Leka Diulit Mimpi
Jalan panjang menata
Merekat mimpi menarik
Asa mengarungi samudera
Jauh dari leka diulit mimpi
Jalan, ya di jalan lurus
Berbelok-belok mengacau harapan
Seru merayu memanggil
Menoleh susul menyusul
Jalan lurus abai luar jalur
Ooh… diri berapa lamakah?
Leka diulit mimpi?
Ingat mimpi untuk kembali
Jalan pulang hakiki
Iman berbalut takwalah kunci.
Padang, 10 Januari 2023
Sampah Jalan
Tangan-tangan nan lupa
Melepas segala bekas sisa
Tak luput di depan mata
Kamera jalan-jalan raya
Kaca mobil terbuka
Menjulur tangan melepas
Sampah tanpa dosa
Terpelanting terlempar jauh
Mengguling di sepanjang jalan
Kenapa adab dan rasa
Pengguna jalan banyak alfa?
Siapakah peduli?
Sampah jalan tiada
Tatkala pengguna jalan
Beradab dan kendali tangan
Lepas sampah pada tempatnya.
Padang, 10 Januari 2023
Jalan Tol
Merangkak mengukur bumi
Tanah ulayat menghadang
Membatu mengganjal tidur
Badan tol melambat maju
Kenapa…?
Rumit…!
Ya rumit di tanah Minang Kota Padang kuat adat
Ninik mamak mempertahankan
Harta pusaka tanah kaum
Negosiasi pucuk tertinggi
Minangkabau Buya Mahyeldi
Lambat tapi pasti bisa
Mengambil hati anak nagari
Kini, jalan tol lintas sumatera
Terus bergerak berproses meniti tanah kaum
Tanah ulayat nagari Minangkabau.
Padang, 5 Februari 2023
Ali Usman,S.S.,M.Pd. Lahir di Padang, 25 Februari 1982. Memiliki satu istri dan empat orang mujahid dan mujahidah. Sehari-hari bertugas sebagai Guru Bahasa Indonesia di SMP Perguruan Islam Ar Risalah (Islamic Boarding School) Kota Padang Sumatera Barat. Pernah beberapa kali terpilih sebagai kepala sekolah berprestasi tingkat Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat.
Nyali Nyaring Puisi
Oleh: Ragdi F. daye
(Buku Kumpulan Puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Ingat mimpi untuk kembali
Jalan pulang hakiki
Iman berbalut takwalah kunci.
Karya sastra merupakan cerminan keadaan yang sebenarnya terjadi berkaitan dengan keadaan sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra bersifat reflektif dan interaktif sebagaimana yang dijelaskan oleh Harsanti (2017). Bahkan, sastra dapat menjadi semangat untuk melaksanakan perubahan masyarakat, kebangkitan suatu bangsa, penguatan rasa cinta tanah air, juga sumber inspirasi dan motivasi kekuatan untuk perubahan sosial budaya sehingga sastra bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga pencerahan mental. Hal ini sesuai dengan fungsi sastra sebagai dulce et utile, yaitu mendidik dan menghibur.
Tarigan (1984) menyampaikan bahwa puisi merupakan salah satu genre sastra yang secara etimologis berasal dari bahasa Yunani poesis berarti penciptaan. Menurut Pradopo (2018) puisi adalah suatu karya sastra yang mengekspresikan pemikiran sehingga membangkitkan perasaan. Perasaan tersebut merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama. Lebih lanjut, Pradopo menjelaskan bahwa puisi merupakan karya estetis yang bermakna. Bermakna artinya bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna. Puisi memiliki keistimewaan dibandingkan dengan jenis sastra lain karena banyaknya interpretasi dan penafsiran yang ditimbulkan. Puisi juga menyimpan nilai-nilai yang dapat diimplementasikan. Puisi sering membungkus realitas sosial, puisi dapat berisi berbagai masalah yang terjadi sehingga menimbulkan kritik sosial (Endraswara, 2012).
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat tiga buah puisi karya Ali Usman. Ketiga puisi bapak guru ini masing-masing berjudul “Leka Diulit Mimpi”, “Sampah Jalan”, dan “Jalan Tol”.
