Oleh: Ria Febrina
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada)
Dulu sekali, saya sering mendengar nama kota ini dalam mata pelajaran Sejarah, yakni melalui peristiwa Pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air). Sebuah peristiwa pemberontakan yang dilakukan di Blitar, Jawa Timur, pada 14 Februari 1945. Pemberontakan yang dipimpin oleh Shodancho Soeprijadi ini dikenal sebagai satu-satunya pemberontakan yang dilakukan oleh tentara didikan Jepang. Oleh sebab itu, kota ini pun dikenal dengan nama Kota Peta.
Namun, saya tidak menyangka bahwa pada suatu hari, pada Lebaran 2022, saya diajak oleh adik ipar berkunjung ke Trenggalek. Dari Trenggalek, kami diminta ikut bersilaturahmi ke rumah saudara lainnya—yang katanya hanya berjarak dekat—tapi setelah beberapa waktu di perjalanan, kami sempat bertanya-tanya, mengapa jalannya terasa jauh? Hampir dua jam perjalanan.
Barangkali, karena seluruh keluarga merupakan orang yang humoris, mereka ternyata memberi kami kejutan. Saat berhenti di sebuah pasar, kami membaca nama Kota Blitar. Dalam keterkejutan itulah, kami tidak berhenti berciloteh di dalam mobil karena saudara yang mengendarai mobil ini tersenyum-senyum. Setelah mencari tempat parkir yang paling strategis, barulah dia berkata, “Selamat datang di Makam Bung Karno”.
Tiba-tiba diberi kejutan ini membuat saya tidak bisa berkata-kata. Seorang anak Sumatera yang niatnya hanya kuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan tidak pernah terpikirkan untuk ke mana-mana, akhirnya sampai di Kota Blitar, Jawa Timur. Itu pun dalam rangka kunjungan Lebaran yang tidak pernah direncanakan. Dalam kunjungan itulah, kemudian kami dibawa berwisata ke Makam Bung Karno dan juga ke Perpustakaan Bung Karno.
Saat masuk ke tempat wisata, tempat pertama yang kami kunjungi adalah Perpustakaan Bung Karno. Kita akan disambut dengan sebuah patung besar yang menggambarkan Bung Karno sedang duduk membaca sebuah buku. Berdiri di depan patung Bung Karno ini merupakan spot paling bagus untuk berfoto.
Bung Karno memang dikenal semasa hidupnya menghabiskan waktu dengan membaca. Beliau selalu membaca, bahkan juga menuliskan banyak pemikiran hingga menjadi banyak buku. Buku koleksi pribadi Bung Karno dan buku-buku tulisan Bung Karno dipajang di Perpustakaan ini.
Setelah berfoto di depan patung Bung Karno, kita dapat melanjutkan perjalanan ke dalam ruangan yang berada di gedung Layanan Koleksi Memorabilia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2023), memorabilia adalah ‘sesuatu atau peristiwa yang patut dikenang’. Di dalam ruangan ini, segala hal yang berkaitan dengan kehidupan Bung Karno dipajang untuk kemudian dikenang dan dijadikan pelajaran.
Saat masuk ke dalam ruangan, kita akan disambut dengan lukisan Bung Karno mengenakan peci dan baju kebesaran. Lukisan yang dibingkai dengan pigura emas ini menunjukkan betapa berwibawanya Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia.
Selain lukisan ini, juga ada lukisan Bung Karno di bagian sudut ruangan yang konon sangat viral di antara pengunjung karena katanya agak mistik. Lukisan tersebut menggambarkan Bung Karno yang berpakaian putih sedang mengangkat tangan. Konon katanya di bagian jantung lukisan Bung Karno, lukisan tersebut berdetak atau bergetar—entah karena angin atau karena mitos yang menyatakan bahwa dalam lukisan tersebut bersemayam sosok Lembu Suro, penunggu Gunung Kelud. Entahlah, saat berkunjung ke sana, saya tidak merasakan lukisan tersebut berdetak. Mungkin karena belum mendengar mitos ini dan juga tidak fokus pada lukisan tersebut. Saya justru berfoto di depan foto Bung Karno yang tengah berdiri dengan gagah dan berwibawa.
Selain lukisan, di dalam gedung Layanan Koleksi Memorabilia ini, kita dapat melihat koleksi pribadi Bung Karno, seperti jam tangan kesayangan, kacamata, minyak wangi, potongan kain yang dibubuhi tulisan tangan Bung Karno, serta baju putih peninggalan Bung Karno yang sudah tampak lusuh karena usia, namun diawetkan dan dirawat dengan baik oleh pihak pengelola agar tidak cepat rusak.
