Pudar
Malam, aku bercerita tentang pelangi
yang lama hilang tak jumpa
Aku bertanya kemana
kau habiskan warna merah jalang itu?
Kau jawab ada di dalam diriku
Terpaut bersama nadi-nadiku
Bagaimana dengan kuningmu? tanyaku lagi
Telah kau habiskan untuk bahagiamu
Hijaunya ke mana ?
Bukankah telah kau basuh
Lalu, apa yang tersisa untukmu ?
Warna putih yang tak ingin kugores di atasnya, jawabmu
Karena semua telah pudar bersama perjuangan
Marunggi, Januari 2022
Akhir Sebuah Cerita
Seperti angin yang berlari mencari tempat menetap
Andalkan segala gumpalan pendirian pada tubuh-tubuh layu
Paksakan tiupan yang menahan arti sebuah keinginan
Berjuang merampas retorika menjajakan bukti ketulusan
Dia merayu lilin yang hapir padam
Menyatakan keserakahan pemiliknya
Sampai-sampai dia lupa irama asap yang telah menenggelamkannya
Di akhir cerita dia tahu kau tak setia
Seperti angin yang mencari tempat menetap
Meraba hari untuk kembali pada tujuan
Marunggi, Februari 2022
Bukan Apa-Apa
Sejenak ku tatapi wajah lesu itu
Meski pun malam sudah larut
Masih saja tak kau palingkan muka itu
Aku tentu saja terus menunggu
Membiarkan habis tenangmu
Dalam hati kau simak satu per satu
Urutan duka kau panggil depanku
Serta kau mohonkan pintamu
Katamu tak perlu kutahu
Biarkan semua itu jadi bunga tidurmu
Apa kau tak sadar
Bayangmu terus mengurungku
Hingga susah payah kutelusuri kau lewat hatiku
Masih belum cukup itu bagimu
Tak rasa berdosa kau rasuki tubuhku
Aku tak menyangka kau setega itu
merenggut bahagiaku, merampas ketenanganku
Tetap saja aku bukan apa-apa bagimu.
Marunggi, Februari 2022
Biodata:
Yogi Resya Pratama lahir di Pariaman. Alumni SMA Negeri 3 Pariaman ini mempunyai hobi menulis puisi. Saat ini ia sedang merampungkan studi di Jurusan Bimbingan dan Konseling IAIN Batusangkar.