EMPAT BELAS FEBRUARI
Cerpen: Oli Novedi Santi
Buyung masih duduk di depan pintu dapur. Matanya menatap hamparan sawah yang membentang di belakang rumahnya. Pemandangan yang tak pernah bosan dia lihat walaupun sudah sejak lahir kehijauan itu juga yang dilihatnya. Suara kicauan burung yang meramaikan suasana pagi hari ini tak membuat Buyung bergembira. Wajahnya penuh tanda tanya. Sedari tadi kerut di kening tak juga mengendur. Panggilan Amak pun tak digubrisnya. Padahal, mungkin sudah kering kerongkongan perempuan tua itu memanggil anaknya.
“Oi… Buyung… lembu kau masuk ke sawah Tek Ros. Tolong kau halau…” sungguh pun keras suara Mak Inab tak juga membuat Buyung beranjak dari duduknya. “Oi… Buyung! Uhuk… uhuk…” sampai terbatuk Mak Inab memanggil anaknya.
“Apa Mak?” akhirnya Buyung beranjak juga.
“Apa kau tak dengar tadi? Amak bilang lembu kau masuk ke sawah Tek Ros. Tolong kau halau lembu itu.”
“Iya… Mak,” jawab Buyung. Dengan tak bersemangat diambilnya sepeda tua warisan ayahnya. Hanya itulah harta mereka yang berharga. Ayahnya meninggal tak mewariskan banyak harta selain sepeda itu. Kalau pun dia punya lembu itu karena dia ikut kelompok penerima hibah dari dana aspirasi salah satu anggota dewan di kampungnya.
Pulang dari menghalau lembu dia bertemu dengan Roni anak Wan Joni. Roni sedang asyik memainkan game di gawainya.
“Hei Ron,” Buyung duduk di samping Roni.
“Hmm,” hanya itu jawaban Roni tanpa melihat Buyung.
“Kalau ada cewek yang menyuruh ke rumahnya tanggal empat belas Februari, apa artinya itu?” Tanya Buyung hati-hati.
Lama Buyung menunggu jawaban Roni. Sepertinya permainan gamenya lebih seru daripada pertanyaan bodoh Buyung.
“Roni… apa artinya?” Buyung mendesak.
“Yah… kalau itu jelas ngajak merayakan hari valentine,” jawab Roni.
Buyung menepuk keningnya. Sepertinya dia baru ingat momen yang dilupakannya selama ini. Pantas saja Mina malu-malu membicarakannya, pikir Buyung. Walau sudah mendapat jawaban dari pertanyaan beberapa hari ini yang membuatnya gundah, Buyung masih setia di samping Roni. Bukan untuk menunggu giliran bermain game, tapi dia ingin mengajukan pertanyaan lagi pada Roni.
“Ron… apa kau punya uang?” Tanyanya lagi lebih hati-hati.
“Untuk apa?” lagi-lagi singkat jawaban Roni.
“Aku mau pinjam untuk beli coklat.”
“Enggak ada, karena aku pun akan membeli coklat untuk si Lena, nanti dia marah kalau aku tak bawa coklat,” Roni mengada-ngadakan alasan. Padahal baru kemaren dia putus dengan Lena anak dari Kampung Mudik. Sekarang dia sedang jomblo. Tapi si Buyung tidak tahu itu. Dia percaya saja kata-kata Roni.
Di samping Roni, Buyung terdiam sedang memikirkan cara untuk mendapatkan uang. Hari valentine tahun ini tidak akan dia sia-siakan. Apalagi si Mina yang menyuruhnya ke rumah. Mina itu temannya sewaktu SMA. Cewek yang sudah lama jadi incaran Buyung. Badannya selalu panas dingin bila ada di samping Mina. Jangankan ada di samping, ada orang menyebutkan nama Mina saja, hatinya sudah berdebar-debar.
***
Hujan turun sejak sore tadi. Deras dengan angin kencang. Tak ada jedanya. Terdengar kabar, di ujung jalan sudah banjir. Sawah-sawah tergenang. Jalanan tertutup air setinggi lutut orang dewasa. Memang kampung Anakan Batang Kapas selalu banjir tiap kali hujan deras turun. Sudah banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi banjir. Tapi belum ada hasilnya.
