Oleh: Ronidin
(Dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Sobat destinasi, zoo merupakan salah satu destinasi favorit di mana-mana. Ternyata dunia margasatwa itu menjadi sarana hiburan yang menyenangkan banyak orang. Seribu satu kisah bermunculan dari zoo, kisah menyenangkan, juga menyedihkan. Tiba-tiba, anak kecil yang sedang menangis dalam gendongan orang tuanya berhenti menangis karena terkejut dengan auman singa. Beberapa pengunjung yang lengah sehingga anaknya tercampak ke dalam kandang beruang dan dicabik-cabik hewan bercakar itu. Pada kesempatan lain, ada pula pengunjung yang sedang enak-enakan memberi makan gajah tiba-tiba dibelit belalai gajah itu dan ditarik ke kandangnya. Anak-anak yang suka mencibir justru dicibir balik oleh orang utan. Buaya yang diam berjam-jam tiba-tiba menggeliat dan mengibaskan ekornya membuat kaget pengunjung yang berdiri di depannya. Kakak tua yang dapat meniru bunyi seolah-olah sedang mengucapkan sesuatu membuat anak-anak betah mempermainkan burung itu.
Dulu ketika saya masih kecil ketika pertama kali dibawa oleh ayah saya ke kebun binantang Kinantan di Bukit Cubadak Bungkuak atau Bukit Malambuang di kota Bukittinggi, berhari-hari sesudahnya saya tidak bisa melupakan ular piton besar yang melilit-litit di kandangnya sambil menelan ayam bulat-bulat. Piton itu menakutkan saya. Akan tetapi, dari kunjungan ke kebun binatang itu, saya mendapat pengalaman berharga tidak hanya mengenai dunia satwa, tetapi juga sejarah dan kebudayaan Minangkabau. Dengan kunjungan itu, saya jadi tahu bahwa kebun binatang itu adalah warisan Belanda. Ia dibangun oleh Gravenzande, controleur Belanda yang sedang bertugas di Bukittinggi pada kira-kira tahun 1900-an.
Di kebun binatang ini pula saya dibelalaki oleh harimau yang telah mati dan diawetkan di museum zoologi. Banyak satwa diawetkan di sana dan dipajang seolah-olah ia masih hidup. Berpindah dari museum zoologi, tidak jauh dari sana saya dapat pula melihat-lihat koleksi budaya Minangkabau yang terdapat di atas museum rumah adat baanjuang. Sayangnya, waktu itu saya tidak terlalu mengerti dengan benda-benda itu. Dari rumah adat itu, ayah saya membawa saya ke seberang. Di seberang kebun binatang itu tepatnya di Bukit Jirek ternyata ada benteng pertahanan pasukan kompeni di Bukittinggi yang dinamai benteng Fort de Kock, sesuai dengan nama Kota Bukittinggi versi Belanda. Antara kebun binatang dengan benteng dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang waktu itu membuat saya menggigil menyeberanginya. Ketika sampai di tengah jembatan, nyawa saya seperti melayang seiring dengan melayangnya jembatan karena dilewati banyak orang. Begitulah, dari puncak Bukit Malambuang ke puncak Bukit Jirek saya diperkenalkan dengan jejak-jejak Belanda di Bukittinggi. Lalu, dari kedua puncak bukit itu, saya dapat menyaksikan bentangan alam bergelombang nan indah mulai dari panorama Gunung Singgalang, Marapi, Sago, dan Ngarai Sianok. Sayang saya tidak memiliki foto perjalanan masa kecil tersebut. Bertahun-tahun kemudian saya masih ke Kinantan menikmati dunia satwa, sejarah, dan budaya Minangkabau bersama anak-anak saya pula. Tidak banyak yang berubah di sana kecuali setting taman yang diperbaharui.
