Suatu hari saya membaca unggahan Ivan Lanin di Twitter tentang kata terpanjang dalam bahasa Indonesia. Ternyata kata tersebut bukan kata dari bahasa Indonesia, melainkan kata serapan yang diambil dari bahasa Yunani. Sebuah kata yang berhubungan dengan fobia, yakni heksakosioiheksekontaheksafobia.
Kata heksakosioiheksekontaheksafobia berasal dari bahasa Yunani, yakni hexakosioi yang berarti ‘600’, hexekonta yang berarti ‘60’, dan hexa yang berarti ‘enam’. Jika digabungkan 600 + 60 + 6, hasilnya adalah angka 666. Sementara itu, fobia berarti ‘ketakutan yang berlebihan’. Dengan demikian, heksakosioiheksekontaheksafobia adalah ketakutan terhadap angka 666. Dalam prayer vigil targets Devil’s Day, dinyatakan bahwa angka 666 diyakini sebagai angka setan oleh pemeluk agama Kristen.
Penderita fobia ini selalu menghindari penggunaan angka 666, misalnya Ronald Reagan dan Nancy Reagan yang pindah ke Bel-Air di kota Los Angeles pada tahun 1989. Mereka mendapat rumah dengan alamat St. Cloud Road nomor 666. Mereka fobia dengan angka tersebut dan memilih pindah ke St. Cloud Road nomor 668.
Selain itu, juga ada paraskavedekatriafobia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani Kuno, yakni paraskevi yang bermakna ‘Jumat’ dan dekatreis yang bermakna ‘tiga belas’. Masyarakat Britania Raya dan Amerika Serikat mempercayai bahwa setiap hari Jumat pada tanggal 13 di bulan apa pun dan tahun berapa pun akan menjadi hari sial. Penderita fobia ini pun tidak mau keluar rumah pada tanggal tersebut.
Jika dilihat jumlah huruf yang membentuk kata tersebut, memang benar bahwa kedua kata tersebut merupakan kata terpanjang yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Kata heksakosioiheksekontaheksafobia terdiri atas 31 huruf atau 13 suku kata, sedangkan kata paraskavedekatriafobia terdiri atas 22 huruf atau 10 suku kata. Namun, jika dilihat dari proses pembentukan, kata tersebut bukan kata dasar, melainkan gabungan dari beberapa buah kata yang membentuk satu kesatuan. Dalam hal ini, membentuk istilah khusus di bidang psikologi.
Jika dicermati dalam bahasa Indonesia, sebuah kata yang terbentuk dari gabungan beberapa buah kata juga ada, yakni kata mempertanggungjawabkan. Kata ini merupakan kata berimbuhan yang terbentuk dari gabungan kata tanggung jawab dan kombinasi afiks memper-kan. Kata mempertanggungjawabkan terdiri atas 22 huruf atau 7 suku kata. Dengan melihat jumlah huruf dan jumlah suku kata pada ketiga kata tersebut, memang dapat disimpulkan bahwa ketiga kata tersebut merupakan kata terpanjang dalam bahasa Indonesia.
Ketika membicarakan kata terpanjang, tentu ada kata terpendek dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2017), ditemukan kata yang terdiri atas dua huruf atau satu suku kata, yakni ab yang merupakan kata benda yang bermakna ‘wadah kecil dari timah untuk candu’, serta ab yang merupakan kata arkais untuk ‘ayah’. Kata ab untuk kedua makna tersebut sudah jarang, bahkan tidak lagi digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia sehingga tidak banyak pengguna bahasa Indonesia yang mengetahui kata tersebut.
Jika ditanya kata terpendek yang ada dalam bahasa Indonesia, pengguna bahasa Indonesia cenderung menyebutkan kata-kata yang terdiri atas satu suku kata, seperti rem, pel, cat, bor, bom, tik, lem, dan lap. Kata ini masih digunakan secara kontinu oleh pengguna bahasa Indonesia. Kata ini juga memiliki kaidah khusus sehingga sangat akrab bagi pengguna bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Indonesia, kata yang terdiri atas satu suku kata, seperti rem, pel, cat, bor, bom, tik, lem, dan lap ini ketika bergabung dengan awalan meN- harus menjadi menge-. Dengan demikian, terbentuk kata mengerem, mengepel, mengecat, mengebor, mengebom, mengetik, mengelem, dan mengelap. Bentuk-bentuk tersebut dianggap sebagai kata baku. Bentuk-bentuk tersebut diperhatikan secara khusus karena masih banyak masyarakat yang menggunakan bentuk tidak baku dengan menambahkan afiks selain menge-, seperti mem- pada mempel, membom, dan membor; me- pada merem, melem-, melap-; serta men- pada mencat. Bentuk-bentuk tersebut merupakan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia dan harus dihindari dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Setelah menganalisis kata terpendek dan kata terpanjang tersebut, tampak bahwa kata terpendek memiliki pola suku kata yang lazim dalam bahasa Indonesia, sedangkan kata terpanjang memiliki pola suku kata yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia karena kata tersebut diambil dari bahasa asing. Oleh karena berasal dari bahasa asing, kemungkinan muncul kata lain yang lebih panjang dari heksakosioiheksekontaheksafobia pasti ada. Perkembangan teknologi dan kehidupan sosial masyarakat menyebabkan kata-kata baru akan terus lahir untuk mencerminkan aktivitas, perilaku, tindakan, dan identitas suatu benda atau orang.