Buyung gelisah. Ini adalah hari yang ditunggu-tunggunya. Dia mondar-mandir depan belakang. Lalu sebaliknya dari belakang ke depan. Mak Inab dengan koyo di kedua keningnya hanya bisa duduk di atas tikar pandan miliknya. Kepalanya pusing dari kemarin. Anaknya lebih mementingkan membeli baju dan coklat daripada membantunya membayar hutang di kedai. Teringat olehnya pembicaraan mereka berdua kemarin.
“Buyung mau beli coklat untuk Mina, Mak. Besok kalau Buyung dapat uang lagi akan Buyung berikan untuk Amak.”
“Ondeh nak…, hutang Amak di kedai sudah banyak. Kau bantulah sedikit.”
“Iya, tapi jangan sekarang. Buyung mau merayakan hari valentine dengan Mina.”
“Apa itu hari valentine?”
“Hari kasih sayang Mak…”
“Ooo, itu yang disebut Buya Zainal sewaktu ceramah kemarin di Masjid. Kata buya itu bukan budaya kita. Apalagi kita ini orang kampung, Yung…”
“Amak, itu budaya anak muda. Biar di kota atau di desa tetap bisa dirayakan.”
Mendengar kata anaknya, Mak Inab tidak meneruskan pembicaraan itu. Biarlah itu urusan anak muda. Dia sudah terlalu tua. Kalau diteruskan berdebat, nanti rusak pula hubungan mereka berdua, pikir Mak Inab.
“Ondeh… gagah betul kau Buyung, mau kemana?” Tek Emi berdecak kagum melihat Buyung dengan pakaian barunya.
“Mau pergi ke rumah si Mina dia. Tapi karena hujan dan banjir dia jadi seperti setrikaan.” Mak Inab keluar dari rumah. “Masuklah Mi, kenapa berdiri di pintu?”
“Ya Mak…,” setelah meletakkan payungnya, Tek Emi duduk di sebelah Mak Inab. Matanya memandangi Buyung. Aneh. Mak Inab menangkap pandangan itu.
“Ada apa Mi, kenapa melihat Buyung begitu?”
“Anu Mak…, si Buyung nih mau pergi ke rumah si Mina anak Pak Pudin guru ngaji di Mudik ya?” hati-hati Tek Emi bicara.
“Iya,” singkat jawaban Mak Inab.
“Bagaimana Tek, cocok kan?” Tanya Buyung dengan sedikit senyum.
Tek Emi mengangguk pelan. Wajahnya terlihat iba. Perempuan itu tahu betul kalau Buyung suka dengan Mina.
“Etek lupa memberikan ini,” Tek Emi menyodorkan undangan yang sedari tadi dipegangnya. Dia berbohong. Padahal sebenarnya dia tidak ingin memberi undangan itu karena tak tega.
Mata buyung memerah. Air menggenang di pelupuk matanya.
“Undangan siapa itu?” Tanya Mak Inab.
Buyung menyerahkan udangan ke tangan Amaknya. Tertulis di sana nama Mina dan calon suaminya. Mak Inab memandang iba ke arah anaknya yang kini terduduk di lantai.
“Aih… janganlah kau sedih Buyung, mungkin si Mina bukan jodohmu. Makanya lain kali, kau tanya dulu maksud orang mengajak ke rumahnya, jadi tidak ada rasa kecewa seperti ini.”
Buyung tertunduk. Antara malu, sedih bercampur aduk memporak-porandakan cerita manis yang telah ada dipikirannya sejak kemarin. Dipandanginya kotak coklat yang tergeletak tak berdaya di atas meja makan.
Perpusda Serdang Bedagai, 1 Februari 2023
Tentang Penulis:
Oli Novedi Sant, lahir di Tebing Tinggi 12 November 1982. Saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Karyanya telah terbit di beberapa media cetak dan elektronik. Untuk bersilaturahmi silakan berkunjung ke IG @olinovedi atau @olive_ismail82.
Peristiwa dalam Cerita
(Ulasan Cerpen “Empat Belas Februari” Karya Oli Novedi Santi)
Oleh:
Azwar St Malaka, M.Si.
(Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran Jakarta
dan Dewan Penasihat Pengurus FLP Wilayah Sumbar)
Peristiwa di dalam cerita atau lebih dikenal dengan plot adalah rangkaian kejadian yang membangun cerita dari awal sampai berakhir. Plot menurut Ansel Dibell (1999) dalam Elements of Fiction Writing Writer’s Digest Books, menyampaikan bahwa peristiwa dalam cerita tersebut memengaruhi peristiwa berikutnya melalui prinsip sebab-akibat. Peristiwa sebab akibat menurut Dibell dari suatu plot dapat dianggap sebagai serangkaian peristiwa yang dihubungkan oleh penghubung.
