Pahlawanku
Engkau yang sudah berjuang di medan perang
Bertumpahkan darah yang suci
Tak peduli nyawa yang sedang diincar
Ya itulah kau pahlawanku
Terima kasih pahlawanku
Hanya menjadi sukses balas budi yang bisa kukerjakan
Karena masih banyak cara yang harus dilalui
Sama seperti saat kau bertarung demi membela negara
Sehingga kami bisa hidup bebas di negara tercinta
Mari keluarkan semangat yang sama seperti para pejuang
Dengan cara belajar sungguh-sungguh
Menjadi generasi yang berprestasi di negara tercinta
Membuat Indonesia lebih berkembang
Agar bisa mengejar negara-negara lainnya
Terima kasih pahlawanku
Semoga kita bisa membuat Indonesia maju.
Rindu
Hembusan angin nan kencang
Udara yang dingin
Jalanan gelap yang sepi
Aroma aspal yang khas karena hujan
Hujan bagaikan hatiku
Senyum tak pernah kutampakkan
Wajah datar yang membuat orang benci
Mata yang bengkak oleh tangisan
Kehampaan dunia tanpa kau
Tak ada yang membelaku
Aku sendirian menyimpan penderitaan ini
Selalu berhayal berada di sampingmu
Melihat senyummu nan damai
Mendengar candaan yang membuatku terbahak
Genggaman tangan yang hangat
Pelukanmu yang tak terlupakan
Aku rindu dengan kenangan manis
Tapi sekarang sudah terlambat
Maafkan aku tidak banyak membuatmu senang
Maafkan aku yang selalu meminta kepadamu.
Kini aku tersadar kau adalah pahlawanku
Pahlawan yang membuatku tersenyum
Pahlawan yang membuatku bahagia
Sekarang aku tinggal dengan seluruh kesedihan
Sampai jumpa
Suatu saat kita akan bertemu sambil bercanda gurau.
Lima Menit
Aku terperangkap
Dalam lorong waktu yang asing
Mendengar deru jam tak henti berbunyi
Ruangan ini sangat gelap
Aku berusaha kabur dari dimensi ini
Terdengar suara-suara asing yang muncul di pikiran
Mentari telah terbit
Burung berkicau merdu
Aku berlari menerobos kegelapan
Mencari pintu keluar
Pecahan kaca membuat kaki ngilu
Tetesan darah keluar laksana air
Keringat membanjiri baju
Lima menit begitu lama
Suara-suara asing berputar kembali
Lalu terdengar teriakan memanggil namaku
Aku tersadar
Rohku melayang
Tubuhku terkapar lesu di sudut ruangan
Ada yang menarik tanganku
Seketika rohku masuk kembali
Suara tak asing kini memanggil namaku
Cahaya amat terang menerobos kegelapan
Menyilaukan pandangan
Lima menit waktu yang cukup lama
Kini aku tersadar
Semua ini hanyalah memori lama
yang singgah di kepala
Lalu siapakah diriku sebenarnya?
Biodata Penulis:
R.S. Mila suka membaca buku, melukis, dan menulis puisi. Sekarang masih duduk di bangku kelas VIII SMPIT Adzkia Padang.
Imaji Menembus Dimensi
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Hujan bagaikan hatiku
Senyum tak pernah kutampakkan
Wajah datar yang membuat orang benci
Mata yang bengkak oleh tangisan
Kehampaan dunia tanpa kau
Karya sastra dapat menggugah hati pembaca karena pembaca merasa begitu dekat dengan karya sastra tersebut seolah merefleksikan kehidupannya. Hal ini tidaklah mengherankan karena karya sastra merupakan suatu representasi dari kehidupan manusia. Membaca karya sastra dapat menggerakkan hati pembaca atau mencerahkan pikiran pembaca. Karya sastra dihadirkan dalam ragam bahasa teks yang ditulis oleh pengarang dengan begitu hikmat sehingga tersajilah representasi suatu permasalahan pada masyarakat walau ada batas tertentu. Pembatasan hubungan sastra dan masyarakat biasanya bertolak dari frasa De Bonald bahwa “sastra adalah ungkapan perantara masyarakat” (literature is an expression of society). Karya sastra khususnya puisi tidak hanya sebagai ungkapan rasa penyair, namun dapat menjadi refleksi pikiran masyarakat (Sabrini, 2018).
Azhari (2014) mengungkapkan bahwa proses kontemplasi yang dilakukan penyair dapat membentuk ciri-ciri terhadap tema yang diambilnya. Perenungan yang dimaksud adalah proses batiniah yang dilakukan oleh penyair sebelum menciptakan sebuah karya. Proses merenung sering memunculkan ide-ide yang tak terduga dan dari hal tersebutlah muncul makna-makna yang lebih dalam dari setiap diksi yang dipakai oleh penyair dalam puisinya. Setiap makna selalu memiliki tanda-tanda yang dapat dihubungkan untuk membentuk suatu makna baru yang mencakup keseluruhan isi karya puisi tersebut. Setiap penyair biasanya mempunyai waktu-waktu tertentu yang digunakan sebagai titik kontemplasinya untuk menaruh tanda-tanda di setiap makna puisinya.
