Oleh:
Yori Leo Saputra
(Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Unand)
Jumat (21/04) lalu, saya mengantarkan bapak berobat ke rumah sakit Muhammad Zein, Painan. Bapak saya baru saja mengalami musibah. Mulanya, saya dan bapak siap-siap hendak pergi salat Jumat, seperti biasa bapak selalu menutup pintu tokoh terlebih dahulu. Tanpa disadari, sekejap mata jari kaki bapak ditimpah oleh besi penutup toko hingga menyebabkan jari kaki tengah bapak pecah. Oleh sebab itu, bapak dioperasi dan dirawat di rumah sakit selama tiga hari.
Ceritanya sore itu, tiba-tiba saya dipanggil oleh perawat. Perawat meminta saya untuk menjemputkan obat ke apotek rumah sakit itu. Setelah itu, ia memberikan selembar kertas kepada saya. Kertas itu adalah nama-nama obat yang akan saya jemput ke apotek tersebut. Saya pun bergegas ke apotek itu. Tiba di sana, saya menyerahkan kertas itu kepada pegawai apotek tersebut. Selanjutnya, ia mengambilkan obat-obatan untuk keperluan bapak saya. Sementara itu, saya berdiri di luar sambil menunggu obat yang diambilkan oleh pegawai apotek tersebut.
Tanpa sengaja, saya melihat dan membaca sebuah tulisan perintah yang tertempelkan pada kaca apotek itu. Tulisan perintah itu berisi “PERHATIAN! AMBIL NOMER ANTRIAN DISINI.” Kalau selintas melihat dan membaca tulisan ini, memang tidak ada yang aneh. Secara isi, tulisan tersebut dapat dimaknai bahwa untuk mengambil nomor antre di sini. Akan tetapi, secara kebahasaan tulisan tersebut merupakan penulisan yang keliru. Hal tersebut memang benar, lalu di mana saja kekeliruan pada tulisan tersebut?
Pertama, penulisan huruf kapital. Sebenarnya, saya tidak mengerti apa maksud si penulis menggunakan huruf kapital semua. Apa karena marah atau bagaimana? Padahal, perintah yang ditulis oleh penulis sudah jelas melanggar kaidah bahasa Indonesia. Namun, penulis tidak menyadari hal itu meskipun penulis menggunakan huruf kapital sebesar apa pun. Hal ini tidak akan dapat menyampaikan sebuah ungkapan kemarahan. Pembaca tetap saja tidak akan dapat memahami kemarahan tersebut. Mengapa penulis menuliskan dengan huruf kapital semua? Menurut saya, tulisan tersebut memberikan contoh yang keliru bagi masyarakat. Kemudian, bagaimana penulisan yang benar pada perintah tersebut? Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2016:5), salah satu kaidah penulisan huruf kapital ialah dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat. Untuk memperbaiki perintah tersebut, cukup huruf kapital ditulis pada dua kata saja, yakni pada kata Perhatian! dan pada kata Ambil. Jadi, haruf kapital hanya ditulis pada huruf pertama saja. Contoh dari perbaikan tersebut ialah Perhatian! Ambil nomor antrean di sini.
Kedua, penggunaan kata tidak baku. Kata tidak baku adalah kata yang pengucapan atau penulisannya tidak sesuai dengan kaidah yang dibakukan. Kaidah yang dimaksud ialah tidak sesuai dengan penulisan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hal ini tampak jelas pada kata nomer dan pada kata antrian yang digunakan dalam perintah tersebut. Kata nomer merupakan bentuk tidak baku dari nomor (Kamus Besar Bahasa Indonesia, V). Kemudian, kata antrian. Kata tersebut merupakan kata berafiks. Kata antri merupakan kata dasar yang tidak baku dari antre. Kata antre bermakna 1) berdiri berderet-deret ke belakang menunggu untuk mendapatkan giliran (membeli karcis, mengambil ransum, membeli bensin, dan sebagainya), 2) antrean. Semantara itu, menurut Harimurti Kridalaksana (1996:29) dalam buku Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia bahwa -an ialah sufiks. Sufiks adalah afiks yang diletakkan di belakang dasar. Jadi, penulisan yang benar dari kata berafiks tersebut ialah antrean, bukan antrian!.
Ketiga, penulisan di yang keliru. Kekeliruan tersebut dapat dilihat pada kata disini. Dalam bahasa Indonesia, penulisan di memang ada dua bentuk kaidah, yaitu di sebagai kata depan dan di- sebagai prefiks. Kata depan di disebut juga dengan preposisi, sedangkan prefiks -an disebut dengan akhiran. Menurut Kridalaksana (1986:95), preposisi adalah kategori yang terletak di depan frasa eksosentris direktif. Kemudian, Alwi, dkk. (2000:288) juga memperjelas bahwa di adalah bentuk preposisi tunggal, yang berarti preposisi yang hanya terdiri atas satu kata. Semantara itu, di- sebagai prefik ialah diletakkan di muka dasar (Kridalaksana, 1996:28). Penulisan tersebut ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Contohnya: ditulis, dibeli, diambil, dan dibawa.
Selanjutnya, bagaimanakah penulisan di pada kata di sini? Apakah harus dipadankan dengan kata sini atau tidak? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, V, kata sini merupakan pronomina yang berarti tempat ini. Di samping itu, dalam kaidah Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata di sini bermakna kata petunjuk yang menyatakan tempat yang dekat dengan pembicara. Tim penyusun KBBI V telah mengatur penulisan kata di sini bahwa kata tersebut ditulis terpisah atau diberi spasi.
Keempat, lupa membubuhi tanda titik di akhir kalimat. Seharusnya, untuk mengakhir kalimat tersebut haruslah dibubuhi dengan tanda titik di akhir kalimat. Dalam bahasa Indonesia, tanda titik merupakan tanda baca (.) yang dipakai antara lain pada akhir kalimat yang bukan pernyataan atau seruan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, V). Selain itu, Tim Pengembangan Pedoman Bahasa Indonesia juga memperjelas tentang pemakian tanda titik. Salah satu ialah tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan.
Demikianlah perbaikan tentang kekeliruan berbahasa pada tulisan perintah tersebut. Semoga tulisan ini dapat memberikan contoh yang benar kepada masyarakat. Untuk itu, saya berharap kepada pengguna bahasa Indonesia agar selalu menulis sesuai dengan kaidah dan standardisasi bahasa Indonesia yang benar. Dengan membiasakan berbahasa yang benar, informasi dapat disampaikan secara teratur. Selain itu, membiasakan berbahasa Indonesia yang benar juga merupakan salah satu upaya dalam menjaga dan mempertahankan identitas bahasa Indonesia.
Biodata Penulis:
Yori Leo Saputra lahir 03 Agustus 1999 di Pale Koto VIII Hilir, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Saat ini, ia sedang menempuh pendidikan S-1 di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. Tulisan-tulisannya sudah pernah dimuat di berbagai media, baik itu media massa ataupun media siber seperti, Utusan Borneo Malaysia, Medan Pos, Singgalang, Cakra Bangsa, Scientia.id, Banaranmedia.com, dan jurnalsumbar.com. Ia juga pernah melahirkan sebuah buku antologi puisi bersama David Dutu yang berjudul Tangis di Rantau. Medsos: Blogger: jurnalismuda03.blogspot.com dan WhatApps:085265782680.
Discussion about this post