Lastry Monika
(Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)
Pada 16 Februari 2025, saya pernah menulis di rubrik Renyah dengan judul “Yang Tua Dulu Begitu, Yang Muda Sekarang Begini”, tentang perbedaan pandangan antara generasi tua dan muda. Kini, masih dalam ruang yang sama, saya ingin melanjutkan tema tersebut—bukan lagi soal perbedaan, tetapi bagaimana keduanya dapat berjalan berdampingan. Kolaborasi antargenerasi bukan hanya mungkin, tetapi penting untuk membangun kehidupan yang selaras, baik di rumah, dunia kerja, maupun ruang sosial yang lebih luas.
Jika kesenjangan generasi adalah keniscayaan, maka kolaborasi antargenerasi adalah keniscayaan yang harus diperjuangkan. Perbedaan usia, latar belakang, dan cara pandang bukanlah alasan untuk berjarak, melainkan peluang untuk saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain. Ketika masing-masing generasi bersedia membuka diri, sebuah kerja sama yang harmonis dapat tercipta, baik di rumah, tempat kerja, maupun ruang sosial yang lebih luas.
Dalam kehidupan keluarga, kolaborasi bisa dimulai dari hal sederhana. Orang tua tidak hanya berperan sebagai pemberi nasihat, tetapi juga sebagai pendengar yang aktif. Anak muda pun tak semata-mata menjadi pengikut, melainkan mitra dalam pengambilan keputusan. Misalnya, ketika keluarga hendak merancang liburan bersama, anak bisa mengusulkan destinasi kekinian yang ramah digital, sementara orang tua memastikan kenyamanan dan keamanan tetap terjaga. Keduanya saling memberi masukan dan merumuskan pilihan terbaik bersama.
Di dunia kerja, banyak perusahaan mulai menyadari pentingnya kolaborasi antargenerasi. Tim yang terdiri dari anggota berusia berbeda terbukti memiliki keunggulan dalam hal inovasi dan penyelesaian masalah. Tantangannya adalah membangun lingkungan kerja yang inklusif dan saling menghargai perbedaan. Pelatihan lintas generasi, mentoring dua arah, dan forum diskusi internal bisa menjadi solusi nyata.
Sementara itu, dalam organisasi sosial atau komunitas, kolaborasi antargenerasi dapat menciptakan gerakan yang lebih kuat dan berkelanjutan. Kegiatan seperti pelatihan digital bagi lansia atau pelestarian budaya lokal oleh pemuda merupakan contoh nyata bagaimana generasi bisa saling mendukung. Anak muda bisa membantu mengenalkan teknologi, sementara orang tua berbagi nilai-nilai luhur dan kearifan lokal yang menjadi fondasi identitas bersama.
Kesadaran akan pentingnya kolaborasi ini perlu terus ditanamkan. Setiap generasi memiliki waktunya, tetapi tidak ada satu generasi pun yang bisa berjalan sendiri. Karena pada akhirnya, bukan soal siapa yang lebih dulu atau lebih belakangan, melainkan tentang bagaimana kita bisa maju bersama—dengan saling percaya, saling belajar, dan saling menguatkan.