Minggu, 01/6/25 | 12:32 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Belajar Memilih Diksi Positif dari Kasus Gus Miftah

Minggu, 08/12/24 | 22:47 WIB
Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas_

Dalam kehidupan setiap orang butuh untuk mendengar bahasa positif dan pilihan kata atau diksi yang positif. Hal itu merupakan fakta yang lumrah dan manusiawi agar kita dapat membangun aura yang positif di dalam diri. Aura tersebut dapat memengaruhi orang lain yang mendengarnya untuk ikut merasakan efek positif saat berkomunikasi dan berinteraksi. Bahasa yang positif dapat dibangun dengan memiliki diksi yang tepat dan mengandung makna positif saat berkomunikasi.

Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan sesuai untuk menyampaikan maksud tertentu pada lawan bicara ataupun pada saat menulis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diksi didefinisikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diinginkan.

Secara umum, diksi terbagi atas dua, yaitu diksi denotatif dan diksi konotatif. Diksi denotatif adalah diksi yang mengandung makna sebenarnya dari kata-kata yang digunakan dalam sebuah kalimat, contohnya: Ibu membeli buah-buahan di pasar. Semua diksi dalam kalimat tersebut memiliki makna yang jelas dan sesuai dengan makna aslinya. Lalu, ada diksi konotatif yang diartikan sebagai diksi yang dapat menyentuh perasaan, sisi-sisi emosional, mengandung makna kiasan, atau makna figuratif. Contoh diksi konotasi adalah: Ibu membeli  buah tangan saat jalan-jalan ke Malaysia. Buah tangan dalam kalimat tersebut mengandung makna kiasan, yaitu oleh-oleh.

Jika ditilik dari definisi dan pembagiannya, sudah jelas bahwa diksi merupakan kata-kata yang mengandung makna positif karena berkaitan dengan trik memilih kata yang tepat. Kata-kata yang cenderung membuat orang-orang termotivasi untuk melakukan tindakan-tindakan baik, penuh harapan, dan motivasi dalam menjalani kehidupan. Diksi positif juga disebut sebagai pilihan kata yang mengandung kesopanan, kesantunan, tidak menyinggung perasaan, dan tidak menimbulkan luka hati saat didengarkan. Diksi dengan makna positif contohnya adalah kata-kata mutiara, quotes, dan juga kata-kata dalam percakapan sehari-hari yang dapat memotivasi orang lain. Beberapa diksi yang mengandung makna  positif di antaranya dapat dilihat pada contoh kalimat di bawah ini.

BACAJUGA

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Minggu, 25/5/25 | 17:21 WIB
Memaknai Kembali Arti THR

AI dan Kecerdasan Bahasa Indonesia

Minggu, 04/5/25 | 13:26 WIB
  1. Terima kasih telah mendengarkan.
  2. Maaf, saya salah.
  3. Ayo kamu bisa.
  4. Saya percaya Anda bisa melakukannya.
  5. Itu bukan kamu. Kamu tidak gampang menyerah!
  6. Saya yakin Anda akan berhasil.
  7. Masa depan ada di tanganmu.
  8. Aku di sini untuk membantumu.
  9. Jangan sungkan untuk bercerita.
  10. Mari saya bantu.

Sepuluh contoh di atas hanya mewakili beberapa diksi positif yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari agar suasana komunikasi berlangsung adem. Pemilihan diksi yang tepat dan positif penting untuk membangun komunikasi yang baik dalam sebuah organisasi ataupun diri seorang individu. Sebuah organisasi dapat berjalan sukses jika para individu di dalamnya memiliki model komunikasi yang positif dan hangat, saling percaya, saling mendukung, saling menguatkan, dan tidak saling mencurigai satu sama lain. Diksi yang positif sangat berperan dalam membangun kepercayaan dan kehangatan di antara para personil yang terlibat sebuah organisasi. Diksi yang postif juga menjadi kunci kesuksesan dan kesolidan hubungan antarindividu dalam sebuah organisasi untuk meraih sukses.

