Oleh: Shilva Lioni
(Dosen Program Studi Sastra Inggris Universitas Andalas)
Tahun 2024 merupakan tahun politik sekaligus tahun demokrasi bagi bangsa Indonesia. Kontestasi politik yang menghadirkan pemilihan umum serentak yang akan digelar di seluruh wilayah Indonesia dalam berbagai tingkat dan level mulai dari kota, provinsi, hingga nasional seakan membawa semangat membara bagi setiap individu untuk kemudian menyuarakan dan mengekspresikan aspirasinya. Jika ditelaah lebih lanjut, tidak hanya bagi pemilih, kreativitas bahasa, bahkan turut lahir dari bakal calon atau peserta pemilu yang mana ditampilkan melalui slogan-slogan pada baliho.
Menariknya, jauh melebihi hanya sekedar sebagai sebuah alat ekspresi, kehadiran bahasa bahkan juga mampu sekaligus menjadi alat penghubung komunikasi untuk menunjukkan adanya keterkaitan antar aktivitas kampanye bagi antar bakal calon pada peserta pemilu. Hal ini dapat kita lihat hadir pada slogan-slogan kampanye yang terdapat dalam baliho bakal calon pilkada gubernur Sumatera Barat mendatang.
Slogan-slogan kampanye yang terdapat dalam baliho bakal calon jelang pilkada Gubernur Sumatera Barat akhir-akhir ini dinilai cukup memanas dan saling berbalas dalam berbahasa sebagai contoh dapat kita lihat dalam slogan “Tetap di Sumbar” dari salah satu paslon, dan slogan “otewe Sumbar” di paslon lainnya. Bahkan lebih lanjut, terdapat sebuah baliho yang cukup menarik perhatian banyak orang dewasa ini terpampang di jalan kawasan Lolong, dengan isi baliho, “Kasian deh lho baru otewe, sorry ye, gue udah nyampe” yang mana sampai saat ini masih belum diketahui pemilik dan pembuat dari baliho tersebut.
Jika ditelaah dari sudut pandang kajian bahasa, kehadiran slogan-slogan yang saling terkait dan seakan sahut-menyahut menjadi salah satu fenomena menarik terkait penggunaan bahasa di tengah-tengah masyarakat. Bagaimana tidak, baliho yang sifatnya seharusnya fokus membawa informasi satu arah seakan saling berinteraksi dan terhubung antarsatu sama lain.
Ada beberapa alasan mengapa kita dapat mengatakan adanya interaksi bahasa yang terdapat pada slogan dalam baliho-baliho tersebut di mana baliho-baliho tersebut dapat dikatakan saling terkait dan berinteraksi antarsatu sama lainnya. Jika dianalisis dalam sudut pandang ilmu bahasa, khususnya pilihan kata yang digunakan, gambar yang dipakai, dan konteks baliho diproduksi.
Pertama, melalui pemilihan kata yang digunakan. Kata “otewe”, “tetap di”, dan “sudah di” adalah tiga kata yang saling terkait dalam makna. Ketiga kata ini jika ditelaah dari maknanya memperlihatkan sebuah urutan alur proses dari sebuah perjalanan yakni baru berangkat-dalam perjalanan-sudah sampai. Kata “otewe” atau bentuk lazimnya “on the way” merupakan kata yang bermakna dan diucapkan ketika seseorang berada dalam proses perjalanan menuju sesuatu. Sementara itu, kata “tetap di” merupakan kata yang bermakna dan diucapkan ketika seseorang sudah berada dalam suatu tempat dan menetap disana dan tidak punya keinginan pergi atau beranjak dari suatu tempat. Sedangkan untuk kata “sudah di” merujuk pada makna sudah sampai di sebuah tempat dan menyelesaikan perjalanan atau bukan lagi dalam perjalanan.
Selanjutnya, melalui gambar yang ditampilkan. Gambar yang digunakan dan ditampilkan dalam baliho-baliho adalah gambar yang saling terhubung antar satu dan lainnya yakni gambar bakal calon yang sedang duduk di sebuah kendaraan seperti motor pada baliho dengan menampilkan kata “otewe”, dan gambar mobil pada baliho dengan menampilkan kata “tetap di”. Penggunaan gambar kendaraan tersebut tentu berkait dan saling terhubung dengan kata-kata yang digunakan dalam baliho yakni merepresentasikan alat atau kendaraan yang dipakai dalam sebuah proses perjalanan. Jika dihubungkan dengan masing-masing kata yang ditampilkan pada baliho, gambar mobil akan mendukung makna lebih cepat karena diringi dengan kata “tetap di”, sementara gambar motor akan mendukung makna sebaliknya terlebih diiringi dengan kata “otewe”.
Ketiga, dari sisi konteks baliho, baik itu meliputi konteks waktu diproduksi, siapa yang meproduksi, dan tujuan diproduksi. Jika kita telaah, berbicara terkait konteks waktu, siapa yang memproduksi, dan tujuan diproduksi pada ketiga baliho ini pada dasarnya adalah sama yakni diproduksi dalam masa kampanye Pilkada Sumbar 2024 dan dengan tujuan untuk mempromosikan salah satu bakal calon Gubernur Sumbar 2024. Membandingkan antara satu baliho calon dengan calon lainnya tentu menjadi hal yang lazim dan sulit dielakkan baik itu dilakukan oleh masyarakat maupun produsen dari baliho-baliho tersebut karena akan diproduksi dan dipajang dalam waktu bersamaan. Tentu tidak menjadi heran juga kemudian akan ada keterkaitan antarsatu dan lainnya.
Proses pilkada serentak 2024 adalah salah satu titik proses dalam mengukir satu sejarah bangsa. Karena waktu pelaksanaannya yang berlangsung secara serentak, semakin banyaknya media komunikasi yang dapat digunakan. Hal itu tentu tidak akan menutup kemungkinan jika selama dalam masa kampanye persaingan antarbakal calon dalam mengkampanyekan diri dan programnya akan menjadi memanas dan saling sahut-menyahut, bahkan dalam berbagai media dan bahasa.
Keterkaitan dan interaksi ini pada dasarnya dapat dicermati melalui koneksi bahasa yang terkandung di dalamnya. Melalui penggunaan kata, pemilihan kata, gambar, dan konteks yang ditampikan, di saat yang bersamaan akan mampu mengungkapkan posisi dan keterkaitan serta interaksi antarsatu media dengan lainnya dalam hal ini baliho dan spanduk dari masing-masing bakal calon.
Discussion about this post