Oleh: Yori Leo Saputra
(Alumnus Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Larangan penggunaan parasetamol sirop merupakan salah satu berita terbaru di media massa pada minggu ini. Saya perhatikan banyak media massa yang mengunggah dan membagikan berita tersebut di media sosial, seperti pada Twitter, Instagram, dan Facebook. Dalam berita tersebut, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan masyarakat untuk tidak mengosumsi sementara penggunaan obat parasetamol sirop, terutama tidak digunakan kepada anak-anak yang sedang sakit. Penghentian itu dilakukan guna untuk mencegah terjadinya kasus gagal ginjal akut yang menimpa anak-anak belakangan ini. Selain itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) juga mengingatkan semua apotek untuk tidak menjual obat sirop secara bebas kepada masyarakat hingga dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah.
Di balik beredarnya berita tersebut di media massa, ada satu hal yang menarik untuk dibahas, yaitu kehadiran kata paracetamol yang kini sedang marak digunakan oleh jurnalis media massa. Saya perhatikan jurnalis media massa banyak menggunakan kata paracetamol dalam menulis judul beritanya. Berikut ini adalah beberapa judul berita yang berhasil saya rangkum menggunakan kata paracetamol.
Berita pertama berjudul “5 Alternatif Paracetamol Alami, Ampuh Bikin Demam Si Kecil Mereda” oleh media massa CNN Indonesia pada Kamis, 20 Oktober 2022. Kemudian, berita kedua berjudul “Aturan Pengunaan Obat Paracetamol untuk Anak” oleh media massa Kompas.com pada Rabu, 19 Oktober 2022. Selanjutnya, berita ketiga berjudul “Apotek Masih Jual Paracetamol Sirop Meski Dilarang, Penjual: Mengapa Enggak Boleh” oleh media massa Tempo.co pada Kamis, 20 Oktober 2022. Berita berikutnya berjudul “Ramai Kasus Gangguan Ginjal Pada Anak, Apotek di Mamuju Stop Sementara Jual Obat Sirop Paracetamol” oleh media massa Tribun-Sulbar.com pada Kamis, 20 Oktober 2022.
Setelah saya amati pula di beberapa media massa lain, saya menemukan media massa, seperti detik.com, republika.co.id, liputan6.com, dan Tribun-Jakarta.com memiliki perbedaan dengan media massa CCN Indonesia, Kompas.com, Tempo.co, dan Tribun-Sulbar.com ketika menggunakan kata paracetamol. Jurnalis media massa detik.com, republika.co.id, liputan6.com, dan Tribun-Jakarta.com lebih memilih untuk menggunakan kata parasetamol dibandingkan paracetamol dalam menulis judul beritanya. Berikut ini saya lampirkan judul-judul berita yang menggunakan kata parasetamol.
Berita pertama berjudul “Kemenkes: Tak Cuma Sirop Parasetamol, Semua Obat Cair Distop Sementara” oleh media massa detik.com pada Rabu, 19 Oktober 2022. Berita kedua berjudul “Mengahadapi Anak Demam tanpa Sirop Parasetamol” oleh media massa republika.co.id pada Kamis, 20 Oktober 2022. Berita ketiga berjudul “Wamenkes Dante Sebut Etilen Glikol yang Tak Aman, Bukan Parasetamol” oleh media massa liputan6.com pada Kamis, 20 Oktober 2022. Kemudian, berita keempat berjudul “Pemkot Jakarta Barat Belum Menarik Parasetamol Sirop dari Apotek” oleh media massa Tribun-Jakara.com pada Kamis 20 Oktober 2021.
Dari judul-judul berita di atas, coba perhatikan kata yang bercetak miring. Kira-kira, manakah kata yang tepat digunakan oleh jurnalis media massa, paracetemol atau parasetamol? Jika dilihat dari bentuk katanya, perbedaan itu terlihat jelas. Pada kata paracetamol menggunakan huruf c (bahasa Inggris), sedangkan kata parasetamol menggunakan huruf s (bahasa Indonesia).
Dilansir dari laman pionas.pom.go.id, Badan Pengawas Obat dan Makanan, menyebutkan paracetamol adalah sebuah nama produk atau nama merek dagang perusahaan. Sebagai nama produk atau nama merek dagang yang berbahasa asing maka dalam kaidah penulisan bahasa Indonesia ditulis menggunakan huruf miring. Menurut Badan dan Pembinaan Bahasa Indonesia dalam EYD Edisi V (2022), salah satu fungsi huruf miring adalah digunakan untuk menulis kata atau ungkapan dalam bahasa asing atau bahasa daerah. Contohnya: (1) Bapak membeli computer baru, (2) Aduang sedang makan di dapur.
Jika dicari kata paracetamol ini dalam Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia V, baik pada versi luring maupun versi daringnya, pengguna bahasa tidak akan menemukan kata paracetamol. Mengapa demikian? Hal itu dikarenakan paracetamol merupakan kata dari bahasa asing. Dalam Oxford Dictionary of English (2010), nama alternatif paracetamol adalah acetylaminophenol, yang merupakan rumus kimia dari C8H9NO2. Istilah Amerika Serikat disebut acetaminophenol. Dengan demikian, paracetamol merupakan senyawa sintetik yang digunakan untuk meredakan dan menurunkan panas.
Dalam Ejaan Yang Disempurnakan Edisi V (2022), penulisan unsur serapan ada dua macam. Pertama, penulisan unsur serapan umum; dan. Kedua, penulisan unsur serapan khusus. Dalam penulisan unsur serapan umum, salah satu kaidah penyerapan itu adalah huruf c yang diikuti e, i, oe, atau y menjadi s dalam bahasa Indonesia (lihat EYD V). Contoh ini dapat kita lihat pada kata paracetamol. Huruf c pada kata paracetamol merupakan bahasa Inggris yang dilafalkan dengan /s/ sehingga dapat diserap menjadi s dalam bahasa Indonesia. Begitu juga pada kata circulation, abiocoen, dan cyber, yang kemudian huruf c pada kata tersebut diserap menjadi s dalam bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, pengguna bahasa Indonesia semestinya menggunakan kata parasetamol untuk menyebut jenis obat ini sesuai dengan standar dalam bahasa Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V (2016), parasetamol diartikan ‘obat yang bersifat menghilangkan rasa nyeri dan menurunkan panas’, sedangkan menurut wikipedia.org, parasetamol disebut juga dengan asetaminofen. Kata tersebut berasal dari singkatan nama bahan kimia. Dalam versi Amerika, yaitu N-asetil-para-aminofenol astominofen, sedangkan dalam versi Inggris, yaitu para-asetil-amino-fenol parasetamol (wikipedia.org). Jadi, parasetamol adalah obat antipiretik dan analgesik yang digunakan untuk meredakan nyeri ringan, sakit kepala, dan demam.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia adalah parasetamol, bukan paracetamol. Saya berharap para jurnalis media massa yang belum menggunakan kata parasetamol sesuai dengan bentuk standar bahasa Indonesia dapat menggunakan bentuk yang benar dalam penulisan berita. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan di media massa dapat menjadi contoh bagi masyarakat. Sekian ulasan saya mengenai penggunaan kata paracetamol dan parasetamol. Semoga bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih. (*)
Discussion about this post