Kembali Arti THR

Memaknai Kembali Arti THR

Minggu, 06/4/25 | 12:37 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan Prodi S2 Linguistik Universitas Andalas) Salah satu fenomena yang menarik saat Hari...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Salam” dan “Salim” saat Lebaran

Minggu, 30/3/25 | 07:07 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Beberapa hari lagi, umat Islam akan...

Berita Sesudah
Peran Latar Tempat dalam Perfileman Horor Indonesia

Perempuan, Pendidikan, dan Buruh dalam Kajian Gender

Discussion about this post

POPULER

  • Puisi-puisi Afny Dwi Sahira

    Puisi-puisi Afny Dwi Sahira

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Khalil Gibran tentang Musik sebagai Bahasa Rohani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jembatan Gantung Ambruk di Nagari Koto Padang Lumpuhkan Ekonomi Petani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Firdaus Apresiasi Semangat Gotong Royong Masyarakat Wujudkan Festival Juadah Tanpa APBD

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bergabung dalam Arak – arakan, Anggota DPRD Sumbar, Firdaus Ikuti Keseruan Festival Juadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Angka Romawi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024