Senin, 12/5/25 | 13:23 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Makna Kata Sendiri yang Tidak Sendiri

Minggu, 15/12/24 | 08:45 WIB
Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan)

Pengguna bahasa Indonesia (baik penutur asli maupun penutur asing), berkemungkinan tidak asing dengan kata sendiri. Akan tetapi, kata sendiri memiliki banyak bentuk penggunaan yang ternyata kadang-kadang membuat penutur asing sulit untuk memahaminya. Makna kata sendiri yang cenderung banyak dipahami adalah “melakukan sesuatu seorang diri”, seperti contoh dalam kalimat berikut:

  1. Saya tidak suka tinggal sendiri (seorang diri/ tidak dengan orang lain).
  2. Saya bisa melakukan pekerjaan ini sendiri.
  3. Saya lebih suka berjalan-jalan sendiri daripada bersama orang lain.

Makna kata sendiri dalam tiga contoh kalimat tersebut sangat mudah dipahami. Akan tetapi, ketika ada percakapan yang dilakukan saat menelepon seperti, “Halo, apakah saya bisa berbicara dengan Ibu Wulan?” dan si penerima telepon menjawab, “Ya, saya sendiri”. Kata sendiri di dalam konteks tersebut sudah memiliki makna tambahan lainnya, yaitu “merujuk pada diri si pembicara langsung”. Jika kata sendiri digunakan untuk merujuk si pembicara, hal ini menambah kebingungan ketika kata sendiri juga bisa dilekatkan ke benda mati, seperti “Hah? Pintu itu terbuka sendiri! Saya takut!”

Dari beberapa contoh tersebut, kiranya kita perlu melihat kembali apa saja makna dan konteks dari kata sendiri agar kita bisa memahami bahasa Indonesia dengan baik. Dengan begitu, kita pun bisa menggunakan bahasa Indonesia yang efektif ketika menulis atau berbicara.

Pertama, makna kata sendiri seperti yang telah diungkapkan sebelumnya adalah “melakukan sesuatu seorang diri (tidak dengan orang lain)”, seperti contoh:

BACAJUGA

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB
Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Makna Kata “Cukup” yang Tak Secukupnya

Minggu, 27/4/25 | 09:02 WIB
  1. Saya tinggal sendiri di Surabaya.
  2. Saya akan pergi sendiri ke Bali.
  3. Dia bisa menyelesaikan masalah itu sendiri.
  4. Adik saya selalu takut tidur sendiri.

Kedua, kata sendiri digunakan ketika merujuk seseorang yang sudah berperan sebagai subjek di dalam kalimat. Hal ini juga berkaitan dengan benda atau suatu hal yang dimiliki oleh subjek tersebut. Kita bisa melihatnya dalam contoh berikut:

  1. Kita harus mencintai diri kita sendiri.
  2. Anda selalu membenci diri Anda sendiri. Mengapa?
  3. Saya kecewa pada diri saya sendiri.
  4. Saya bekerja di kafe saya
  5. Dia sangat suka membaca novelnya sendiri.
  6. Ibu saya lebih suka masakannya sendiri daripada masakan yang ada di restoran.

Kata sendiri di dalam enam kalimat tersebut merujuk subjek yang telah ada, seperti diri kita sendiri sebagai kepemilikan dari subjek kita (pada kalimat 1),  diri Anda sendiri sebagai kepemilikan dari subjek Anda (pada kalimat 2), diri saya sendiri sebagai kepemilikan dari subjek saya (pada kalimat 3), kafe saya sendiri sebagai kepemilikan dari subjek saya (pada kalimat 4), novelnya sendiri sebagai kepemilikan dari subjek dia (pada kalimat 5), dan masakannya sendiri sebagai kepemilikan dari subjek ibu. Dengan demikian, akan timbul pertanyaan di dalam enam contoh kalimat ini. Mengapa harus ada kata sendiri di dalam kalimat-kalimat tersebut? Bagaimana jika kata sendiri dihilangkan? Untuk menjawab ini, mari kita lihat dua contoh kalimat berikut:

  1. Rani mengatakan, “Ini adalah buku saya.”
  2. Rani mengatakan, “Ini adalah buku saya sendiri.”

Sepintas, dua kalimat ini tampak tidak berbeda. Akan tetapi, jika diperhatikan lebih seksama, ada kesan makna yang sedikit berbeda. Pada kalimat 1 (tidak ada kata sendiri), bisa memberi konteks bahwa Rani memiliki sebuah buku. Buku seperti apa? Bisa jadi buku yang dibelinya di toko buku. Buku itu menjadi milik Rani karena dia sudah membelinya. Pada kalimat 2 dengan kata sendiri memberi kesan makna yang berbeda. Frasa buku saya sendiri menunjukkan makna bahwa buku itu ditulis oleh Rani. Dia tidak hanya sebagai pemilik, tetapi juga sebagai penulis. Oleh sebab itu, kata sendiri sangat membantu mengefektifkan kalimat yang sedikit ambigu (bermakna ganda).

