Rizky Amelya Furqan
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
“If you hear me screaming bloody murder, there’s a good chance, I’m Just enjoying myself”
(Jika kau mendengar aku berteriak pembunuhan berdarah, itulah kemungkinan aku sedang menikmati diriku sendiri) Wednesday: Wednesday Addams
Perkembangan era kehidupan dari zaman pramodern yang mempercayai hal-hal yang berbau magis menyebabkan kehadiran budaya yang ada di masyarakat pada saat itu tidak dapat dilepaskan dari hal-hal yang mengandung unsur magis juga. Namun, kepercayaan yang ada di masyarakat mulai diragukan pada era modern karena masyarakat mulai dipengaruhi oleh perkembangan teknologi sehingga mereka hanya percaya dengan hal-hal yang bisa diukur kebenarannya. Pada saat ini, terjadi lagi pergeseran. Masyarakat kembali membanggakan kebudayaan yang mereka miliki sehingga masyarakat saat ini berada pada era post-modern.
Budaya menjadi topik pembicaraan yang tidak kunjung ada habisnya. Pada saat ini, pengenalan budaya tidak hanya melalui mulut ke telinga dan ditampilkan dalam situasi atau acara-acara tertentu. Namun, terjadi proses komersialisasi budaya yang ada pada masyarakat dengan cara yang mengikuti perkembangan zaman, misalnya dituangkan dalam karya sastra, seperti novel, cerpen, komik, dll. Kemudian, juga dilakukan proses ekranisasi menjadi sebuah film, serta juga ada proses digitalisasi terhadap kepercayaan yang ada di masyarakat.
Kepercayaan masyarakat yang bersifat magis pada era saat ini dikenal juga dengan terminologi realisme magis. Karya-karya yang mengangkat isu realisme magis selalu menyelipkan unsur budaya di dalamnya, misalnya karya Khrisna Pabichara yang berjudul Natisha Persembahan Terakhir mengangangkat kepercayaan masyarakat mengenai Parakang. Namun, karena faktor perkembangan zaman, tokoh Tutu digambarkan tidak mempercayai adanya Parakang yang digambarkan melalui tokoh Rangka.
Selain realisme magis, ada terminologi science fiction. Karya-karya yang bertema science fiction merupakan campuran antara hal yang berupa fiksi dan ilmu pengetahuan atau sains. Salah satunya adalah sekuel terakhir dari rangkaian film The Avangers yang berada dalam timeline Marvel Cinematic Universe. Film ini menceritakan adanya teori quantum realm yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan waktu untuk mengambil infinity stone. Cerita ini berarti menceritakan tentang perkembangan teknologi yang dikaitkan dengan fiksi.
Baru-baru ini, juga ada series dengan judul Wednesday yang mencuri perhatian penonton. Hal ini, terbukti dari Wednesday yang menduduki posisi Top10 di Netflix. Wednesday adalah serial televisi Amerika yang diproduksi pada tahun 2022 oleh Alfred Gough dan Miles Millar. Pembuatan film ini disutradarai oleh Tim Burton di Rumania antara September 2021 sampai dengan Maret 2022. Wednesday ditayangkan pertama kali pada tanggal 16 November 2022 dan dirilis di Netflix pada 23 November 2022.
Series ini terdiri dari delapan episode yang menceritakan tentang sebuah sekolah yang bernama akademi Nevermore. Sekolah ini merupakan sekolah penampungan anak-anak yang memiliki kemampuan berbeda dari yang lain. Salah satunya, tokoh Wednesday Addams yang menjadi pusat perhatian karena banyak melanggar aturan yang dibuat oleh sekolah. Hal ini ia lakukan karena kemampuannya untuk dapat melihat apa yang terjadi di masa lalu ataupun di masa depan jika memegang benda, orang, ataupun ketika berada di lokasi tertentu. Wednesday juga ingin memecahkan teka-teki terkait monster yang hadir di lingkungan sekolah dan sudah membunuh beberapa orang. Namun, ia menemukan beberapa halangan dan juga menaruh kecurigaan pada beberapa orang yang ternyata tidak bersalah.
Beberapa bagian pada cerita ini mengisahkan tentang peristiwa magis, tetapi secara bersamaan juga digambarkan hal yang berkaitan dengan sains. Dengan demikian, muncul asumsi bahwa film ini tidak hanya bergenre komedi horror atau supernatural seperti yang tertulis dalam keterangan filmnya. Namun, keberadaan film ini berada di antara kategori magical realism dan science fiction. Oleh karena itu, sulit untuk mengklasifikasikan film ini pada ketegori magical realism atau science fiction saja.
