Oleh: Andina Meutia Hawa
(Dosen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Goethe dan Schiller merupakan dua sosok penting dan berpengaruh dalam kesusasteraan Jerman modern. Di Weimar, 20 kilometer di sebelah timur kota Erfurt, ibu kota Provinsi Thuringia. Keduanya menjalin persahabatan sekaligus melakukan berbagai kolaborasi dalam bidang sastra pada akhir abad 18 hingga awal abad 19. Kehadiran keduanya di kota tersebut menjadi penanda kemunculan era Weimar klasik (1786-1832), sebuah gerakan sastra yang hadir setelah era Sturm und Drang (1765-1785) dan sebelum era romantik (1795-1840).
Johan Wolfgang von Goethe adalah penyair, penulis naskah, novelis, ilmuwan, negarawan, sutradara teater, sekaligus kritikus sastra. Novel epistolarinya berjudul Die Leiden des jungen Werthers (1774) menjadi karya yang banyak dibicarakan. Dalam kesusasteraan Jerman, novel berjenis epistolari memiliki istilah briefroman atau roman bersurat. Die Leiden des jungen Werthers berisi surat-surat yang dikirimkan tokoh Werther kepada sahabatnya, Wilhelm tentang kisah kasihnya yang tidak terbalas kepada tokoh Charlotte. Karakteristik era Strum und Drang pada roman ini terletak pada penggambaran kesedihan dan keputusasaan Werther akan kehidupan pribadi dan sosialnya,
Selain Goethe, Friedrich Schiller juga merupakan salah satu penyair Jerman yang dihormati berkat kontribusinya dalam berbagai bidang sastra, seperti drama, puisi dan filsafat. Die Räuber (The Robbers) yang terbit pada 1781 adalah salah satu karya Schiller yang paling terkenal. Drama ini mengisahkan perlawanan tokoh Karl Moor dalam melawan ketidakadilan. Sama seperti Goethe, drama-drama Schiller lainnya berjudul Don Carlos dan Wilhelm Tell juga mengangkat tema-tema seperti pemberontakan, perjuangan kebebasan, dan konflik keluarga, membuatnya menjadi ikon pada era Sturm und Drang.
Sturm und Drang, secara harfiah diartikan sebagai badai dan tekanan dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah gerakan kesusasteraan Jerman yang muncul pada akhir abad ke-18. Gerakan Sturm und Drang berakhir seiring dengan meninggalnya Schiller pada 1805 di usia 45 tahun. Karakteristik Sturm und Drang yang menekankan pengagungan pada alam, perasaan, individualisme, serta penentangan terhadap rasionalisme dan pencerahan menjadi cikal bakal kemunculan gerakan selanjutnya, yaitu romantisisme.
Tiap-tiap era dalam kesusasteraan Jerman memiliki genre sastra yang menonjol. Pada era Barock (1600-1750) dan Romantisisme (1795-1835), puisi menjadi genre sastra yang paling banyak memunculkan karakteristik dari tiap-tiap era, sedangkan drama diaggap tidak memainkan peran apapun dalam era ini. Adapun pada era Sturm und Drang, drama merupakan genre sastra yang memiliki karakteristik paling dominan. Namun, di era ini juga terdapat genre-genre sastra lain, seperti puisi dan roman yang juga memunculkan karakteristik era Sturm und Drang, misalnya pada dua puisi Goethe dan Schiller berikut.
Puisi Meerestille karya Johann Wolfgang von Goethe
Tiefe Stille herrscht im Wasser,
Ohne Regung ruht das Meer,
Und bekümmert sieht der Schiffer
Glatte Fläche rings umher.
Keine Luft von keiner Seite!
Todesstille fürchterlich!
In der ungeheuern Weite
Reget keine Welle sich.
Terjemahan:
Keheningan yang dalam dan mengalahkan air
Laut yang diam tanpa bergerak,
Dan seorang pelaut tampak khawatir
Permukaan halus ada di sekelilingnya.
