Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah)
“Sungguh rugi jika sebuah tulisan hanya berakhir tersimpan di dalam laptop,” kalimat ini masih terngiang di benak saya, Diucapkan oleh seorang senior ketika kami masih duduk di bangku kuliah. Saya ingat betul momen itu—sebuah pertemuan sederhana, saat dia membaca tulisan-tulisan kami, yang dengan ragu masih tersembunyi di dalam folder laptop. Saat itu, saya dan beberapa teman seangkatan belum terpikir untuk mempublikasikan karya-karya kami, seolah tulisan itu tak lebih dari sebuah catatan pribadi. Namun, ucapan sederhana dari sang senior membuka pandangan kami.
Waktu itu, rasa ragu menyelimuti kami, para penulis pemula yang masih duduk di bangku perkuliahan. Kami menulis berbagai jenis kary, seperti puisi, cerpen, esai, opini, dan feature. Namun, semuanya hanya terkurung dalam folder laptop. Bukan karena tak punya ide, melainkan karena rasa takut yang mendominasi.
Kami belum yakin dengan kualitas tulisan yang kami hasilkan. Ketakutan kami saat membayangkan kemungkinan mendapatkan kritik yang terasa “menyakitkan”. Kekhawatiran terbesar kami adalah reaksi orang lain. Bagaimana jika tulisan itu tak layak dibaca? Bagaimana jika kritik datang bertubi-tubi, dan kami belum siap menerimanya.
Menulis bukanlah proses yang selalu lancar. Ada kalanya ide mengalir tanpa henti, namun sering juga satu kalimat terasa sulit untuk dirangkai. Meski begitu, satu hal penting yang harus diingat: kunci utama adalah menyelesaikan tulisan. Tanpa menyelesaikannya, tulisan tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk dinilai atau diapresiasi. Bahkan, tulisan yang menurut kita biasa saja, jika diberi kesempatan untuk dipublikasikan, bisa saja menghasilkan sesuatu yang tidak terduga.
Selain menyelesaikan tulisan, hal lain yang tak kalah penting adalah mempublikasikannya. Seperti yang disampaikan sebelumnya, akan sangat disayangkan jika tulisan hanya tersimpan tanpa pernah dibaca orang lain. Saat ini, ada banyak pilihan media publikasi, mulai dari blog pribadi, media sosial, hingga mengirimkannya ke media massa cetak atau elektronik. Jika ada kesempatan, mengikuti lomba juga bisa menjadi pilihan yang baik.
Saya teringat cerita seorang teman yang merasa tulisannya kurang bagus saat mengikuti lomba. Meski sempat ragu, ia tetap berusaha menyelesaikannya dan akhirnya mengirimkan. Ternyata, tulisannya justru memenangkan lomba. Ini membuktikan bahwa kita tidak akan pernah tahu potensi karya kita jika tidak memberinya kesempatan untuk dinilai.
Setiap penulis harus berani mengatasi keraguan dan hambatan. Menyelesaikan tulisan dengan keyakinan adalah langkah awal menuju keberhasilan, karena tulisan yang kita kira biasa bisa saja terlihat luar biasa di mata orang lain. Dengan menulis, menyelesaikan, dan mempublikasikan, kita tidak hanya memberi suara pada pikiran kita, tetapi juga membuka pintu bagi kesempatan yang tak terduga. Jangan biarkan tulisan hanya terkurung di dalam laptop; beri mereka kesempatan untuk menemukan pembacanya.