MENJEMPUT HARAPAN
Sejatinya Kita adalah Sang Pemimpi
Bermimpilah Hingga Menembus Batas Cakrawala.
Biar Allah yang Menjadikannya Nyata
(Martha Zhahira El-Kutuby)
Aku masih bertanya-tanya tentang perkataan dan cerita Kayla ketika di Kota Tua kemaren. Di Cafe Batavia di depan Gedung Fatahillah itu dia memandangku serius. Entah mengapa? Ada raut wajah yang meyakinkanku bahwa dia benar-benar ingin ke Sorbonne. Aku juga tidak habis pikir. Aku hanya mendukungnya selagi itu baik untuk dia.
Sampai dirumah dari Stasiun Pasar Minggu. Masih kudengar gaung suaranya yang mengatakan kalau dia benar-benar ke Sorbonne. Aku masih mendengarnya dengan hatiku. Hingga malam tiba tanpa ada kata-kata. Aku hanya mengikuti irama zaman yang semakin tua.
“Dik, kamu benar mau ke Sorbonne?”
“Iya, Kak. Kakak ikut, ya. Aku mau berangkat dengan Kak Hani.”
“Insya Allah, Dik. Kalau jadi, harus disiapkan dari sekarang, ya. Buat timeline
dan targetnya. Biar tidak dikejar deadline dan persiapannya matang.” “Iya, Kak. Nanti kita ketemu lagi, Kak. Bahas ini. Boleh, ya?” “Boleh. Nanti kakak bantuin cari informasi ya.”
“Jazakillah, Kakak.”
“Waiyyaki, Dik. Semoga semuanya dilancarkan Allah, ya.” “Aamiin, Kak.”
Aku segera menyiapkan target untuk ke Sorbonne. Aku harus menunda gelar MBA dulu. Kalau memang kampusnya berbeda dengan Kayla. Kampus Sorbonne merupakan kampus sastra. Mungkin ini jalannya sudah ada. Aku akan menguasai banyak bidang ilmu. Tidak hanya ekonomi tapi juga pendidikannya. Aku akan coba dulu.
Aku mulai mencari informasi dan semuanya yang berkaitan dengan kampus Sorbonne. Tidak lupa juga seputar beasiswa yang tersedia dan juga persiapan kesana.
Kemungkinan ada persiapan Bahasa Perancis. Biasanya kalau di Perancis, mata kuliah sering diantar dengan Bahasa Perancis. Jadi, akan ada persyaratan untuk menyiapkan bahasa disana.
***
“Dik, kalau mau kursus Bahasa Perancis itu dimana?” “Itu, Kak. Di Kedutaan Perancis aja.”
“Namanya apa?”
“Hmm… IFI alias Indonesia Franch Institute.” “Alamatnya?”
“Di Thamrin, Jakarta, Kak.”
“Oh, oke deh! Nanti kita lihat gimana prosedurnya bagaimana dan bayarnya berapa.”
“Ntar aku juga cari, Kak. Aku kabari kakak nanti, ya.” “Sip, deh!” aku tersenyum.
Semangatnya luar biasa. Aku berharap semangat itu tidak pudar begitu saja. Harapan yang sudah dirajut itu harusnya tergapai. Aku tidak mau kecewa untuk ke sekian kalinya. Sudah cukup aku menelan ludah untuk tidak diizinkan oleh fakultas ketika kuliah dulu untuk pergi ke luar negeri. Sedih juga.
Kali ini merupakan kesempatanku untuk menebus mimpi yang sudah lama aku dambakan dan aku harapkan. Bukan sesuatu yang tak mungkin juga jika aku bisa mewujudkannya dengan usahaku sendiri. Aku masih punya keyakinan untuk bisa menembus cakrawala yang luas ini.
“Kak, tadi aku udah lihat itu di instagram IFI. Ini fotonya aku kirim ya, Kak,” pesan singkat Kayla.
“Oh, ya? Sini fotonya.”
“Ini, Kak. Kakak baca aja, ya.” “Oke.”
Aku membuka gambar yang dikirimkan via pesan online itu. Info pendaftaran kursus bahasanya sudah mau tutup. Sepertinya tidak bisa dikejar sekarang untuk daftar kursusnya.
