Igau Perempuan Gaza
Negeriku kian berdarah
tanahku tak kuat lagi menahan pilu
menyaksikan mereka yang asyik dengan
tumpukan asap jahanam itu
mereka bangga, Bunda
tapi ragaku menangisi mereka
airku menyesali mereka
berhari-hari kukumpulkan garis demi garis
untuk membentuk satu lukisan
tentang generasiku
namun kanvas terlalu suram, Bunda
berbungkus kafan putih
bernama Gaza
aku ingin bercerita banyak, Bunda
tapi lidahku kelu, hanya
merdeka yang selalu kunantikan
Padang, 2021
Luka Perempuan Buta Warna
Betapa ringan dunia saat ini
melayang kian kemari menyinggahi awan
kutahu dunia hanya hitam putih tak berwarna-warni
menggigit tangis meraba-raba dalam senyap
mendapati carut-marut
patahan tulang yang menusuk anyir darah dan nanah
Biarkanlah
tubuh kasarku bercakap dengan yang duduk
jisimku bercengkrama dengan Tuhan
isi hatiku hanyalah tetap engkau sendiri dan
Demi Allah yang jiwaku ditangan-Nya
sesungguhnya Al-Ikhlas tertulis
di sayap para malaikat-malaikat-Mu
Engkaulah harapan, kebahagiaan, dan kesenanganku
beri ampun pembuat dosa yang datang padaku
hatiku telah enggan mencintai selain diri-Mu
hingga tak ada lagi tempat untuk menangis
Padang, 2013
Kado Buat Ibu
Menggempar hati mendorong jiwa
Batin bergerak sanubari berkata
Kulafazdkan kalimat syukur kepada Sang Pencipta
Karena aku dititip melalui wanita mulia ini yang bernama Ibu
Walau siang berganti malam
Curahan cintamu tak pernah pupus di kegelapan zaman
Tanpa harap imbalan, kau sinari hidupku dengan berjuta sabar,
dirimu hadir laksana bidadari
Begitu kulihat hidup, begitu banyak pengorbanan Ibu
Di kala hampa, teringat akan nasehatmu.
Ibu, Maafkan aku
Hari-hari yang pernah engkau lalui,
mungkin tertatih-tatih penuh beban,
dan deraan panjang melelahkan, yang engkau tebus
sampai engkau temui setetes harapan untuk anak-anakmu
hingga di usiamu yang semakin senja.
Namun tiada yang tahu rahasia seorang ibu
Begitu tinggi derajatnya; Entah bagaimana cara membalasnya
Hanya doa yang selalu kupanjatkan sebagai ujud bakti untukmu
Penghantar diri ke peraduan harapan
Di atas kesucian istana Ar-Rahman; Aku meminta;
Hadiahi segala pengorbanannya dengan
Syurga-Mu. Ya Rabb. Amin.
Padang, 22 Desember 2014
Tentang Seseorang
Terkadang hidup ini tidak lurus
Tapi tidak juga harus belok terus
Ada saatnya langkah ini dihentikan
Lalu kembali ke titik permulaan
Diam sejenak, menyimpan sejuta kata-kata
yang sebenarnya ingin membuncah
Tunduk penuh malu, menahan nafsu
yang semakin membabi buta
Meski terkadang penat sendiri
Meski terkadang harus melukai
Aku harus selalu kembali
Merajut mimpi-mimpi yang paling tinggi
Yang tak akan pernah bisa tercapai
Saat otak keram karena keruh
Saat bibir diam karena kelu
Saat hati kelam karena tak tahu malu
Siapa orangnya yang tak ingin lebih baik
Aku hanya perlu waktu
Untuk menghentikan jiwa “coba-cobaku”
Aku hanya berusaha tidak munafik
Untuk menjalankan semua inginku
Tapi aku teringat kembali
Tidak semua keinginan itu
dapat membawaku kepada kebenaran
Bukankah mimpiku paling tinggi
adalah hidup dalam keselamatan
Bukan khilap dan lupa dalam kesesatan
Aku harus kembali
Aku harus menjadi orang yang selalu baru
Aku tidak boleh ulangi setiap kesalahan dengan mudahnya