Ternyata memang benar bahwa dunia satwa menjadi dunia yang disenangi oleh banyak orang. Ketika saya telah banyak berjalan seiring bertambah usia dan pengalaman, saya mengamati bahwa kunjungan ke zoo menjadi bagian dari dunia relaksasi banyak orang. Ketika saya berkunjung ke kota-kota besar di berbagai tempat seperti Jakarta, Surabaya, Seoul di Korea, dan tempat-tempat lainnya, saya menyaksikan banyak orang datang ke zoo menikmati dunia satwa dan apa yang di sana. Begitupun ketika saya menetap di Yogyakarta. Selama di sana, beberapa kali saya ke Gembira Loka, zoo yang ada di wilayah Kesultanan Mataram tersebut. Gembira Loka berlokasi di Jalan Kebun Raya Nomor 2 Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta. Lokasinya strategis dan mudah di jangkau dari pusat keramaian Malioboro. Kita dapat menumpang bus Trans Jogja untuk bisa sampai ke sana. Jika dari Malioboro bisa menggunakan bus jalur 1A. Jika dari arah bandara Adisucipto dapat menggunakan bus Jalur 1B. Lokasi Gembira Loka tidak jauh dari PT Sarihusada Generasi Mahardika (SGM) Yogyakarta.
Sama seperti di Kinantan, di Gembira Loka menu utamanya adalah dunia satwa. Macam-macam keleksi hewannya yang dibagi perzona seperti zona burung, zona cakar, zona mamalia, zona petting zoo, zona paramita, zona reptile, dan sebagainya. Selain itu, di Gembira Loka pengunjung juga dapat menikmati presentasi edukasi mamalia dan eves, yaitu suatu bentuk pengenalan perilaku satwa mamalia dan burung seperti layaknya di habitat aslinya. Di Gembira Loka pula kita dapat menikmati beraneka souvenir khas Yogyakarya serupa yang dijual di kawasan Malioboro.
Ketika saya membawa anak-anak ke Gembira Loka pada suatu ketika, ada suatu pengalaman yang masih tersimpan dalam memori anak-anak saya, yaitu ketika burung beo meneriakkan es krim… es krim… es krim. Peristiwa itu terjadi persis ketika anak-anak saya rehat di kursi bawah pohon dekat dengan beo tersebut sambil menyantap es krim. Tanpa diduga burung itu langsung meneriakkan kata es krim. Anak saya kaget dan menatap burung itu. Saya katakana padanya bahwa beo itu meminta es krimnya. Anak saya tidak memberikan es krimnya karena dilarang oleh petugas jaga yang berdiri di situ. Itulah kali pertama anak saya mendengar beo bisa bersuara menirukan suara manusia. Rupanya burung tersebut sering mendengar kata-kata es krim diteriakkan oleh pedagang es krim yang mangkal di sekitar tempat itu.
Kemudian ada satu pengalaman lagi yang membuat anak saya agak ketakutan, tetapi anehnya dia justru suka melihat foto hewan tersebut setelahnya, yaitu ketika badak air atau kuda nil yang sedang tidur tiba-tiba marah karena dilempar oleh salah seorang pengunjung. Mungkin maksud pengunjung itu melemparkan makanan tertentu padanya, tetapi mengenai tubuhnya. Kuda nil itu bangkit dan mengaum membuka mulutnya. Persis ketika mulut dan giginya terbuka, anak saya menatapnya dan peristiwa itu menakutkan baginya. Peristiwa itu sempat saya abadikan pada foto di bawah ini.
Demikianlah, ternyata kunjungan ke zoo menyenangkan. Banyak orang datang ke sana setiap waktu. Hampir di semua kota di dunia menyediakan zoo sebagai taman relaksasi. Ternyata memang benar bahwa Allah menciptakan makhluknya yang lain untuk kesenangan manusia. Allah menciptakan binatang-binatang yang ada di zoo maupun pada habitat aslinya dan kemudian menjinakkannya untuk dinikmati oleh manusia. Karena itu, bisa terhadap satwa-satwa itu manusia tidak merasa belas kasihan atau menelantarkannya, atau bahkan menyiksanya maka betapa besarnya dosa yang harus ditanggung oleh manusia tersebut. Dengan kunjungan ke zoo kita dapat belajar dan merefleksikan diri bahwa hewan adalah sahabat manusia yang tidak sia-sia diciptakan Allah Swt. Wallahualam bissawab.
Discussion about this post