Barantin tercatat hanya meraih opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2024. Alex menilai predikat ini harus menjadi cambuk, bukan sekadar catatan biasa.
“Yang bisa dibereskan di dalam, bereskan segera. Kalau dibiarkan berlarut, temuan ini akan terus berulang tiap tahun!” tegas politisi PDI-Perjuangan itu di hadapan Kepala Barantin.
Temuan BPK setidaknya menyasar empat aspek kritis: pengelolaan aset yang amburadul, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang belum optimal, pertanggungjawaban belanja barang dan jasa yang masih berantakan, serta ketidakjelasan kelas jabatan pegawai yang mengganggu belanja pegawai.
Sorotan tajam datang terkait lambannya penetapan kelas jabatan. Meski sudah memasuki pertengahan 2025, Barantin dinilai belum menunjukkan progres berarti.
“Kalau penetapan kelas jabatan saja masih tertunda, lalu kapan mau rapi? Jangan sampai tahun depan jadi temuan lagi,” kecam Alex.
Meski memahami beberapa hambatan diatur lewat regulasi pemerintah pusat, Alex menegaskan hal-hal teknis internal bukan alasan untuk ditunda.
“Kalau soal Peraturan Pemerintah, kami bisa maklumi. Tapi soal administrasi internal, itu tanggung jawab penuh Bapak.”
Komisi IV pun mendesak Barantin mempercepat konsolidasi kelembagaan, mengingat institusi ini baru terbentuk tahun 2023 dari peleburan dua badan karantina lintas kementerian. Menurut Alex, kondisi transisi tidak boleh jadi alasan untuk abai terhadap tata kelola keuangan.
Harapannya jelas: Barantin harus naik kelas. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun depan bukan hanya target, tapi tuntutan.
“Kita ingin Barantin bukan sekadar mitra kerja, tapi juga contoh lembaga baru yang bisa langsung tancap gas dan bebas dari temuan BPK,” pungkasnya.(yrp)