Salah satu peristiwa yang mengindikasikan series ini dapat dikategorikan ke dalam kelompok science fiction adalah cara Marilyn Thornhill, seorang guru di Nevermore, mengontrol monster, Hyde, yang diperankan oleh Tyler Galpin. Hal ini terlihat dari dialog Wednesday pada episode delapan ketika ingin menangkap Marilyn,
“Tak usah bersandiwara, Laurel. Mestinya bisa kutebak kau Laurel. Kau memalsukan kematianmu, bekerja di Nevermore, membebaskan Hyde. Biasanya aku mengagumi siasat balas dendam yang brilian. Tapi siasatmu keterlaluan, padahal firasatku tinggi.”
Aku menuduh Kinbott menghipnotis Tyler untuk membebaskan Hyde-nya, tapi kau memakai zat kimia tanaman, kan?”
Dari dialog di atas, terlihat ada peran teknologi untuk menghidupkan monster. Zat kimia tanaman tentu saja melalui proses penelitian dan uji coba terlebih dahulu. Ketika berbicara tentang penelitian, tentu saja membutuhkan zat-zat tertentu atau alat-alat tertentu yang menggambarkan kemajuan teknologi di era modern. Hal ini berdekatan dengan kategori science fiction. Adams Robert (2000:15) dalam bukunya yang berjudul Science Fiction yang mengklasifikasikan beberapa hal terkait science fiction, di antaranya hal-hal yang berkaitan dengan pesawat ruang angkasa, perjalanan antar planet, alien, robot mekanik, rekayasa genetika, robot biologis, komputer, teknologi canggih, perjalanan waktu, utopia, distopia futuristic, dll.
Peristiwa dalam novel ini tidak hanya bergerak pada kategori science fiction saja, tetapi juga magical realism. Penggambaran magical realism hadir karena aksi yang dilaukan oleh Marylin Thornhill untuk menghidupkan leluhurnya yang sudah mati, yaitu Joseph Crackstone dengan mengumpulkan potongan tubuh manusia yang telah dibunuh oleh Hyde dan darah Wednesday Addams yang merupakan turunan dari Goody Addams yang sebelumnya telah memusnahkan Joseph Crackstone. Hal ini juga dilakukan pada gerhana bulan total, seperti terlihat pada beberapa dialog berikut,
“Aku memilih cara lain. Cara Supernatural”
“Tyler mengumpulkan potongan tubuh untuk membangkitkan Crackstone”
“yang sudah mati takkan pernah bisa bangkit, aku sudah pernah coba”
“Goody menyegel Crackstone di peti batunya dengan segel darah. Cuma keturunan Goody yang bisa membuka petinya. Keturunan Goody yang masih hidup di malam gerhana bulan total”
Pada beberapa dialog di atas, terlihat ada perbedaan dari dialog sebelumnya yang menggunakan science untuk menghidupkan sesuatu. Namun, pada dialog ini Marylin melakukan cara supernatural yang tidak bisa diukur kebenarannya. Menghidupkan leluhur dengan potongan tubuh mayat dan darah manusia yang masih hidup pada gerhana bulan adalah kepercayaan masyarakat yang bersifat magis, tetapi dilakukan pada era modern. Oleh karena itu, peristiwa ini dapat digolongkan pada kategori realisme magis.
Franz Roh pada tahun 1920 memaknai realisme magis sebagai: “kemampuan menciptakan makna (magis) dengan membayangkan hal luar biasa dengan cara luar biasa”, hal ini dikemukakannya setelah penelitiannya di Kota Weimer, German. Kemudian, Wendy B. Faris juga mengungkapkan bahwa “Magical realism radically modifies and replenishes the dominant mode of realism in the West, challenging its basis of representation within” realisme magis memodifikasi dan mengganti realisme di barat, menentang representasi terhadap hal itu (2004:1). Hal ini berarti Faris ingin memunculkan suara-suara yang termarginalkan karena suara yang didengar adalah suara yang memperlihatkan hal-hal yang bersifat real dan mengenyampingkan hal-hal yang bersifat magis.
Dengan demikian, asumsi terkait series Wednesday yang berada di antara science fiction dan magical realism semakin jelas. Hal ini menjadi bukti bahwa sebuah ilmu terus mengalami perkembangan. Jika biasanya penulis hanya menemukan karya-karya yang tergolong dalam kategori science fiction atau magical realism saja, saat ini hadir sebuah karya yang berada di antara keduanya.
Discussion about this post