Oleh: Riza Andesca Putra
(Dosen Departemen Pembangunan & Bisnis Peternakan Unand dan Mahasiswa Program Doktor Penyuluhan & Komunikasi Pembangunan UGM)
Beberapa dekade yang lalu, orang-orang memandang konflik sebagai sesuatu yang harus dihindari, diselesaikan, mengganggu jalannya organisasi dan menghambat pencapaian tujuan bersama. Namun sekarang tidak demikian. Konflik di dalam kelompok atau organisasi dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan memungkinkan terjadi kapan saja dan di mana saja.
Paradigma yang berkembang dewasa ini, konflik tidak dihindari, tetapi dikelola. Maksudnya adalah ada sebagian konflik yang mesti diselesaikan seperti biasa. Namun, ada juga konflik yang cuma dikurangi “volume”-nya, bahkan ada konflik yang sengaja dibuat dan dijaga keberadaannya. Kurt Lewin berpendapat bahwa konflik dapat memicu perubahan dalam kelompok. Menurutnya, konflik memberikan kesempatan bagi kelompok untuk mengevaluasi dan mengubah cara mereka bekerja. Konflik yang dikelola dengan baik dapat merangsang kreativitas, inovasi, dan pertumbuhan kelompok.
Dalam mengelola konflik, hal mendasar yang mesti menjadi perhatian adalah memahami permasalahan yang ada. Untuk memahami permasalahan, perlu diketahui sumber-sumber terjadinya konflik. Dari ulasan pada artikel sebelumnya, minimal terdapat enam sumber konflik, yaitu konflik atas sumber daya, yurisdiksi yang ambigu, konflik peran, hambatan komunikasi, ketergantungan pada satu pihak dan dominasi. Pemahaman inilah yang digunakan oleh manajemen untuk menentukan apa yang dilakukan terhadap sebuah konflik karena setiap konflik unik dan butuh perlakuan yang tepat.
Dari penelusuran beberapa literatur dan pengalaman pribadi penulis, ditawarkan tiga metode mengelola konflik, yaitu : pertama, metode kompetisi. Metode ini menekankan persaingan seseorang atau sekelompok orang dalam meraih sesuatu yang lebih baik dan lebih tinggi dari yang lainnya. Konflik yang bisa dikelola melalui metode kompetisi adalah konflik substantif, yaitu tentang isu pengembangan kelompok. Konflik emosional yang melibatkan perasaan tidak bisa diperlakukan dengan cara ini.
Metode kompetisi ini yang sering dijaga keberadaannya, bahkan kadangkala sengaja dibikin oleh beberapa organisasi guna meningkatkan kinerja. Bahkan untuk mendorong motivasi, dalam kompetisi biasanya terdapat hadiah dan bonus bagi yang berhasil. Dalam mengelola konflik dengan metode kompetisi, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan, di antaranya : (a) Mesti terdapat aturan, prosedur dan kriteria yang spesifik dan jelas. Ini menjadi kata kunci dalam memainkan metode kompetisi dalam kelompok, karena dengan begini persaingan menjadi terbuka dan semua orang yang terlibat termotivasi untuk melakukan yang terbaik. (b) Bersikap adil dan saling menghormati. Keterbukaan yang tercipta mesti didukung oleh penerapan keadilan dalam berkompetisi sehingga sikap saling menghormati akan muncul dengan sendirinya.
Kedua, metode pengurangan konflik. Metode ini dapat digunakan terhadap konflik yang tidak begitu besar yang terjadi dalam kelompok. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan, di antaranya: (a) Penghindaran. Cara ini dilakukan ketika konflik atau masalah yang ada tidak terlalu mempengaruhi jalannya organisasi atau ketika tidak berada di waktu yang tepat untuk memberikan perhatian ke permasalahan tersebut. Metode penghindaran ini merupakan salah satu opsi yang dapat dipilih guna mengelola konflik. Sebuah konflik kalau diurus ketika waktu yang tidak tepat bisa mengganggu jalannya roda organisasi. Bahkan ada konflik yang semakin diurus semakin membesar. Selain itu juga terdapat konflik yang bisa selesai dengan sendirinya karena orang yang terlibat konflik sudah tenang dan menyadari pentingnya pencapaian tujuan bersama sehingga melupakan konflik yang ada.
(b) Mengganti tujuan yang menimbulkan konflik. Ada kalanya konflik terjadi diakibatkan oleh suatu isu atau kegiatan dalam kelompok yang dimaknai berbeda oleh para anggota. Dengan demikian, langkah yang dapat diambil untuk mengurangi konflik adalah dengan mengganti isu atau kegiatan yang dilakukan oleh kelompok yang sama-sama bisa diterima.
(d) Memasukkan orang baru. Konflik dalam kelompok kadang dapat timbul karena jenuh dengan lingkungan sehingga memasukkan orang baru yang diharapkan dapat membawa suasana baru terhadap kelompok. Hal itu dapat menurunkan ketegangan. Dengan begitu, diharapkan konflik dapat reda dan bisa hilang dengan sendirinya.
(e) Restrukturisasi organisasi. Posisi, peran dan sistem koordinasi dalam kelompok kadang dapat memicu terjadinya konflik. Jika hal demikian terjadi, restrukturisasi kelompok mesti segera dilakukan dengan mengakomodasi tuntutan konflik yang sesuai dengan arah dan tujuan organisasi.
Ketiga, metode penyelesaian konflik. Ketika konflik tidak bisa dikompetisikan dan dikurangi volumenya, konflik mesti diselesaikan. Pada prosesnya penyelesaian konflik dapat melibatkan orang ketiga atau dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, di antaranya : (a) Kompromi. Solusi yang memberi dan menerima, tawar-menawar, dan negosiasi disebut kompromi. Ini adalah metode standar untuk menyelesaikan konflik hubungan kerja. Kompromi digunakan ketika ada keseimbangan kekuatan yang relatif sama di antara para pihak yang berkonflik. Mereka menegosiasikan pembagian sumber daya yang terbatas. Tawar-menawar biasanya digunakan ketika ada sejumlah sumber daya yang harus dibagi, seperti otorisasi baru untuk personel atau dana perjalanan. Fokusnya adalah mencapai solusi yang menguntungkan atau meminimalkan kerugian.
(b) Kolaborasi. Penyelesaian konflik dengan cara ini dilakukan dengan kerja sama semua pihak terkait untuk menemukan solusi yang dapat diterima bersama dalam penyelesaian konflik yang ada. Pada kasus ini para pihak berdiskusi dengan menjadikan kebaikan untuk kelompok sebagai dasarnya. Solusi yang dihasilkan bersifat permanen yang dikawal oleh komitmen bersama semua pihak.
(c) Dominasi. Cara ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan pengaruh untuk menyelesaikan konflik. Pengaruh yang dimaksud bisa bersifat formal maupun informal, misalnya antara ayah dan anak, atasan dan bawahan. Penyelesaian konflik dengan cara ini biasanya disertai dengan kewibawaan sang dominator dan atau ancaman terhadap orang yang terlibat konflik. Dominasi juga dapat dilakukan dengan menegakkan norma dan aturan yang ada dalam kelompok yang terkait dengan konflik. Penegakkan aturan ini dilakukan secara adil tanpa tebang pilih.
*Artikel ini merupakan bagian keenam dari beberapa bagian lainnya tentang Sukses Mengelola Kelompok.
Discussion about this post