Lebih jauh Dibell (1999) menyampaikan bahwa plot dapat bervariasi mulai dari struktur yang sederhana seperti balada tradisional sampai pada struktur jalinan yang rumit. Jalinan yang rumit dalam cerita tersebut bisa disebut subplot. Secara naratif istilah ini menyoroti point-point penting yang memiliki konsekuensi dalam cerita.
Kreatika minggu ini menampilkan sebuah cerpen berjudul “Empat Belas Februari” karya Oli Novedi Santi (ONS) salah seorang anggota Forum Lingkar Pena (FLP) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Cerpen karya ONS ini secara cerita merupakan kisah yang sudah selesai ditampilkan dengan plot sederhana walau ada maksud memberikan kejutan di akhir cerita.
ONS bukan orang baru belajar menulis cerita, ia sudah banyak menghasilkan karya. Oleh sebab itu pada kesempatan ini saya mencoba memberi masukan untuk cerita ONS agar lebih baik. Bukan hanya sekadar menghasilkan cerita akan tetapi menghasilkan sebuah kisah yang bermakna bagi pembaca. Sekali lagi, sebagai sebuah cerita, cerpen “Empat Belas Februari” ini sudah selesai, cerita ini sudah bisa dibaca oleh pembaca sebagai sebuah kisah sederhana. Untuk memperkuat makna cerita, barangkali ONS bisa mencoba membuat cerita-cerita dengan plot atau rangkaian cerita yang lebih rumit.
Sekilas jika kita lihat plot cerpen “Empat Belas Februari” ini adalah pertama pada pembuka cerita, ONS menampilkan seorang tokoh bernama “Buyung” seorang anak muda yang sudah lama jatuh hati pada Mina. Kebetulan Buyung menjadi galau ketika diundang Mina untuk datang pada tanggal 14 Februari ke rumahnya. Karena ekspektasi Buyung yang terlalu tinggi untuk bisa mencintai Mina, maka ia menganggap undangan Mina itu adalah untuk mengundangnya memperingati hari Valentin atau hari kasih sayang.
Buyung meyakinkan dirinya bahwa Mina mengundangnya untuk merayakan hari kasih sayang itu pada temannya. Temannya tentu saja menjawab sederhana bahwa kalau ada yang mengundang pada tanggal 14 Februari itu untuk merayakan hari kasih sayang. Buyung semakin yakin bahwa dia akan merayakan hari kasih sayang bersama Mina, pujaan hatinya. Singkat cerita Buyung bekerja keras mengumpulkan uang untuk membeli cokelat sebagai kado untuk Mina. Ending cerita ini cukup menyedihkan untuk Buyung, ternyata tanggal 14 Februari itu Mina mengundang Buyung untuk menghadiri pernikahannya.
Dari cerita sederhana itu apa yang bermakna bagi pembaca? Kalau dicari-cari, tentu ada hal-hal yang bisa menjadi hikmah bagi pembaca, seperti sisipan-sisipan pesan moral bahwa hari valentine bukan budaya timur atau hal-hal kecil lainnya. Akan tetapi saya percaya cerpen ini akan semakin kuat jika ONS mencoba merangkai peristiwa dengan sedikit rumit agar cerita tidak selalu dapat ditebak pembaca.
Tentang plot yang rumit di dalam cerpen, sebenarnya tidak harus seperti di dalam film yang harus dengan formula-formula yang rumit. Intinya plot di dalam cerpen bisa dibuat spesifik pada tema-tema tertentu yang dijadikan cerita. Seperti tema tentang semangat, cinta dan kasih sayang, perjuangan dan lain sebagainya. Bahkan tentang sebuah benda yang menjalin cerita juga bisa.
Tentang benda yang menjalin cerita yang memengaruhi plot ini, saya teringat kisah Nabi Yusuf AS di dalam Al-Quran. Pada Surat Yusuf ayat 1 sampai dengan ayat 111 yang menceritakan kisah Nabi Yusuf AS tersebut setidaknya secara spesifik memuat tentang baju yang digunakan Nabi Yusuf. Baju dalam kisah Nabi Yusuf AS ini tidak hanya sebagai bagian kecil pelengkap cerita,tetapi ia merupakan bagian kecil yang bermakna dalam cerita.