Tak ada angin bertiup sisi mana pun!
Keheningan yang mematikan, mengerikan!
Pada hamparan luas
Tak ada satupun gelombang yang bergerak.
Pada puisi Meerestille, penggambaran suasana laut yang hening diperlihatkan pada baris pertama dan kedua. Tidak terdengar seriak air pun atau angin yang bertiup sehingga laut seolah-olah diam dan tidak bergerak. Biasanya, laut yang hening menggambarkan minimnya ombak, yang mana ombak besar kerap menjadi simbol bahaya. Dalam puisi ini, yang terjadi justru sebaliknya. Keheningan laut merepresentasikan gejolak batin yang dialami tokoh. Hal itu diperlihatkan pada barus keempat yang gambarkan perasaan cemas yang dialami pelaut. Suasana mencekam semakin dirasakan oleh sang pelaut, terlihat pada baris keenam dan ketujuh, yang mengibaratkan keheningan laut sebagai sesuatu yang mengerikan.
Dalam puisi Meerestille, karakteristik Sturm und Drang diperlihatkan pada penggambaran tentang alam, laut sebagai sesuatu yang indah sekaligus mencekam; keberadaan seorang pelaut merupakan simbol individualisme dan kebebasan; serta penggunaan kata-kata seperti tiefe Stille (laut dalam yang hening), Todestille (keheningan yang mematikan), dan fürchterlich (mengerikan) yang memperlihatkan emosi yang intens.
Puisi Die schlimmen Monarchen karya Friedrich Schiller
Freiheit über alles lieben
Menschen alle, groß und klein,
Sich für Wahrheit hinzugeben,
Selbst im Tode standhaft sein.
Solche Menschen, heilige Gaben,
Die ein weites, stolzes Ziel,
Schleppen sich die schlimmen Knaben,
Knechte, für den Staat ans Ziel.
Terjemahan
Orang-orang mencintai kebebasan di atas segalanya
Segala manusia, besar dan kecil,
Menyerahkan diri untuk kebenaran,
Bahkan berdiri teguh hingga kematian.
Orang-orang tersebut adalah anugerah yang suci,
Yang memiliki tujuan yang luas dan bangga,
Diseret oleh orang-orang jahat,
Dan menjadikannya sebagai budak negara.
Puisi Die schlimmen Monarchen (Raja-raja yang Jahat) menggambarkan orang-orang yang mencintai kebebasan. Hal tersebut terlihat pada baris pertama dan ketiga. Penggambaran manusia besar dan kecil pada baris kedua memperlihatkan golongan orang-orang yang berjuang untuk memperoleh kebebasan sekaligus pemberontakan terhadap pemerintah yang menindas rakyat. Baris kedua dan keempat menggambarkan perjuangan untuk membela kebenaran, bahkan orang-orang ini tidak takut untuk berjuang sampai akhir. Penggambaran emosi yang intens diperlihatkan pada baris kelima dan keenam, yaitu pengagungan terhadap orang-orang yang memperjuangkan kebebasan dan kebenaran, dianggap sebagai orang suci. Kritik sosial kembali diperlihatkan pada baris ketujuh dan kedelapan, yaitu sindiran terhadap pemerintah yang justru memanfaatkan para pejuang dan kebebasan tersebut sebagai budak untuk kepentingan penguasa.
Dengan demikian, kedua puisi di atas memiliki karakteristik era Strum und Drang. Pada puisi Meerestille karya Johann Wolfgang von Goethe, ciri khas Sturm und Drang terletak pada penggambaran alam, individualisme, kebebasan, serta penggunaan diksi yang memperlihatkan emosi yang intens. Adapun pada puisi Die schlimmen Monarchen, karakteristik era Sturm und Drang diperlihatkan pada penggambaran perjuangan kebebasan, emosi yang intens, serta kritik terhadap pemerintah.