Dalam dunia tulis-menulis, banyak hal yang harus diperhatikan. Tidak bisa dipungkiri, dunia tulis-menulis bukan hanya dunia penggabungan ide dan teori, tetapi juga dunia kontestasi keterampilan berbahasa. Keterampilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kecakapan dalam menyelesaikan tugas (kbbi.kemendikbud.go.id) Keterampilan berbahasa dipakai dalam kegiatan tulis-menulis. Keterampilan berbahasa meliputi dua kecakapan, yaitu keterampilan logika atau bernalar dan keterampilan linguistik yang mencakup ketaatan pada aturan berbahasa. Dalam bahasa Indonesia, keterampilan linguistik diatur dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) atau sekarang disebut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Keterampilan tersebut merupakan modal dasar bagi seorang penulis dalam kegiatan tulis-menulis, baik dalam menulis karya ilmiah maupun nonilmiah. Keduanya sama-sama membutuhkan keterampilan linguistik untuk menghasilkan karya yang baik.
Keterampilan berbahasa diterapkan dengan kepatuhan terhadap kaidah atau aturan penulisan. Layaknya hidup yang punya aturan, dunia tulis-menulis pun punya aturan. Aturan tersebut berfungsi untuk membuat logika atau ide yang disampaikan menjadi jelas dan karya mempunyai makna. Saat seorang penulis tidak taat pada aturan tersebut, logika berpikir akan kacau dan pesan yang ingin disampaikan sulit dipahami serta karyanya tidak enak untuk dibaca. Pembaca yang kritis atau seorang kritikus dapat melihat ketidaklogisan dan ketidaktaatan penulis pada aturan penulisan.
Aturan penulisan tersebut meliputi penggunaan huruf kapital, huruf miring, huruf tebal, pemakaian tanda baca, pemenggalan kata, penulisan kata, dan sebagainya. Kali ini, fokus pembahasan pada penggunaan huruf miring atau kata yang harus ditulis miring. Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang diterbitkan Tim Grasindo (2016:21-22), huruf miring berfungsi untuk menunjukkan tiga hal, yaitu:
Pertama, huruf miring dipakai untuk menulis judul buku, nama majalah, nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh huruf miring pada judul buku: Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdul Moeis. Contoh huruf miring untuk menyebut nama majalah atau surat kabar: Ayah membaca berita pagi pada koran Haluan.
Kedua, huruf miring digunakan untuk istilah atau bagian yang dikhususkan. Contohnya: Dia tidak diantar, tapi mengantar. Kata diantar dan mengantar pada kalimat tersebut adalah bagian yang ditekankan atau dikhususkan maknanya. Contoh lainnya adalah: Huruf terakhir kata abad adalah d.
Ketiga, huruf miring digunakan untuk kata atau ungkapan dari bahasa daerah atau bahasa asing. Contoh huruf miring untuk bahasa daerah: Upacara Tabuik menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke Pariaman. Contoh huruf miring untuk bahasa asing: Ibu yang smart akan melahirkan anak yang smart. Pemakaian bahasa asing ini biasanya disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya tidak ditemukan padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia atau karena besarnya pengaruh budaya asing terhadap budaya Indonesia, seperti budaya barat (Inggris, Amerika), Arab, Jepang, Mandarin, dan Korea.
Selain ketiga fungsi di atas, huruf miring juga digunakan untuk menuliskan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Kata-kata tidak baku berasal dari bahasa gaul yang biasa dipakai di kalangan anak muda, seperti slank dan jargon yang belum begitu populer di kalangan masyarakat pada umumnya. Contohnya: gokil, anjay, kepo dan lain-lain. Sementara itu, kata-kata baku adalah kata-kata yang bersumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan ditulis sesuai dengan kaidah PUEBI yang sesuai dengan standar bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Selanjutnya, huruf miring juga digunakan untuk menuliskan istilah ilmiah atau istilah latin atau istilah yang berasal dari bidang ilmu tertentu. Contohnya: Nama latin dari jagung adalah Zea Mays. Secara de jure dan de facto, Indonesia sudah meraih kemerdekaan sejak tahun 1945.
Jadi, dapat disimpulkan, ada lima aturan penulisan huruf miring dalam dunia tulis-menulis. Kelima aturan penulisan huruf miring ini dapat diterapkan dalam penulisan karya ilmiah, seperti artikel, laporan penelitian, proposal kegiatan, dan penulisan berita di media massa dan karya nonilmiah, seperti novel, cerpen, puisi, cerita anak, dan naskah drama. Kemahiran menerapkan aturan bahasa Indonesia dalam kegiatan tulis-menulis disebut dengan keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa berguna untuk mendukung kesuksesan seorang penulis dalam mengemas ide agar karyanya enak dibaca dan mudah dipahami.
Discussion about this post