Tak lupa sebuah koper tua berwarna hitam yang digunakan oleh Bung Karno saat keluar masuk penjara juga tersimpan rapi di sini. Bahkan, benda-benda pusaka milik Bung Karno, yakni sebuah keris yang bernama keris Kyai Sekar Jagad dan sebuah gong yang bernama gong Kyai Djimat dipajang dengan baik. Setiap tahun dilakukan jamasan atau prosesi memandikan atau mensucikan kedua benda pusaka tersebut menggunakan air kembang setaman. Prosesi ini merupakan bagian dari peristiwa budaya yang dilestarikan terus-menerus.
Selain lukisan, ruangan ini juga didominasi dengan sejumlah foto bersejarah Bung Karno. Di depan pintu masuk, kita dapat melihat foto Bung Karno dan Bung Hatta yang ditampilkan dalam ukuran besar. Deretan foto tokoh pahlawan nasional lainnya juga dipajang berjejer di ruangan ini.
Selain foto para pahlawan, foto-foto yang menunjukkan peristiwa bersejarah Indonesia, seperti Detik-detik Proklamasi, Konferensi Asia-Afrika, dan KTT Nonblok juga ada. Foto-foto mengenai kunjungan Bung Karno ke negara lain atau momen ketika Bung Karno menerima tamu undangan dari negara lain dapat disaksikan di gedung Layanan Koleksi Memorabilia ini.
Di antara foto-foto bersejarah tersebut, ada foto yang sangat pribadi yang dapat mengunggah hati nurani kita. Foto yang ditata dengan apik dan syahdu. Sebuah foto yang menggambarkan Bung Karno naik delman bersama teman-teman masa kecilnya, serta foto lain yang menggambarkan Bung Karno sedang sungkem kepada ibunda, Ida Ayu Nyoman Rai.
Bung Karno memang dikenal sangat dekat dengan ibunda. Bahkan, salah satu alasan politis yang dikemukakan Presiden Soeharto saat memakamkan Bung Karno di Blitar adalah kedekatan tersebut. Bung Karno dikenal selalu sungkem dan meminta doa restu kepada ibunya setiap akan melakukan apa pun.
Dalam wasiatnya, Bung Karno berpesan agar dikuburkan di sebuah pohon besar yang rindang yang berada di dekat sungai. Bagi sejarawan, lokasi yang dimaksud adalah Kebun Raya Bogor. Ketika Bung Karno wafat pada tanggal 21 Juni 1970, Presiden Soeharto justru mengeluarkan Keppres No. 44 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa pemakaman Presiden Soekarno dilakukan di Kota Blitar, di dekat makam orang tuanya. Oleh sebab itulah, Bung Karno dimakamkan pada 22 Juni 1970, di pemakaman umum di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur. Makam itu kita kenal sekarang dengan Makam Bung Karno.
Setelah keluar dari Gedung Layanan Koleksi Memorabilia ini, berjalanlah terus menjauhi bagian belakang patung Bung Karno tadi. Pada bagian paling ujung, setelah mendaki beberapa tangga, kita akan masuk ke Astono Mulyo, bangunan utama pusara Bung Karno. Sebelum masuk, kita akan disambut dengan sebuah gapura yang mirip dengan pintu masuk candi.
Setiba di dalam, akan tampak sebuah bangunan yang didesain dengan arsitektur khas Jawa, yaitu bangunan joglo. Di bawah atap bangunan tersebut, terdapat pusara Bung Karno yang berada di antara pusara orang tua tercinta. Di bagian atas kepala pusara juga terdapat sebuah batu pualam hitam yang tertulis nama Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan dan Predisen Pertama Republik Indonesia. Di bawah batu pualam tercantum tanggal kelahiran dan tanggal kematian Bung Karno.
Selepas berziarah dan berdoa di Makam Bung Karno, kita akan diarahkan menuju pintu keluar. Dalam perjalanan keluar, kita akan berhadapan dengan para penjual aksesori dan oleh-oleh khas Blitar. Kita akan menemukan para pedagang yang menjual tas, topi, replika atau miniatur alat musik, baju, dan juga makanan khas Blitar. Harga yang ditawarkan tidak terlalu mahal. Hingga keluar lokasi, kita akan disapa dan dinyanyikan oleh para penjual untuk singgah dan membeli satu atau dua buah oleh-oleh khas Blitar. Kehadiran Makam Bung Karno dan juga Perpustakaan Bung Karno memang menghidupkan ekonomi masyarakat sekitar.
Dalam catatan sejarah, Makam Bung Karno dibangun pada akhir tahun 1970. Beberapa puluh tahun kemudian, tepatnya pada 3 Juli 2004, Perpustakaan Bung Karno pun diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Perpustakaan ini memang dibangun secara strategis dalam satu kawasan dengan Makam Bung Karno, tepatnya di Jalan Kalasan No. 1, Kota Blitar. Siapa pun bisa berziarah sekaligus melakukan wisata edukasi ke lokasi ini. Jadi, kapan kamu agendakan perjalanan ke Kota Proklamator ini?
Discussion about this post