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat tiga buah puisi karya R.S. Mila. Ketiga puisi karya siswa SMP ini berjudul “Pahlawanku”, “Rindu”, dan “Lima Menit.” Puisi pertama berisi refleksi atas perjuangan para pahlawan yang telah berkorban untuk kemerdekaan bangsa. Sebab Indonesia merupakan negara yang punya pengalaman buruk penjajahan yang dilakukan oleh negara kolonial, arti kepahlawanan cenderung dilekatkan kepada sosok-sosok pejuang yang bertempur di medan perang demi merebut kemerdekaan. Epik tersebut juga dilengkapi dengan perjuangan tokoh-tokoh intelektual bangsa yang berperang di medan diplomasi melalui negosiasi dan pertempuran gagasan di media massa dan buku-buku.
R.S. Mila menulis bagaimana cara membalas jasa-jasa pahlawan menurut pemahamannya sebagai anak sekolah: ‘Terima kasih pahlawanku/ Hanya menjadi sukses balas budi yang bisa kukerjakan/ Karena masih banyak cara yang harus dilalui/ Sama seperti saat kau bertarung demi membela negara/ Sehingga kami bisa hidup bebas di negara tercinta’. Pada zaman kemerdekaan yang telah berumur 77 tahun ini, mempertahankan kemerdekaan memang seyogyanya dilakukan dengan meningkatkan taraf kehidupan menjadi lebih baik sehingga setara dengan negara-negara lain di dunia yang telah lebih dulu maju dan sejahtera. Puisi ini memang agak kering seperti orasi pada upacara bendera, namun memiliki daya hentak yang cukup kuat mengobarkan semangat juang.
Puisi kedua terasa lebih liris dengan gejolak persona yang gundah gulana. Ada kegelisahan yang dimunculkan penulis tampak pada bait pertama yang menggambarkan suasana buruk: angin kencang, udara dingin, serta jalanan yang gelap dan sepi. Pilihan kata ini membentuk imaji tentang kesuraman dan keresahan, seperti yang diisyaratkan oleh judulnya, rindu.
Rindu biasanya datang setelah ada jarak yang memisahkan. Ada perpisahan yang menyebabkan kehilangan: ‘Genggaman tangan yang hangat/ Pelukanmu yang tak terlupakan/ Aku rindu dengan kenangan manis/ Tapi sekarang sudah terlambat.” Sebagai manusia yang dianugerahi emosi dan perasaan, kita sering diamuk oleh desakan rindu pada sesuatu yang tidak lagi ada di dekat diri; apakah itu orang tua, anak, saudara, sahabat, hewan peliharaan, makanan kesukaan, kampung halaman, atau sekadar suasana tenang yang membangkitkan kedamaian. Perasaan rindu adalah sesuatu yang alamiah.
Kehilangan dan perubahan suasana yang terjadi dapat memberi ruang bagi diri untuk berkontemplasi, melakukan perenungan atas tindakan yang dilakukan sebelumnya, bisa jadi berupa kesalahan yang menimbulkan penyesalan besar. Lumrah terjadi kita menyadari arti penting keberadaaan seseorang atau sesuatu ketika tidak lagi kita miliki, seperti yang diungkapkan larik-larik ini: ‘Kini aku tersadar kau adalah pahlawanku/ Pahlawan yang membuatku tersenyum/ Pahlawan yang membuatku bahagia/ Sekarang aku tinggal dengan seluruh kesedihan.’ Penyesalan kemudian melahirkan ekor panjang berupa kerinduan yang menyesakkan.
Puisi ketiga menunjukkan intensitas konflik yang lebih berat dalam bentuk mimpi buruk yang seperti nyata. Puisi ini jika divisualisasikan dengan rupa, warna, dan gerak yang sesuai akan meciptakan pengalaman psikologis menegangkan yang memicu panik. R.S. Mila dengan larik-larik deskriptif mengungkapkan ‘Aku terperangkap/ Dalam lorong waktu yang asing/ Mendengar deru jam tak henti berbunyi/ Ruangan ini sangat gelap/ Aku berusaha kabur dari dimensi ini/ Terdengar suara-suara asing yang muncul di pikiran.’
Bila kita mengikuti pergerakan peristiwa dari larik demi lariknya, puisi ini seperti cerita horor yang memicu adrenalin. Gambaran runtutan kejadian terasa nyata, mulai dari tubuh yang terperangkap, keinginan untuk melarikan diri, rintangan yang menghalangi, suara-suara dengung, penglihatan samar, cahaya yang menyilaukan… semua itu memvisualkan serupa pengalaman trans dan sakaratul maut. Otak manusia mampu melahirkan imaji dari hal-hal yang tersimpan di arsip memori dan menjadikannya citra baru dengan sensasi yang mendekati nyata.
Puisi sebagai karya sastra menyediakan ruang untuk membebaskan imajinasi, menjelajah jauh menembus memori-memori yang tersimpan di alam bawah sadar dan menatanya menjadi sebuah pengalaman baru. Seperti gumpalan awan yang dialiri elektron listrik, imaji tersebut memberi efek kejut saat dibaca.[]
Catatan
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post