“Dik, itu kakak sudah baca infonya. Pendaftarannya sudah mepet sekali. Belum lagi kita mikirin biaya kursusnya. Itu juga pusing, Dik.”
“Iya ya, Kak. Jadi, rencana kakak mau daftar kapan?”
“Kakak sih rencananya daftar tahun depan saja. Kakak mau cari kerja dulu untuk ngumpulin biaya kursusnya. Nanti kakak cari juga biaya kursusnya berapa gitu.”
“Iya, Kak. Aku ikut kakak aja deh. Biar aku ada temannya.”
“Baiklah kalau begitu. Nanti berkabar saja, ya. Apapun kesulitannya, kabari kakak selalu. Kita cari solusi bersama. Jangan pendam sendiri aja.”
“Hehe. Iya, Kak. Syukran3ya, Kak.”
“‟Afwan4, Dik,” aku tersenyum memandangi handphone lusuhku.
Percakapan itu terhenti begitu saja. Aku memang sedang menganggur. Belum ada pekerjaan yang mau kuurus. Hanya saja aku sedang menunggu setiap lamaran kerja yang kukirimkan beberapa waktu yang lalu. Aku juga punya niat untuk menyambung S2 dulu sebelum aku bekerja. Kehendak Ayah dan Ibu, maunya aku bekerja dulu. Aku harus usahakan semuaini.
***
Bisikan malam menembus samar-samar lampu kamarku. Diluar sana masih ada suara kendaraan yang lalu lalang. Tidak ramai tetapi cukup membuatku tenang dan tidak terlalu sepi menjalani malam sendirian. Semua orang sudah tidur. Hanya akuyang
belum tidur. Berteman dengan satu buku agenda tebal. Aku menuliskan semua mimpi dan rencanaku disana.
Goresan penaku itu tiba-tiba berhenti. Aku terpikir sesuatu yang belum aku capai hingga sekarang. Aku masih ingat. Dulu aku sudah catat di dinding kamar kos. Aku akan keliling dunia. Aku sudah urutkan negara yang pertama kali aku kunjungi itu adalah Arab. Aku ingin ke TanahSuci.
“Ah, Ya Allah. Ini ikhtiar lamaku. Aku baru ingat. Aku berharap, ikhtiar ini terwujud. Aku tak mau terhenti disini saja. Aku ingin kesana.”
Hatiku masih berdoa. Aku dirundung sepi tiba-tiba. Ada semangat baru yang dipatrikan dihatiku. Ada senyum baru yang memulai sebuah langkah yang semangat. Harapanku, ini akan menjadi kenyataan.
***
“Dik, ini kakak sudah cari informasi biaya kursusnya. Lumayan sih.” “Berapa, Kak?”
“Kalau ambil intensif, itu lima juta. Kalau ambil ekstensif, itu tiga jutaan. Sekiranya begitu, Dik. Mungkin info lengkapnya bisa kita tanya langsung ke IFI-nya.”
“Duh. Lumayan juga ya, Kak. Mau nabung dulu kalau gini ceritanya, Kak.”
“Hehe. Iya. Kita baiknya masuk tahun depan aja. Itu pas liburan. Kalau mau masuk sekarang kan susah.”
“Yah, aku nggak bisa, Kak. Ada jadwal KKN-ku liburan kali ini.” “Serius?”
“Iya, Kak.”
“Yaudah. Liburan satu lagi aja. Mudah-mudahan ada kesempatan lagi. Yang penting fokus aja dulu dengan akademik S1-nya. Biar bisa tepat waktu tamatnya.”
“Iya, Kak. Mohon doanya ya, Kak.”
“Iya, Insya Allah.”
Aku hanya bisa tersenyum dengan semangat Kayla. Aku secara tiba-tiba takjub memandangi catatan impianku yang kemarin aku tuliskan. Dulu aku pernah tuliskan juga di buku lain. Itu semasa aku kuliah. Satu per satu impian itu tercapai. Ada yang belumtercapai.
***
3 Terima kasih
4 Sama-sama
Bersambung…
Discussion about this post