Oleh:
Aditia Warman
Mahasiswa Akuntansi UNP
SALAH satu fakta global yang belakangan ini ramai diperbincangkan dan menjadi momok menakutkan bagi masyarakat global yaitu serangan Covid-19. Lebih dari 213 negara dibelahan dunia manapun ikut terjangkit serangan covid-19 ini. Setiap negara berlomba-lomba membangun kebijakan untuk memerangi penyebaran virus ini. Baik itu penelitian untuk pembuatan vaksin pengobatan, kebijakan lock down serta social distancing merupakan salah satu kebijakan negara global dalam memerangi covid-19. Sialnya, fenomena Covid – 19 ini juga memaksa jarak pada interaksi sosial, mengurangi produktifitas sehari-hari dan membuat perekonomian global menjadi merosot.
Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga berimplikasi kepada perlambatan ekonomi global, dapat kita lihat hari ini bahwasanya negara global berlomba-lomba melakukan kebijakan extraordinary tidak hanya melalui kebijakan fiskal tetapi juga melalui kebijakan moneter. Perekonomian global diproyeksikan mengalami pertumbuhan negatif atau mengalami resesi, Pasar keuangan global mengalami kepanikan sehingga terjadi pembalikan modal (Capital Outflow) membuat tekanan pada mata uang pasar modal dan surat berharga di EMDC.
Akibat isu dan fenomena covid-19 ini juga tidak dapat kita pungkiri bahwasanya perekonomian indonesia juga ikut terdampak. Pertumbuhan ekonomi indonesia diproyeksikan akan beresiko mengalami penurunan menjadi 2,3% pada skenario berat dan berlanjut menjadi -0,4% pada resiko sangat berat. Indonesia telah melakukan langkah awal melalui refocusing realokasi APBN, stimulus fiskal, dan stimulus moneter dalam skenario keuangan untuk mengantisipasi hal tersebut. Untuk itulah presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan. Perppu ini memberikan fondasi bagi pemerintah, otoritas perbankan dan keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan. Melalui perppu ini pemerintah mengucurkan dana 405,1 Triliyun Rupiah sebagai tambahan belanja dan pembiayaan APBN tahun 2020 dengan Pengalokasian kebijakan preventif.
Anggaran sebesar 75 triliyun Rupiah turut dianggarkan untuk pemenuhan belanja dibidang kesehatan, perlindungan tanaga kesehatan terutama pembelian alat pelindung diri (APD), pembelian test kit, regean, ventilator dan lainnya. Upgread rumah sakit rujukan termasuk wisma atlet, insentif dokter, perawat dan tenaga rumah sakit, santunan kematian tenaga medis serta penanganan permasalahan kesehatan lainnya. Sebesar 110 triliyun Rupiah dianggarkan untuk perlindungan sosial, yaitu dengan kebijakan pembebasan dan keringanan tarif listrik, gratis pembayaran listrik bulan april, mei dan juni 2020 untuk 20 juta pelanggan listrik 450VA. Diskon 50% pembayaran listrik bulan april, mei dan juni 2020 untuk 9 juta pelanggan listrik 900VA. Keringanan pembayaran kredit bagi ojek online, supir taksi, pelaku UMKM dan nelayan penghasilan harian dengan kredit dibawah 10 milyar mulai april 2020 melalui aturan yang diterbitkan oleh otoritas jasa keuangan (OJK).
Pengalokasian cadangan sebesar 25 triliun Rupiah juga turut dianggarkan untuk penjaminan pemenuhan kebutuhan pokok serta operasi pasar dan logistik. Penambahan penerima manfaat Kartu sembako menjadi 20 juta penerima manfaat dengan rincian 200 ribu rupiah setiap bulan selama 9 bulan. Program keluarga harapan (PKH), penambahan menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat, untuk ibu hamil 3 juta rupiah per tahun, untuk anak usia dini 3 juta rupiah per tahun, dan untuk disabilitas 2,4 juta rupiah pertahun dan Kartu pra kerja untuk 5,6 juta orang pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan usaha kecil yang terdampak Covid-19.
