Bentuk aktifitas dan aktivitas dapat dijadikan bahan pembicaraan yang menarik. Kedua bentuk ini selalu diperbincangkan dalam ranah pembelajaran bahasa Indonesia. Banyak yang keliru dalam menuliskan bentuk aktivitas menjadi aktifitas karena ada bentuk aktif dalam bahasa Indonesia sehingga bentuk turunan (yang dianggap benar) ialah aktifitas. Dalam proses pembentukan kata bahasa Indonesia, bentuk aktif dan aktivitas berasal dari proses yang berbeda.
Bentuk aktif berasal dari kata actief (bahasa Belanda) dan active (bahasa Inggris), sedangkan bentuk aktivitas berasal dari activiteit (bahasa Belanda) dan activity (bahasa Inggris). Ada dua proses penyerapan, yaitu -ief (bahasa Belanda) dan -ive (bahasa Inggris) menjadi -if dalam bahasa Indonesia sehingga muncul bentuk aktif dari actief-active; komunikatif dari communicatief-communicative; dan deskriptif dari descriptief- descriptive; -teit (bahasa Belanda) dan -ty (bahasa Inggris) menjadi -tas dalam bahasa Indonesia sehingga muncul bentuk aktivitas dari activiteit-activity, kreativitas dari creativiteit-creativity, dan produktivitas dari productiviteit-productivity. Dengan demikian, bentuk aktifitas tidak diturunkan dari bentuk aktif karena diserap dengan proses yang berbeda dari bahasa asing, baik dari bahasa Belanda maupun bahasa Inggris.
Mengapa kata tersebut harus ditelusuri dari bahasa Belanda dan bahasa Inggris? Kedua bahasa tersebut menjadi bahasa sumber sejumlah unsur serapan dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menyerap bentuk dari bahasa Belanda karena pernah bersinggungan dengan bangsa tersebut, khususnya selama masa penjajahan. Sementara itu, bangsa Indonesia menyerap bentuk dari bahasa Inggris karena perkembangan teknologi saat ini menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Hal tersebut menyebabkan sejumlah kata dari bahasa Inggris diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Berpijak pada bentuk –ief dan –ive serta –teit dan -ty, kata aktivitas menjadi bentuk yang salah jika ditulis menjadi aktifitas. Begitu juga dengan bentuk kreativitas menjadi bentuk yang salah jika ditulis menjadi kreatifitas dan bentuk produktivitas menjadi bentuk yang salah jika ditulis menjadi produktifitas. Lalu, apa yang memicu kesalahan tersebut?
Pertama, bahasa Melayu sebagai sumber bahasa Indonesia tidak mengenal huruf /v/. Adib (2020) dalam “Sejarah Huruf V di Indonesia” menyatakan bahwa huruf /v/ baru muncul pada Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Poerwadarminta, yaitu pada awal kata, seperti variasi, ventilator, verifikasi, violet, virus, vital, dan vokal untuk menampung kata dari bahasa Eropa; serta pada tengah kata, seperti provinsi yang merujuk pada bahasa Belanda. Secara lengkap, kemunculan huruf /v/ pada Kamus Umum Bahasa Indonesia terjadi pada tahun 1966. Dengan demikian, masyarakat Indonesia pada awalnya memang tidak mengenal huruf /v/ sehingga dalam bentuk tulisan muncul huruf /f/ dan lahirlah bentuk aktifitas, kreatifitas, dan produktifitas.
Kedua, Google sebagai mesin pencari juga memberikan pengaruh dalam menerjemahkan bahasa Belanda dan juga bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Khusus untuk bentuk productiviteit dan productivity diterjemahkan menjadi produktifitas ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini menyebabkan pengguna bahasa Indonesia mempedomani hal tersebut tanpa mengecek bentuk baku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan juga tanpa mengecek proses penulisan unsur serapan pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Ketiga, di sejumlah blog yang ditulis oleh masyarakat Indonesia yang tidak berasal dari kalangan akademisi atau ahli bahasa, ditulis pandangan (tanpa teori) mengenai huruf /v/ yang dianggap mubazir dalam bahasa Indonesia karena bukan merupakan huruf sendiri. Dalam pandangan tersebut, justru diprovokasi agar dibuat kebijakan penghapusan huruf /v/ dalam bahasa Indonesia karena dianggap dapat merendahkan bahasa Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi pandangan yang keliru karena dapat menyebabkan kekacauan dalam proses penyerapan unsur asing.
Hal yang perlu disadari bersama-sama ialah bahasa Indonesia merupakan bahasa yang disepakati menjadi bahasa persatuan. Pada awal pembentukan bahasa Indonesia, seluruh kata dalam bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa sumber. Sementara itu, kata yang berasal dari bahasa asing, seperti bahasa Belanda, bahasa Arab, bahasa Sanskerta, bahasa Tamil, dan juga bahasa Inggris juga dapat menjadi bahasa Indonesia jika kata tersebut tidak ada atau tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia.
Penulisan unsur asing ke dalam bahasa Indonesia juga tidak semena-mena, tetapi harus mengikuti kaidah yang berlaku. Dalam kaidah bahasa Indonesia, proses penyerapan unsur asing memiliki keteraturan sehingga mudah dipahami. Hanya saja masyarakat Indonesia tidak suka membaca referensi terkait kaidah bahasa Indonesia, seperti KBBI dan PUEBI. Padahal, saat ini ada KBBI offline dan juga PUEBI dalam bentuk pdf yang bisa disimpan di handphone. Kapan saja bingung dengan penulisan kata baku dalam bahasa Indonesia, kita bisa membuka KBBI dalam hitungan detik. Bahkan, proses pembentukan kata tersebut juga dapat ditelusuri dengan membuka PUEBI atau berselancar di dunia maya. Kita hanya perlu membiasakan diri untuk cek, ricek, dan kroscek agar cerdas dalam berbahasa.
Discussion about this post