Metafora dapat membuat karya fiksi dikenang dan diingat lama. Metafora merupakan bagian penting dalam sebuah karya fiksi. Tanpa metafora, karya fiksi terasa hambar, seperti sayur tanpa garam. Sesuatu yang hambar biasanya cepat dilupakan, tidak akan dikenang, dan tidak akan diingat lama. Selanjutnya, apa itu metafora? Dalam pengertian paling sederhana, metafora didefinisikan sebagai analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat, seperti bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cendera mata, dan sebagainya (Keraf, 2007:139). Makna yang terdapat dalam sebuah metafora disebut makna kiasan atau makna figuratif.
Metafora juga bisa didefinisikan secara lebih luas. Dalam pengertian yang lebih luas, metafora diartikan sebagai sesuatu yang meliputi bentuk kiasan, penggunaan bahasa, dan dianggap ‘menyimpang’ dari bahasa bakunya. Metafora paling banyak dan paling intens dalam memanfaatkan perbandingan (Ratna, 2014:171). Karya-karya yang sering menggunakan metafora adalah puisi dan prosa (novel dan cerpen).
Contoh karya-karya yang sarat metafora, di antaranya puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Puisi-puisi Sapardi disebut melegenda. Puisi-puisi tersebut tidak hanya diingat dan dikenang lama, tetapi lebih dari itu. Puisi-puisi itu digubah menjadi berbagai bentuk, seperti dramatisasi puisi, musikalisasi puisi, bahkan menjadi film. Contoh puisi Sapardi yang sangat terkenal, yaitu “Hujan Bulan Juni” dan “Aku Ingin”. Keduanya bisa disebut puisi yang melegenda. Hal itu disebabkan oleh metafora yang digunakannya sangat menyentuh dan mempunyai makna figuratif yang dalam.
Hujan Bulan Juni mempunyai metafora yang apik, menarik, dan menyentuh. Bait pertama: /tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni/dirahasiakannya rintik rindunya/kepada pohon berbunga itu/. Bait selanjutnya: tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni/dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu/. Bait terakhir berbunyi: /tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni/ dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu/.
Dari diksi yang digunakan pada setiap bait, terlihat kedalaman metafora yang digunakan. Diksi atau pilihan katanya tidak hanya kosong belaka. Diksi-diksi itu kaya dan padat makna dan menyetuh sisi-sisi emosi pembaca. Pembaca dapat merasakan makna yang terkandung dalam setiap pilihan kata karena metaforanya. Hujan bulan Juni tentu bukan bermakna hujan yang sesungguhnya, tetapi metafora atau kiasan. Hujan bulan Juni bermakna sikap seseorang atau manusia karena hanya manusia yang memiliki perilaku seperti yang disebutkan dalam puisi hujan bulan Juni, yaitu tabah, bijak, dan arif. /Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni/ tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni/tak ada ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni. Kata tabah, bijak, dan arif merupakan kata sifat (adjektiva) yang mencerminkan perilaku manusia. Hujan bulan Juni termasuk golongan benda mati yang tidak memiliki sifat dan perilaku seperti manusia. Jadi, hujan bulan Juni di sini hanya perbandingan atau kiasan dari perilaku atau watak seseorang.
Kemudian, hujan bulan Juni juga dapat diartikan sesuatu yang membawa keberkahan dan kebahagiaan, terutama bagi daerah yang dilanda kekeringan pada musim kemarau. Puisi ini ditulis pada tahun 1989 di mana cuaca di Indonesia pada masa itu masih stabil dan belum sekacau sekarang karena pemanasan global. Pada waktu puisi ini ditulis, musim masih ada dua, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Karena musim kemarau, hujan bulan Juni turun tidak sesering bulan November pada musim penghujan. Awan juga harus menunggu lama sampai mencapai titik kondensasi untuk menjadi hujan karena itulah hujan bulan Juni bisa disebut tabah, bijak, dan arif. Kesabaran manusia dalam menunggu berguna untuk melatih diri menjadi pribadi yang tabah, bijak, dan arif seperti halnya hujan bulan Juni. Ketabahan, kebijaksanaan, dan kearifan bukan sifat yang mudah didapatkan. Pemaknaan puisi ini bisa berbeda pada setiap orang. Karya fiksi yang bagus memiliki banyak makna atau multiinterpretasi.