Tidak hanya itu Pemerintah melalui Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah melakukan perubahan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020 menjadi Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020. Dimaksud mengatur tentang penggunaan Dana Desa untuk pencegahan dan penanganan Covid-19, Padat Karya Tunai Desa (PKTD) dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-Dana Desa). Untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 dan untuk Padat Karya Tunai Desa (PKTD) dijelaskan secara rinci dalam Surat Edaran Menteri Desa PDTT Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan penegasan Padat Karya Tunai Desa beserta lampiran Protokol Relawan Desa Lawan Covid-19 Sebagaimana diubah dalam Surat Edaran Menteri Desa PDTT Nomor 11 Tahun 2020 tentang perubahan atas Surat Edaran Menteri Desa PDTT Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan penegasan padat Karya Tunai Desa. Sedangkan BLT-Dana Desa dimaksudkan untuk bantuan langsung kepada masyarakat miskin di desa. Sasaran penerima BLT-DD adalah keluarga miskin non PKH atau Bantuan Program Non Tunai (BNPT) yang kehilangan mata pencaharian dan mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis. Sedangkan yang dimaksud dengan keluarga miskin adalah keluarga yang memenuhi minimal 9 (sembilan) dari 14 (empat belas) kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Merujuk Surat Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Nomor 9/PRI.00/IV/2020 tanggal 16 April 2020 perihal petunjuk teknis pendataan keluarga calon penerima BLT-Dana Desa, serta Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 11 tahun 2020 tanggal 21 April 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke masyarakat, Menjelaskan bahwa Calon penerima BLT-DD adalah keluarga miskin (KK) yang terdapat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang kehilangan mata pencaharian, terdapat anggota keluarga berpenyakit kronis/menahun, non PKH, non BNPT dan non Kartu Prakerja.
Lantas apakah paket insentif pemerintah ini sudah terealisasikan? Data pasal menunjukkan bahwasanya masih banyak masyarakat terdampak pandemi Covid-19 terutama keluarga miskin yang masih belum mendapatkan bantuan. Berarti masih banyak masyarakat atau keluarga yang berjuang keras hanya untuk mencari makan hari ini, Masih banyak kepala keluarga yang sibuk memikirkan jalan untuk mendapatkan pekerjaan disaat perekonomian hancur-hancuran seperti saat ini. Padahal, masa pandemi ini terhitung sudah dua bulan masuk ke indonesia. Kondisi real ini menunjukkan lemahnya koordinasi antara pemerintahan Provinsi dengan pemerintahan pusat tentang akurasi data penerima bantuan yang membuat masyarakat kebingungan. Keterlambatan pemberian bantuan menunjukkan Pemprov tidak memiliki database lengkap tentang kependudukan dengan berbagai bagiannya seperti data PKH dan data DTKS yang menjadi rujukan dalam pemberian bantuan terdampak covid-19. Tidak hanya itu ketidakpastian regulasi dalam pencairan Dana Desa juga menjadi polemik dimasyarakat, tidak sedikit Kepala Desa yang tidak sanggup mengucurkan Dana Desa akibat regulasi yang tidak jelas.
Pemerintah Provinsi sepertinya tidak mempunyai taring dan kuku dalam menekan percepatan data disaat keterlambatan yang mendesak seperti sekarang. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwasanya pemerintah pusat harus memberikan deadline batas waktu yang jelas kepada Pemerintah Provinsi agar penindaklanjutan pemberian bantuan juga dapat terlaksana dengan secepatnya. Pemprov harus segera membentuk sinergisitas percepatan database dan menyediakan alokasi bantuan dana dan pangan alternatif untuk masyarakat yang belum mendapatkan bantuan. Diharapkan kepada unsur-unsur pelaksana kebijakan yang sebagaimana diamanatkan Undang-Undang agar tidak memanipulasi dan bermain politik kepentingan terhadap bantuan yang seharusnya diterima masyarakat yang terpapar dampak pandemi. Terakhir dan sangat penting untuk diimplementasikan bersama bahwasanya masyarakat secara kolektif harus membangun rasa kesadaran untuk membantu pemerintah dalam penangganan pandemi Covid-19, karena pandemi ini adalah musuh bersama maka melawannya pun dibutuhkan kekompakan dan kerjasama seluruh pihak, tidak hanya pemerintah dan instansi terkait saja namun civil society juga harus turut andil. Salah satu caranya adalah tetap dirumah aja, ikuti intruksi dan himbauan dari pemerintah, menghindari keramaian dan melakukan Physical distancing dan mengikuti protokol kesehatan Covid-19 yang berlaku disetiap fasilitas-fasilitas umum/publik.(*)
Discussion about this post