Dalam kisah Nabi Yusuf AS tersebut setidaknya ada empat peristiwa yang berhubungan erat dengan baju dan keempat peristiwa ini menjadi sesuatu yang penting dalam kisah Nabi Yusuf AS. Pertama adalah ketika masa kecilnya baju Yusuf kecil dilumuri dengan darah domba oleh saudara-saudaranya setelah Yusuf kecil di buang ke dalam sumur di padang pasir. Baju yang dilumuri darah domba tersebut dijadikan alibi oleh saudara-saudaranya bahwa Yusuf diterkam oleh binatang buas. Dengan berpura-pura menangis kakak-kakak Yusuf tersebut melapor pada Ayah mereka bahwa Yusuf telah tiada. Baju pada peristiwa pertama dalam kisah Nabi Yusuf AS menekankan pada bahaya cemburu, iri dan dengki di dalam keluarga.
Baju dalam peristiwa kedua dalam kisah Nabi Yusuf AS adalah baju yang diberikan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf kepada Ayah mereka, lalu baju Nabi Yusuf itu bisa menyembuhkan mata Ayahnya yang buta. Diceritakan karena terlalu sedih kehilangan anak yang dicintainya, Ayah Nabi Yusuf AS menjadi buta. Suatu ketika saudara-saudara Yusuf memberikan baju Nabi Yusuf kepada Ayahnya, lalu baju dengan keringat dan bau badan Yusuf AS itu diusapkan ke matanya yang buta. Dengan izin Allah SWT, Ayah Nabi Yusuf AS bisa melihat kembali setelah mengusapkan baju ke matanya. Pada peristiwa kedua ini dapat dilihat bagaimana kerinduan bisa membuat seseorang menjadi sakit dan kabar atau sesuatu tentang yang dirindui itu juga bisa menjadi pengobat sakit.
Baju ketiga dalam peristiwa Nabi Yusuf AS adalah baju yang menyelamatkan Nabi Yusuf dari fitnahan seorang istri pembesar istana yang menuduh Nabi Yusuf AS ingin berbuat tidak baik pada perempuan terhormat itu. Karena fitnahan itu, Nabi Yusuf AS mendekam di penjara, namun hakim menyelamatkan Nabi Yusuf AS dengan baju yang robek pada bagian belakang itu. Hakim yang bijaksana menyampaikan bahwa jika baju yang robek di bagian depan, itu artinya Yusuf memang berniat jahat pada istri pembesar istana. Akan tetapi jika baju robek pada bagian belakang hal itu menunjukkan bahwa istri pembesar istana lah yang menggoda Nabi Yusuf AS. Baju dalam peristiwa keempat ini bisa menyimpan misteri di dalam cerita-cerita sebagaimana layaknya cerita detektif.
Sementara itu, baju keempat dalam kisah Nabi Yusuf AS adalah tentang baju kebesaran istana yang digunakan Nabi Yusuf AS ketika menyambut kedatangan saudara-saudaranya. Dengan baju kebesaran yang menunjukkan pangkatnya yang tinggi sebagai Menteri di istana, maka saudara-saudara yang dulu ingin membunuhnya bisa mengakui bahwa Nabi Yusuf AS adalah benar-benar terhormat dari pada mereka. Baju dalam peristiwa keempat dalam kisah Nabi Yusuf AS ini menunjukkan siapa orangnya dan bagaimana orang menghargai kekuasaan yang menempel pada baju tersebut.
Begitulah dalam kisah Nabi Yusuf AS, walau kisah ini bukan fiksi akan tetapi dapat dijadikan contoh yang baik bagaimana merangkai plot/peristiwa dalam cerita fiksi. Artinya plot itu bisa sempit pada suatu hal yang menjadi fokus cerita, namun sesuatu yang sempit itu menyimpan kesan yang bermakna dalam bagi pembaca. Kesan yang tidak akan mudah hilang walau cerita tersebut hanya sekali dibaca.
Kembali ke cerpen “Empat Belas Februari” karya ONS, cerita ini menarik walau ditulis dengan plot sederhana. Mengalir begitu saja tanpa membuat orang rumit memaknai cerita. Cerpen ini tentunya akan semakin menarik jika penulis berani dan bersabar untuk menulisnya dengan peristiwa-peristiwa rumit yang tidak dapat ditebak pembaca, namun mampu menyusup pada relung hati pembaca sehingga sulit untuk dilupakan maknanya. (*)
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post