
Padang, SCIENTIA – Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Sumatera Barat (Sumbar) semakin meluas hingga mengkhawatirkan. Setidaknya, hingga saat ini sudah tercatat delapan kabupaten dan kota yang terdampak Karhutla sepanjang musim kemarau, dengan luas terdampak lebih 500 hektar.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Pelaksana BPBD Sumbar, Rudy Rinaldy saat meninjau langsung persiapan pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman, dalam rangka penanganan Karhutla.
“Tapi yang paling parah memang dua kabupaten, yakni Solok dan Limapuluh Kota, yang sudah ditetapkan Tanggap Darurat Karhutla. Sementara kita di provinsi sudah menyiapkan Surat Keputusan Siaga Darurat. Tapi mudah-mudahan dengan OMC ini Karhutla bisa diatasi,” terangnya pada Jumat, (25/7).
Menurut Rudy, peristiwa Karhutla ini mayoritas akibat adanya pembukaan lahan atau perkebunan baru oleh masyarakat setempat dengan cara membakar. Dengan kondisi cuaca yang sangat kering, pembakaran yang dilakukan memicu terjadinya Karhutla yang lebih luas.
Kendati demikian, hingga saat ini belum ada pelaku yang melakukan pembakaran yang diproses atau diamankan. “Karena ranahnya kita dan yang kita lakukan lebih fokus untuk mengatasi api di lokasi agar tidak meluas,” ujar Rudy.
Selain itu, Kalaksa BPBD Sumbar ini juga mengimbau agar masyarakat tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, termasuk tidak membuang puntung rokok sembarangan. Apalagi di musim kemarau ini percikan api sekecil apapun bisa berdampak besar.
“Karhutla ini bukan berdampak bagi pemilik lahan, tapi juga bisa merugikan orang lain dan masyarakat sekitarnya. Jadi mari sama-sama kita waspadai, jangan sampai membuka lahan dengan cara membakar,” imbaunya.
Kepala BMKG Stasiun BIM, Desindra Deddy Kurniawan mengungkapkan, beberapa daerah di Sumbar sudah berlangsung musim kering 60 hari lebih, dan tidak ada curah hujan sejak awal Mei lalu. Ia memprediksi, kondisi ini akan berlangsung hingga September mendatang.
“Puncak musim kering pada Juli ini, bahkan sudah mendekati ekstrem, makanya tak heran banyak terjadi Karhutla dan titik-titik api, karena kondisinya sudah benar-benar kering, contohnya di Limapuluh Kota dan Solok,” ujarnya. (hyu)