Puisi pertama menggambarkan perjalanan hidup manusia sebagai hamba Tuhan. Isi puisi ini sejalan dengan yang diungkapkan Dr. Firanda Andirja di dalam laman bekalislam.com bahwa dunia ini hanyalah tempat persinggahan, dan kita sebagai manusia hakikatnya adalah seorang musafir yang sedang berjalan menuju pertemuan dengan pencipta kita Rabb al-‘Alamin. Kita akan menempuh berbagai macam fase kehidupan. Kita telah menempuh fase janin, dan kita saat ini berada pada fase yang kedua yaitu fase kehidupan dunia. Setelah itu, kita akan masuk pada fase ketiga yaitu fase alam barzakh, yang entah berapa lama kita akan berada di fase tersebut. Setelah itu, kita akan masuk pada fase berikutnya yaitu fase kebangkitan di padang mahsyar yang satu hari pada hari itu seperti lima puluh ribu tahun. Setelah itu, barulah kita akan masuk pada fase penentuan, apakah kita akan dimasukkan ke dalam surga atau neraka. Jadi, kita semua sedang berjalan menuju satu titik pertemuan yaitu menuju alam barzakh, yang merupakan fase berikutnya setelah fase kehidupan dunia ini.
Namun, banyak di antara umat manusia yang lupa pada tujuan perjalanan kehidupannya di dunia yang hanya sementara. Ali menulis ‘Jalan, ya di jalan lurus/ Berbelok-belok mengacau harapan/ Seru merayu memanggil/ Menoleh susul menyusul/ Jalan lurus abai luar jalur’. Seyogyanya, ketika melenceng dari jalan yang harus ditempuh, kita segera sadar dan kembali ke jalan yang lurus tersebut.
Puisi kedua memberi perhatian terhadap perilaku manusia yang kurang peduli pada kebersihan lingkungan. Peduli terhadap lingkungan sudah menjadi tanggung jawab setiap individu. Untuk menunjukkan sikap kepedulian terhadap lingkungan, setiap orang harus memahami pentingnya etika lingkungan. Secara umum, etika lingkungan adalah nilai-nilai keseimbangan dalam kehidupan manusia dengan interaksi dan interdependensi terhadap lingkungan hidupnya yang terdiri dari aspek biotik, abiotik, dan kultur. Perilaku pengendara yang membuang sampah ke jalanan dari atas kendaraan menunjukkan ketidakpedulian terhaap lingkungan. Inilah yang dikritik puisi Ali.
Puisi ketiga merupakan respons sang penyair terhadap realita sosial masyarakat di Sumatera Barat yang menyebabkan rumitnya proses pembangunan infrastruktur di negeri ini, khususnya pembangunan jalan tol Sumbar-Riau yang masih belum tuntas. ‘Merangkak mengukur bumi/ Tanah ulayat menghadang/ Membatu mengganjal tidur/ Badan tol melambat maju/ Kenapa…?/ Rumit…!’, begitu tulis Ali. Rumit bukan berarti tidak mungkin. Melalui proses negosiasi yang panjang sebab pembangunan jalan tol ini menggunakan lokasi tanah ulayat yang merupakan milik kaum adat. Struktur sosial budaya masyarakat Minang yang matrilineal mengacu ke garis keturuan ibu sangat melindungi tanah pusaka demi keselamatan anak cucu generasi masa depan.
Matrilineal adalah sistem kekerabatan yang berdasarkan dari garis keturunan ibu (perempuan). Sistem kekerabatan ini dianut oleh sedikit suku bangsa di dunia. Suku bangsa Mosuo di Tiongkok, Minangkabau di Indonesia, Bribri di Kosta Rika, Umoja di Kenya dan Navajo di Amerika Serikat. Diantara 5 suku bangsa tersbut, Minangkabau adalah pemegang sistem kekerabatan Matrilineal terbesar di dunia. Alur keturunan diwariskan menurut garis keturunan ibu, termasuk warisan Harta Pusaka Tinggi. Pemegang harta adalah pihak perempuan (Bundo Kanduang), sedangkan lelaki (Mamak) hanya boleh mengolah dan sifatnya sebagai penjaga pusaka.
Meskipun menghadapi kendala, proses pembanguan tetap berjalan. Ali menulisnya, ‘Kini, jalan tol lintas sumatera/ Terus bergerak berproses meniti tanah kaum/ Tanah ulayat nagari Minangkabau.’ Begitulah dinamika kehidupan. []
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post