Sapardi memilih metafora hujan bulan Juni dan akar pohon berbunga untuk merepresentasikan pikiran dan perasaannya untuk menimbulkan efek estetika (keindahan) dalam puisi. Cara Sapardi memilih metafora ini dapat disebut dengan kecerdasan metafora. Kecerdasan metafora merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh seorang penulis dalam memilih kata-kata terbaik yang mengandung metafora dalam menuliskan karya fiksi.
Seorang penulis pemula yang ingin menjadi penulis sukses, perlu mengasah kecerdasan metafora dalam menulis. Bagaimana caranya supaya tulisan kaya dengan metafora? Caranya adalah dengan banyak membaca dan berkontemplasi untuk menemukan metafora-metafora baru yang belum digunakan oleh penulis-penulis lain. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, di antaranya: 1) banyak membaca untuk memperkaya stok kosakata yang ada di kepala, 2) sering berdiskusi dan bertukar pikiran dengan orang lain juga dapat memperkaya metafora karena kita menyerap pengetahuan baru dari orang lain saat berdiskusi, 3) merenung atau berkontemplasi juga dapat memperkaya metafora karena kita mengingat hal-hal yang menjadi topik tulisan dengan pikiran yang jernih dan pikiran jernih dapat membantu memilih metafora dengan baik saat menulis, dan 4) jalan-jalan atau berwisata juga dapat membantu untuk mendapatkan kosakata baru karena kita berbicara dengan banyak orang dan menemukan tempat baru yang dapat memperkaya kosataka.
Karya-karya yang sarat metafora akan dikenang dan diingat lebih lama, seperti halnya karya Sapardi Djoko Damono. Selain Sapardi Djoko Damono, Chairil Anwar juga merupakan salah satu penyair yang banyak menggunakan metafora dalam puisi-puisinya. Puisi yang berjudul “Aku “ sangat terkenal dengan metafora “binatang jalang”/aku ini binatang jalang/dari kumpulannya yang terbuang/biar peluru menebus kulitku/aku tetap meradang menerjang/luka dan bisa kubawa berlari/hingga hilang pedih peri/. Dari metafora yang digunakan, terlihat betapa dalam perenungan dan pengetahuan yang dimiliki oleh Chairil Anwar sampai ia memilih kata binatang jalang untuk merepsentasikan semangat, tekad, dan kemarahan. Pembaca dapat merasakan semangat, tekad, dan kemarahan dalam puisi tersebut.
Karya fiksi yang sarat dengan metafora akan selalu diingat dan dikenang lama oleh pembaca. Karya tersebut akan melegenda dalam masyarakat, seperti lirik-lirik lagu yang penuh metafora. Lagu Iwan Fals maupun Ebiet G. Ade adalah contohnya. Siapa yang tidak kenal dengan kedua penyanyi legendaris ini? Saat masih hidupnya saja, mereka sudah dijuluki legend karena karya-karyanya sarat makna atau metafora. Karya-karya mereka dapat diterima hampir oleh semua umur dan semua kalangan. Siapa yang tidak kenal dengan lagu-lagu Iwan Fals, seperti Wakil Rakyat, Ibu, Galang Rambu Anarki, Bento, dan Sarjana Muda. Siapa yang tidak kenal dengan lagu-lagu Ebiet G. Ade, seperti Camelia, Menjaring Matahari, dan Titip Rindu buat Ayah. Lagu-lagu itu masih eksis hingga kini di blantika musik tanah air. Dalam karya sastra, beberapa novel juga melegenda karena kepiawaian penulis menyelipkan metafora yang memikat hati dalam menceritakan kisahnya, seperti karya-karya Hamka, Pramodya Ananta Toer, Ahmad Tohari, dan yang terbaru karya Andrea Hirata. Begitulah pesona dan urgensi metafora dalam sebuah karya. Semoga mencerahkan.