Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
Tidur-tiduran sambil pantau tautan di sosial media menjadi salah satu pilihan “menggiurkan” ketika hujan. Ini hanya salah satu cara, masih banyak cara-cara lainnya dan mungkin saja lebih produktif dan menyehatkan. Hanya saja, tidur-tiduran mungkin menjadi pilihan bagi yang sedang “bingung” mau ngapain alias gabut, atau lagi mager. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mager mempunyai makna malas (ber)gerak; enggan atau sedang tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas. Mager juga dapat dimaknai sebagai malas untuk bergerak dan maunya selalu rebahan saja.
Kenapa mager sering muncul saat sedang rebahan ketika hujan? Begitu pertanyaan dari seorang teman. Saya pun jadi menerka-nerka, jangan-jangan rebahan ketika hujan memang mempunyai hubungan kausalitas. Setidaknya rebahan dengan memantau tautan sosial media ketika hujan mampu membuat saya mager untuk bangkit dari kasur. Dan itu sering saya lakukan.
Lebih mengkhawatirkan lagi, mager mampu pula membuat seseorang menjadi enggan bergerak hanya untuk sekadar mengambil minuman dan makanan. Beberapa kawan pernah berseloroh, bahwa salah satu solusi untuk menunda rasa lapar dan haus dengan rebahan (mager). Seolah mager mempunyai daya tarik yang kuat dibandingkan hasrat untuk makan dan minum. Tidak ada salahnya kasus ini menjadi bahan renungan.
Mager untuk melakukan aktivitas bukan menjadi pilihan yang buruk, terkadang ada alasan tertentu yang membuat seseorang seperti itu. Bisa jadi salah satu alasannya adalah sedang bersedih hati. Dikarenakan suasana hati lagi tidak menentu atau bad mood, dikhawatirkan apa saja yang dikerjakan akan berantakan. Namun tetap dengan prinsip, bahwa mager bisa berdampak mengkhawatirkan bila dilakukan secara berlebihan.
Mengingat kondisi pandemi beberapa waktu lalu, tentu ada penyesuaian tata laksana pekerjaan. Tidak dapat dipungkiri beberapa bidang pekerjaan yang biasanya dilaksanakan di kantor dialihkan ke rumah masing-masing pekerja. Mungkin saja, perubahan pola kerja seperti itu membuat sebagian pekerja menjadi mager untuk berpindah dari tempat tidur.
Lain pula bila mager dapat “dikelola” dengan bijak. Seorang teman pernah bercerita bahwa mager terkadang bisa menjadi solusi jitu untuk menyelesaikan beberapa persoalannya. Misalnya, ia mampu menyelesaikan cicilan bahan bacaan yang sudah menumpuk ketikan mageran (rebahan). Suka membaca buku sambil rebahan memang menjadi posisi nyaman bagi seseorang untuk membaca buku. Bahkan ada istilah khusus bagi yang suka membaca dengan posisi seperti itu, yaitu librocubicularist. Tentu hal itu sangat menguntungkan, mageran jalan, list bacaan pun terselesaikan.
Namun begitu, saya menyakini pasti ada hal yang membuat seseorang tersentak dari magernya. Bagi saya adalah aroma mie instan rebus. Saya jadi teringat pada suatu momen, saat lagi rebahan di kosan seorang teman datang membawa pesanan mie instan rebus. Masih kuat dalam ingatan saya betapa menggiurkannya aroma mie instan rebus itu saat dituangkan ke mangkuk yang membuat saya tersentak untuk segera memakannya.
Discussion about this post