Kosakata dalam bahasa Indonesia bersumber dari berbagai bahasa yang terproses dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Tidak sedikit kosakata tersebut berasal dari negara lain yang dalam catatan sejarah dibawa oleh warga negara asing ketika masuk ke Indonesia. Kata-kata tersebut digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menamai berbagai hal yang belum memiliki kosakata.
Dalam perkembangannya, sistem ejaan bahasa Indonesia pun terus dirampungkan, mulai dari ejaan Van Ophuijsen hingga kemudian kita mengenal istilah PUEBI, yaitu Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Di dalam pedoman tersebut, ada kaidah tentang kata serapan. Persoalan kata serapan ini pernah ditulis dua kali dalam kolom Klinik Bahasa Scientia. Artikel pertama ditulis oleh Ria Febrina dengan judul “Jelajah Kata: Ramadhan atau Ramadan?” pada tanggal 11 April 2021. Artikel kedua ditulis oleh Reno Wulan Sari dengan judul “Berbagai Istilah Baku tentang Idulfitri” pada tanggal 16 Mei 2021. Di dalam dua artikel tersebut, kedua penulis membahas tentang kata serapan yang bersumber dari bahasa Arab, seperti Ramadan, lahir, batin, zikir, zat, zuhur, karim, masjid, musala, salat, lailatulqadar, Idulfitri, tarawih, salat Id, sunah, khotbah, ustaz, sedekah, infak, istikamah, silaturahmi, dan Iduladha.
Kata serapan merupakan kata-kata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah yang kemudian digunakan dalam bahasa Indonesia. Ada dua tahap dalam penyerapan ini. Pertama, kata-kata tersebut digunakan secara utuh dalam bahasa Indonesia. Ketika digunakan secara utuh,, kata-kata tersebut tidak mengalami perubahan, baik dari segi bunyi ketika dilafalkan maupun dari segi ejaan ketika dituliskan. Contoh dari kata-kata tersebut adalah de facto, film, hotel, dan sebagainya. Kedua, kata-kata tersebut telah mengalami perubahan ejaan. Perubahan itu dibuat sesuai dengan kaidah ejaan bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, kata-kata tersebut telah mengalami perubahan dalam bentuk tulisan. Inilah yang terjadi pada kata-kata serapan bahasa Arab yang sudah dipaparkan dalam dua artikel sebelumnya. Namun demikian, tidak sedikit masyarakat yang kemudian berpikir bahwa kata-kata serapan yang telah mengalami perubahan ejaan tersebut memiliki makna yang berbeda dari bahasa aslinya (terutama untuk kata serapan bahasa Arab). Satu hal yang paling penting kita sadari dalam proses kata serapan ini, yakni adanya perluasan kepemilikan kata tersebut ke dalam bahasa lain (kata tersebut juga menjadi milik bahasa lain).
Situasi pertama yang perlu kita cermati, yaitu menyadari bahwa bahasa tersebut, yang secara pelafalan aslinya adalah milik bahasa Arab. Namun demikian, pada situasi berikutnya, kata-kata tersebut diproses menjadi bahasa Indonesia. Pada saat kata itu diproses menjadi bahasa Indonesia, kata-kata itu akan mengalami perubahan ejaan untuk disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dengan demikian, kata-kata tersebut telah menjadi kosakata bahasa Indonesia, bukan lagi kosakata bahasa Arab sehingga makna dari kata tersebut juga akan terbawa meskipun telah berbeda ejaan. Oleh sebab itu, kata yang sudah diserap sesuai ejaan bahasa Indonesia tidak lagi bisa dimaknai secara bahasa Arab sebab kata itu sudah menjadi bahasa Indonesia, bukan bahasa Arab lagi. Salah satu contoh kaidah ejaan yang melingkupi kata serapan ini adalah perubahan dari bunyi aw dalam bahasa Arab akan menjadi bunyi au dalam bahasa Indonesia, seperti kata awrat menjadi aurat.
Tidak hanya bahasa Arab, kata serapan di Indonesia juga banyak bersumber dari berbagai negara yaitu Belanda, Portugis, China, dan sebagainya. Kata-kata serapan yang cukup sering didengar yaitu oktaf (dari octaaf), hemoglobin (dari haemoglobin), kubik (dari cubic), sentral (dari central), aklamasi (dari acclamation), sabda (dari cabda, Sanskerta), kompor (dari komfoor, Belanda), rasio (dari ratio), akuntan (dari accountant), universitas (dari university), kualitas (dari quality), dan sebagainya. Namun demikian, ada beberapa kata bahasa asing yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia, ternyata sudah menjadi kata serapan Indonesia. kata-kata tersebut sudah terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tetapi sangat jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia lebih cenderung menggunakan bentuk aslinya atau padanan kata bahasa Indonesia yang sudah ada sebelumnya. Kata yang pertama adalah gim. Kata gim merupakan serapan dari bahasa Inggris yaitu game dengan pelafalannya /geim/. Di dalam KBBI, kata gim ini memiliki makna “n permainan” dengan kelas kata nomina. Masyarakat Indonesia yang belum mengetahui kata serapan untuk gim ini, lebih sering menggunakan padanan kata permainan. Kata yang kedua adalah keik. Kata keik merupakan serapan dari bahasa Inggris yaitu cake dengan pelafalan /keik/. Kata keik adalah kelas kata nomina yang memiliki makna “n penganan yang biasanya terbuat dari adonan terigu, telur, gula, mentega dan sebagainya, dipanggang atau dikukus dalam loyang”. Masyarakat Indonesia yang belum mengetahui kata serapan untuk keik ini, lebih sering menggunakan padanan kata kue. Kata yang ketiga adalah mekap. Kata mekap merupakan serapan dari bahasa Inggris yaitu make-up dengan pelafalan /ˈmeɪk ʌp/. Berdasarkan pelafalan dari bahasa asli tersebut, kata make-up kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi mekap. Di dalam KBBI, kata mekap yang merupakan kelas kata nomina memiliki makna “n cak tata rias muka”. Masyarakat Indonesia yang belum mengetahui kata mekap ini lebih sering menggunakan padanan kata berdandan.
Discussion about this post