Dala empat hari belakangan, ada kasus yang viral dan trending di media massa dan media sosial terkait dengan penggunaan diksi. Kasus tersebut adalah kasus Gus Miftah yang dianggap melontarkan diksi atau pilihan kata yang tidak menyenankan pada pedagang es teh saat ceramah pada sebuah acara. Ia dianggap telah menghina pedagang es teh tersebut dengan pernyataan ”Es tehmu sih akeh (masih banyak) nggak? Ya sana jual goblok”! Kata-kata “goblok” termasuk ke dalam jenis kata-kata kasar, vulgar, atau kata-kata sumpah serapah (swear words). Diksi tersebut tentu tidak pantas diucapkan karena mengandung makna negatif, apalagi diucapkan oleh seorang publik figur seperti Gus Miftah. Pemilihan diksi yang tidak hati-hari tersebut justru berbalik menyerang Gus Miftah sehingga ia dihakimi beramai-ramai oleh warganet. Ia dianggap menghina, melecehkan, dan merendahkan profesi seorang penjual es teh.

Warganet menganggap Gus Miftah tidak pantas mengeluarkan kata-kata bernada penghinaan tersebut, terutama sebagai seorang  tokoh agama dan juga Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto untuk Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan di Indonesia. Setelah kejadian viral tersebut, Gus Miftah menyampaikan permintaan maaf pada penjual es teh dan mengundurkan diri sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Kerukunan Beragama.

Dari kasus Gus Miftah kita dapat memahami betapa penting untuk memilih diksi yang baik, benar, tepat, dan santun saat berbahasa jika tidak ingin kena batunya atau tidak ingin hidup berubah seketika. Selain balik dipermalukan, Gus Miftah juga harus kehilangan jabatan dan kepercayaaan yang diberikan oleh Presiden Prabowo tentunya. Wallahualam Bissawab.

Tags: #Elly Delfia
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Kota Layak Anak Diuji, Ketua IMAPAR UIN IB Padang Soroti Kasus Penganiayaan di Marunggi

Berita Sesudah

Sastra koran dan Eksistensinya di Masa Kini

Berita Terkait

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Minggu, 01/6/25 | 11:46 WIB

Oleh: Ghina Rufa’uda (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia dan Bergiat di Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas)   Rekeningku hanya tempat...

Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

Minggu, 01/6/25 | 11:18 WIB

Oleh: Sufrika Sari (Mahasiswi Prodi Sejarah dan Bergiat di Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas) Kesalehan lahiriah bukanlah jaminan seseorang...

Literature Review Artikel “Power in the Discourse of West Sumatra Regional Regulation Number 7 of 2018 concerning Nagari”

Literature Review Artikel “Power in the Discourse of West Sumatra Regional Regulation Number 7 of 2018 concerning Nagari”

Minggu, 25/5/25 | 14:40 WIB

Oleh: Raisa Tanjia Ayesha Noori (Mahasiswa S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) Peraturan Daerah (Perda) sering kali dianggap sebagai...

Kekacauan dalam Film “Pengepungan di Bukit Duri”

Kekacauan dalam Film “Pengepungan di Bukit Duri”

Minggu, 25/5/25 | 13:01 WIB

Oleh:  Queendi Kumala (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) GILA! Bukan karena film ini adalah suatu masterpiece, tetapi semua adegan...

Jumbo, Cermin Estetika Luka Dewasa di Balutan Imaji Anak-Anak

Jumbo, Cermin Estetika Luka Dewasa di Balutan Imaji Anak-Anak

Minggu, 18/5/25 | 07:55 WIB

Oleh: Nayla Aprilia (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Universitas Andalas, Padang)   Salah satu film animasi anak yang sedang naik daun...

Realitas Kekuasaan Budaya Politik Elite di Indonesia

Realitas Kekuasaan Budaya Politik Elite di Indonesia

Senin, 12/5/25 | 08:22 WIB

Oleh: Muhammad Syaifuddin Aziz (Mahasiswa Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya) Kekuasaan merupakan konsep sentral dalam...

Berita Sesudah
Unsur Romantisme dalam Puisi “Aku” Karya Chairil Anwar dan Puisi “Sebab Dikau” Karya Amir Hamzah

Sastra koran dan Eksistensinya di Masa Kini

POPULER

  • Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Libur Panjang 29 Mei – 1 Juni 2025, Ini Rekomendasi Wisata Seru di Kota Padang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Klarifikasi Wali Nagari Koto Gadang, Lahan Sawit yang Dipinjamkan ke Petani Akan Diremajakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Zalmadi Sesalkan RS Rasidin Tolak Pasien Hingga Meninggal : Itu Tidak Manusiawi!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Firdaus : Welly Suhery, Kader PKB untuk Masyarakat Pasaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukittinggi Harus Bisa Tarik Banyak Minat Wisatawan Berkunjung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024