Meski angin selalu bertiup semakin kencang,
menerpa pohon yang semakin tinggi dari hari ke hari
Tapi semoga Allah kuatkan akarku,
besarkan batangku, maniskan buahku
Karena aku sadari
Hidupku belum tentu lama lagi
Ada sesuatu yang mengejar-ngejarku
untuk selalu berlari dalam menjalani kehidupan ini
Ada cahaya yang harus selalu aku ikuti arahnya
Ada komando yang harus selalu aku ikuti perintahnya
Ada musafir yang harus selalu aku ikuti perjalanannya
Ada sesuatu
Yang membuatku ingin terus menapaki alam
Semakin jauh maka aku akan semakin
banyak menemukan hikmah
Semakin lelah berharap semakin banyak pula
kasih sayang-Nya yang tercurah
Karena aku hamba Allah
Siapapun yang pernah,
masih dan akan hadir dalam kehidupan
Aku siap bertualang
Padang, 2014
Cerita Senja di Padang Rumput
Tanah Minang pernah terguncang di senja merah
Mungkin suatu senja di padang rumput
Ya; bicara tentang senja tak seindah penceritaan seorang Seno Gumira
dalam “sepotong senja untuk pacarku.”
Tapi senja di padang rumput dua Oktober dua ribu sembilan
Kurasa saat aku sejenak memejamkan mata
Sepasang anak dan ibu bermain di rerumputan
suara hembusan semilir angin, kedamaian dan tawa renyah yang membelai kuping
“Itu pelangi Nak, kita berhenti sebentar ya.”
“Langit indah ya Bu, matahari juga cantik.”
Rumput dan pepohanan pun terasa dingin.”
katanya
Aku hanya ingin semua ini bertahan sedikit lebih lama lagi.
Ah,
Suatu senja di padang rumput
Awan putih mengumpal dan berarak di langit biru menjadi gelap
Keajaiban-Nya begitu megah
dipertontonkan pada seluruh manusia
Gedung-gedung, hotel, rumah, sekolah, mesjid
Semua sama rata oleh-Nya
Gempa mahadahsyat
Di atas tanah,di sebuah nama
Manusia pun bercerai-berai
tubuh satu jadi nisan
Di bawah puing reruntuhan
Bangkitlah
Meski senja di padang menjadi sebuah cerita,
kenangan dan pengharapan
Padang, 2009
Biodata:
Afriyanti Imam Al Amir dengan Nama Asli Afriyanti lahir 1 April 1985 di Padang.
Alumni IAIN(UIN) Imam Bonjol Padang. Saat ini, penulis bekerja sebagai dosen tetap (Ketua Jurusan) di Perguruan Tinggi (STEI) Ar Risalah Sumatera Barat. Tulisannya pernah dipublikasikan di berbagai media massa dan antologi cerpen serta puisi FLP Sesumbagut, seperti Kerdam Cinta Pelestina. Tulisan penulis yang terakhir berupa kajian ekonomi Islam yang diterbitkan Jurnal Maqdis, Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam (FEBI) UIN IB Padang, serta di Fakultas Syariah IAIN Curup. Penulis dapat ditemui di akun: FB Afriyanti_Imam Al Amir, Email:afriyanti.yw@gmail.com
Menguatkan Empati dengan Puisi
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku terbaru yang memuat puisinya
Sebuah Usaha Memeluk Kedamaian, 2021)
Merajut mimpi-mimpi yang paling tinggi
Yang tak akan pernah bisa tercapai
Saat otak keram karena keruh
Saat bibir diam karena kelu
Saat hati kelam karena tak tahu malu
Puisi adalah bentuk seni tertua yang menggunakan bahasa sebagai media dengan estetika berkualitas dan memiliki arti mendalam. Puisi bisa jadi merupakan curahan isi hati seseorang dan dituliskan dalam kata-kata indah bermakna. Puisi dapat berisi satu kata atau suku kata yang terus diulang-ulang.