Di samping itu, perkembangan kreativitas masyarakat juga dapat mempengaruhi kemunculan kata baru. Masyarakat bisa juga menciptakan kombinasi unik dari kosakata yang ada untuk melahirkan kata terpanjang dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itulah, bahasa bersifat dinamis, tidak statis.
Bahasa selalu berkembang dan bertambah dari masa ke masa. Penambahan kosakata ini dapat menyebabkan sejumlah kosakata yang ada bersifat arkais atau tidak lazim dipakai lagi. Misalnya, kata lenggana yang bermakna ‘segan’, ‘enggan’, dan ‘tidak sudi’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2021), kata seperti lenggana ini sudah ditandai dengan ark yang bermakna ‘arkais’. Pengguna bahasa Indonesia sudah jarang, bahkan tidak pernah lagi menggunakan kata-kata tersebut untuk mencerminkan sikap, tindakan, perbuatan, dan aktivitas sehari-hari.
Meskipun demikian, sejumlah pengguna bahasa Indonesia kini secara sadar menggunakan kembali kata-kata bersifat arkais tersebut, misalnya pada puisi, cerpen, atau novel. Sejumlah penyair, cerpenis, dan novelis menggunakan kata-kata tersebut untuk mencerminkan aktivitas tokoh. Bahkan, ada juga yang menggunakan kata-kata tersebut sebagai nama tokoh.
Jika kita membaca Majalah Bobo, terdapat satu tokoh yang bernama Nirmala. Nama Nirmala diambil dari kata nirmala yang merupakan kata sifat yang ditandai sebagai kl atau klasik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2021). Kata yang berlabel kl ini digunakan dalam kesusastraan Melayu Klasik. Pada hari ini, kata tersebut dijadikan nama seorang tokoh dalam satu kisah Majalah Bobo, yaitu Cerita dari Negeri Dongeng: Oki dan Nirmala.
Selain sastrawan, masyarakat Indonesia yang cakap berbahasa juga memilih sejumlah kosakata arkais sebagai nama anak mereka, misalnya kata nuraga dan kirana. Kata nuraga merupakan kata arkais yang termasuk ke dalam ajektiva atau kata sifat. Kata nuraga bermakna ‘simpati’ dan ‘berbagi rasa’. Orang tua yang memilih kata ini sebagai nama pada anak mereka berharap agar anak-anaknya kelak memiliki sifat peduli, mau menerima dan berbagi rasa dengan teman-temannya, serta memiliki simpati yang tinggi. Sementara itu, kata kirana merupakan kata arkais yang juga termasuk ke dalam ajektiva atau kata sifat. Kata kirana bermakna ‘molek’, ‘cantik’, dan ‘elok’. Orang tua memilih kata ini sebagai nama pada anak mereka dengan harapan agar anaknya tersebut kelak menjadi perempuan yang cantik wajah dan hatinya, serta memiliki keelokan budi.
Kata-kata, seperti lenggana, nirmala, nuraga, kirana merupakan kata-kata dengan jumlah suku kata yang lazim dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki kosakata dengan jumlah suku kata yang terdiri atas satu suku kata, seperti rem; dua suku kata, seperti baca; tiga suku kata, seperti kerupuk; empat suku kata, seperti mayapada; dan lima suku kata, seperti khatulistiwa.
Kata-kata tersebut sesungguhnya juga berasal dari bahasa asing karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang disepakati menjadi bahasa persatuan seluruh suku bangsa Indonesia. Pada saat mendeklarasikan bahasa Indonesia, para pencetus sadar bahwa bahasa Melayu merupakan sumber utama bahasa Indonesia, sedangkan bahasa lain, seperti Sanskerta, Belanda, Inggris, serta bahasa daerah menjadi sumber lainnya dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, Alif Danya Munsyi yang merupakan nama samaran dari Yapi Tambayong menulis buku yang berjudul 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing. Ia merupakan seorang wartawan yang pernah menerima Tirto Adhi Soerjo Award (2008).
Dari sejumlah kata serapan tersebut, kata heksakosioiheksekontaheksafobia dan kata paraskavedekatriafobia merupakan kata serapan dalam bahasa Indonesia yang paling sulit ditulis dan dilafalkan oleh pengguna bahasa Indonesia. Kata ini akan sangat terbatas digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia. Oleh karena berkenaan dengan fobia, kata-kata ini hanya digunakan oleh ahli di bidang psikologi atau pengguna tertentu yang menderita fobia ini. Meskipun demikian, penyerapan kata ini menambah kekayaan kosakata bahasa Indonesia.
Discussion about this post