Kita bisa melihat dua contoh kalimat berikut: Setiap sore, Rani memandikan adikknya, kemudian menyisir rambutnya. Di dalam kalimat ini ada dua klausa yaitu Rani memandikan adiknya dan Rani menyisir rambutnya. Kalimat ini sedikit ambigu karena ada dua kali penggunaan kata ganti -nya. Siapa sosok yang digantikan oleh -nya di dalam kalimat itu? Apakah keduanya adik? Atau Rani dan adik? Pada kasus inilah, kata sendiri sangat diperlukan. Mari kita lihat kalimat yang sudah diperbaiki:

  1. Setiap sore, Rani memandikan dan menyisir rambut adiknya. (Kalimat sesungguhnya adalah: Setiap sore, Rani memandikan adiknya kemudian menyisir rambut adiknya. Ada dua kali penggunaan kata adiknya yang membuat kalimat ini tidak efektif. Oleh sebab itu, kita bisa menghapus salah satunya. Jika kita menghapus kata adiknya yang kedua, persoalan kalimat ini kembali ke contoh awal. Untuk lebih memastikan maknanya, kita bisa menghapus kata adiknya yang pertama. Dengan demikian, adiknya mutlak menduduki posisi objek satu-satunya di dalam kalimat itu).
  2. Setiap sore, Rani memandikan adiknya, kemudian menyisir rambutnya sendiri.

Kata sendiri di kalimat kedua memberi ketegasan yang pasti bahwa rambut yang disisir adalah rambut Rani. Hal ini terjadi karena makna kata sendiri yang merujuk kepemilikan dari subjek di dalam kalimat itu. Subjeknya adalah Rani.

Sejauh ini, kita sudah membahas makna kata sendiri yang berkaitan dengan manusia. Ternyata, kata sendiri juga bisa merujuk benda mati atau suatu hal yang bukan manusia. Kata sendiri yang dilekatkan dengan benda mati memiliki makna “sesuatu yang terjadi tanpa adanya tindakan dari orang lain atau hal lain”. Berikut ini adalah contoh-contoh kalimatnya:

  1. Tiba-tiba pintu itu terbuka sendiri.
  2. Komputer ini mati sendiri sebelum saya mematikannya.
  3. Biarkan saja, jangan dimatikan. Nanti juga akan berhenti sendiri.

Kata sendiri yang dilekatkan pada suatu hal (tidak selalu merujuk benda mati) bisa menjadi penegasaan tentang suatu yang sedang dibicarakan. Ini adalah contoh-contoh penggunaannya:

  1. Untuk keberangkatan itu sendiri, kita sudah merencanakan jauh-jauh hari.
  2. Pembangunan itu sendiri, sudah dilaksanakan sebulan sebelumnya.
  3. Pesta pernikah itu sendiri sudah menjadi bagian penting di tengah masyarakat tersebut.

Itulah berbagai contoh penggunaan kata sendiri dengan konteksnya yang beragam. Kata sendiri juga bisa dijadikan bentuk kata ulang sendiri-sendiri yang maknanya hampir mirip dengan kata masing-masing. Secara umum, kata sendiri-sendiri bisa dipahami dengan makna “Suatu kegiatan yang sama tetapi dilakukan masing-masing”. Berikut ini adalah contoh-contoh penggunaannya:

  1. Setiap peserta tidak harus berangkat dengan bus yang sama. Peserta juga bisa berngkat sendiri-sendiri.
  2. Kita bayar sendiri-sendiri
  3. Setiap murid menikmati makanannya sendiri-sendiri.
  4. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan bersama, harus sendiri-sendiri.

Agar pemahaman kita tentang kata sendiri ini lebih kuat dan dalam, mari kita lihat maknanya yang ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu:

  1. a seorang diri; tidak dengan orang lain
  2. a tidak dibantu (dipengaruhi) orang lain
  3. a tidak dibantu alat lain; otomatis
  4. n kepunyaan dari yang disebut (yang bersangkutan), bukan kepunyaan orang lain
  5. n diri dari yang bersangkutan (bukan wakil atau pengganti); orang yang sesungguhnya (berkepentingan)
  6. a terpisah dari yang lain; terasing; sendiri-sendiri
  7. a yang paling

Demikianlah penjelasan tentang kata sendiri dalam edisi Klinik Bahasa Scinetia pekan ini. Semoga bermanfaat.

Tags: #Reno Wulan Sari
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Terbanyak dalam Sejarah, UNP Bakal Kukuhkan 24 Guru Besar Pekan ini

Berita Sesudah

Sastra Bandingan: dari Dongeng Klasik ke Novel Populer

Berita Terkait

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Angka romawi menjadi salah satu angka yang digunakan...

Memaknai Kembali Arti THR

AI dan Kecerdasan Bahasa Indonesia

Minggu, 04/5/25 | 13:26 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Pengaruh AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan tidak...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Makna Kata “Cukup” yang Tak Secukupnya

Minggu, 27/4/25 | 09:02 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Pembahasan Klinik Bahasa Scientia kali ini akan mengulik...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Minggu, 13/4/25 | 12:56 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas) Lebaran telah usai. Namun, serba-serbi tentang Lebaran...

Memaknai Kembali Arti THR

Memaknai Kembali Arti THR

Minggu, 06/4/25 | 12:37 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan Prodi S2 Linguistik Universitas Andalas) Salah satu fenomena yang menarik saat Hari...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Salam” dan “Salim” saat Lebaran

Minggu, 30/3/25 | 07:07 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Beberapa hari lagi, umat Islam akan...

Berita Sesudah
Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Sastra Bandingan: dari Dongeng Klasik ke Novel Populer

POPULER

  • Puisi-puisi Afny Dwi Sahira

    Puisi-puisi Afny Dwi Sahira

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Khalil Gibran tentang Musik sebagai Bahasa Rohani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jembatan Gantung Ambruk di Nagari Koto Padang Lumpuhkan Ekonomi Petani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Firdaus Apresiasi Semangat Gotong Royong Masyarakat Wujudkan Festival Juadah Tanpa APBD

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bergabung dalam Arak – arakan, Anggota DPRD Sumbar, Firdaus Ikuti Keseruan Festival Juadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024