Richards (1984) mengungkapkan bahwa suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari empat hal yaitu: (1) tema penyair atau sense (inti pokok puisi), (2) perasaan atau feeling (sikap penyair terhadap objek), (3) nada atau tone (sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat), dan (4) amanat atau intention (maksud atau tujuan penyair) (Morris dalam Tarigan, 1984: 9). Keempat hal tersebut saling berkaitan erat antara yang satu dengan yang lainnya.
Di pertengahan Juli yang berat karena pandemi Covid-19 ini, Kreatika menampilkan empat buah puisi dari seorang penulis yang juga pengajar ekonomi Islam, Afriyanti Imam Al Amir. Keempat puisi tersebut berjudul “Igau Perempuan Gaza”, “Luka Perempuan Buta Warna”, “Kado Buat Ibu”, dan “Tentang Seseorang.”
Di dalam puisi pertama, Afriyanti menulis ‘Negeriku kian berdarah/ tanahku tak kuat lagi menahan pilu/ menyaksikan mereka yang asyik dengan/ tumpukan asap jahanam itu’. Melalui puisi ini, penulis mengungkapkan keprihatiannya atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina. Penjajahan yang dilakukan oleh Israel telah membuat bangsa negara tersebut mengalami nestapa yang memilukan, ‘berhari-hari kukumpulkan garis demi garis/ untuk membentuk satu lukisan/ tentang generasiku/ namun kanvas terlalu suram, Bunda/ berbungkus kafan putih/ bernama Gaza/ aku ingin bercerita banyak, Bunda/ tapi lidahku kelu, hanya/Merdeka yang selalu kunantikan.’ Persoalan kemanusiaan yang berkepanjangan di Negeri Para Nabi tersebut tentu sangat mengusik hati nurani kita. Tidak hanya laki-laki dewasa yang menjadi korban, namun juga bayi dan anak-anak tak berdosa. Mereka terluka fisik dan psikis, kehilangan orang tua, keluarga, rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Puisi kedua berisi persoalan yang lebih personal dan dapat dibawa ke kehidupan orang perorangan, seperti yang dituturkan larik-larik berikut: ‘Betapa ringan dunia saat ini/ melayang kian kemari menyinggahi awan/ kutahu dunia hanya hitam putih tak berwarna warni/ menggigit tangis meraba-raba dalam senyap/ mendapati carut marut/ patahan tulang yang menusuk anyir darah dan nanah.’
Pandangan manusia terhadap kehidupan sangat dipengaruhi oleh perbendaharaan pengalaman dan pengetahuan yang membangun cara berpikirnya. Apakah dia akan menganggap dunia melebih segalanya sehingga menghabiskan seluruh waktu dan energinya untuk mengejar dunia atau menjadikan dunia sebagai area belajar, memperbaiki diri, dan berladang amal untuk sesama manusia dan lingkungan.
Seorang penulis tidak menulis dari kekosongan. Banyak latar belakang yang mendasari kelahiran karyanya. Sebuah karya yang diciptakan penulis baik disadari atau tidak merupakan respons kreatifnya terhadap fenomena alam semesta. Respon tersebut terbetik dari perasaan dan pemikirannya yang dituangkan dengan media bahasa secara estetik, seperti melibatkan bunyi, irama, simbol, dan metafora.
Keindahan puisi, tidak cukup hanya dengan luapan emosi. Ia perlu kekuatan kata-kata yang mengandung makna dan memantik imajinasi sehingga lebih daripada curahan hati.
Ibu, Maafkan aku
Hari-hari yang pernah engkau lalui,
mungkin tertatih-tatih penuh beban,
dan deraan panjang melelahkan, yang engkau tebus
sampai engkau temui setetes harapan untuk anak-anakmu
hingga di usiamu yang semakin senja.
Namun tiada yang tahu rahasia seorang ibu
Begitu tinggi derajatnya; Entah bagaimana cara membalasnya
Hanya doa yang selalu kupanjatkan sebagai ujud bakti untukmu
Penghantar diri ke peraduan harapan
Di atas kesucian istana Ar-rahman; Aku meminta;
Hadiahi segala pengorbanannya dengan
Syurga-Mu. Ya Rabb. Amin.
Bait ini barangkali dapat diperkuat lagi.[]
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post